New York, MINA – Wakil Menteri Luar Negeri RI, A.M. Fachir menyampaikan tiga poin penting terkait pengalaman Indonesia dalam mengatasi terorisme saat menghadiri Pertemuan Tingkat Menteri Dewan Keamanan PBB mengenai G5 Sahel Joint Force (G5S JF), di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Kamis (28/3).
Seperti dikutip dari Kementerian Luar Negeri RI, di hadapan anggota DK PBB dan negara anggota G5 yang hadir, Wamenlu Fachir menceritakan pengalaman Indonesia dalam penanganan terorisme melalui pelatihan di Jakarta Centre for Law and Enforcement Cooperation (JCLEC).
Kemudian upaya Polisi Republik Indonesia berkolaborasi dengan tokoh agama serta masyarakat dalam mengangani aktivitas militan sekaligus melakukan proses deradikalisasi.
.
Poin pertama yang disampaikan Wamenlu adalah perlunya mencapai kemajuan konkret di lapangan. Hal ini penting guna memastikan kredibilitas G5S JF. Untuk itu, operasionalisasi komponen polisi G5S JF sangat diperlukan, guna memastikan operasi dan tindak lanjut yang efektif, termasuk proses peradilan.
Poin kedua yang ditekankan Wamenlu adalah pentingnya peningkatan kapasitas, termasuk pengumpulan informasi intelijen, penanganan violent extremism dan pendanaan kelompok ekstrimis, serta pengamanan perbatasan.
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
Poin ketiga adalah membangun kepercayaan masyarakat. G5S JF harus mampu memberikan perlindungan dan bantuan kepada masyarakat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh ajakan kelompok ekstrimis.
“Memenangkan hati dan pikiran masyarakat merupakan aspek terpenting dan menjadi dasar dalam mengalahkan terorisme” demikian ditegaskan Wamenlu Fachir.
Lebih lanjut, Wamenlu RI menegaskan bahwa upaya penanganan terorisme harus dibarengi dengan upaya mengatasi akar masalah, termasuk memajukan pembangunan dan moderasi. Selain itu, peningkatan kapasitas negara sehingga dapat hadir dan memberikan layanan dasar kepada masyarakat merupakan langkah penangkalan terorisme yang utama.
Pertemuan G5S JF merupakan inisiatif lima negara yaitu Mali, Burkina Faso, Niger, Chad, dan Mauritania guna memastikan keamanan di wilayah Sahel (perbatasan di Afrika antara Sahara, dikenal sebagai Sudan), khususnya mengatasi terorisme dan kejahatan terorganisir. (R/Sj/RS3)
Baca Juga: Rwanda Kirim 19 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Mi’raj News Agency (MINA)