Oleh Ismi Wardatun Naimah, Mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung.
Ilmu merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia, karena segala aktivitas yang kita lakukan harus berdasarkan ilmu. Mulai dari hal yang paling kecil hingga yang terbesar. Tanpa ilmu seseorang akan buta. Itulah mengapa ilmu menjadi sangat penting, bahkan ada pepatah mengatakan, “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat.”
Menuntut ilmu tidak megenal usia, mulai sejak kita lahir hingga lanjut usia. Ganjaran bagi orang yang berilmu, akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Janji Allah ini terdapat di dalam Qs Al-Mujadalah: 11
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapngan untukmu. Dan apabila dikatakan,”Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat. Dan Allah maha teliti dengan apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al-Mujadalah: 11)
Bahkan Islam sendiri sangat memuliakan ilmu, terbukti dengan turunnya wahyu Allah yang pertama adalah Qs. Al-‘Alaq, memerintahkan manusia untuk membaca. Tulis dan baca adalah kunci dari gerbang ilmu pengetahuan. Membaca di sini maknanya luas, tidak hanya membaca buku atau tulisan saja, tetapi juga membaca keadaan, peristiwa, alam dan lain sebagainya yang bisa menjadi sumber ilmu pengetahuan.
Dalam Islam menuntut ilmu hukumnya wajib. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majahno. 224)
Hadist di atas menjelaskan, menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi semua umat Islam. Muslim di situ bukan hanya laki-laki, tetapi juga wanita. Justru wanita seharusnya memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dan lebih luas dari laki-laki. Untuk apa? Untuk membekali diri sendiri dan menjalankan syari’at Allah.
Selain itu, peran wanita sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga sangat membutuhkan bekal untuk mendidik anak-anak mereka. Ibu sebagai madrasah utama yang akan mengajarkan anak-anak mereka mulai saat ia lahir. Ibu yang akan mengenalkan pada anak tentang dunia. Bagaimana mungkin seorang ibu bisa mendidik anaknya jika ia sendiri pun tidak memiliki ilmu yang cukup.
Banyak sekali kisah yang menyebutkan bahwa dibalik keberhasilan dan kesuksesan tokoh-tokoh dunia, tidak terlepas dari peran ibu sebagai pendidiknya dan istri sebagai pendampingnya. Salah satunya adalah Imam Syafi’i, seorang pendiri madzhab fikih terbesar dan ahli dalam segala bidang keilmuan, karya-karyanya diakui dan menjadi rujukan.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Namun siapa sangka tokoh dunia ini adalah anak yatim dan berasal dari keluarga yang miskin.Lantas siapakah yang mendidik dan mengarahkannya sejak ia masih kecil hingga menjadi ulama besar. Ibu tercinta, Fatimah binti Ubaidillah Azdiyahlah yang mendidiknya.
Ia harus merawatnya seorang diri sebab suaminya meninggal dunia saat Imam Syafi’i masih berumur dua tahun. Ibunda, adalah sosok wanita yang tegar dan tidak pernah mengeluh. Dengan kondisinya yang serba kekurangan lantaran tidak ditinggali warisan sedikitpun oleh sang suami, ia berjuang membesarkan anaknya dan berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya. Hanya satu harapannya saat itu, ingin putra semata wayangnya menjadi figur yang hebat dan bermanfaat bagi semua orang.
Lalu, bagaimana bisa ibunda Imam Syafi’i melakukan hal tersebut jika tanpa ilmu, mengajarkannya membaca Al-Qur’an hingga ia menjadi seorang hafidz di usia 9 tahun, dan menjadi seorang ulama besar yang namanya tersohor di seluruh antero dunia.Tentunya dengan ilmu. Itulah salah satu manfaat ilmu bagi seorang wanita.
Namun mengapa masih banyak orang yang berfikir dangkal sehingga menganggap bahwa pendidikan bagi wanita tidak begitu penting. Mereka cenderung lebih memilih untuk fokus pada rumah dan keluarga tanpa mempedulikan ilmu. Bagaimana bisa pendidikannya dikesampingkan, padahal ialah yang akan menjadi pendidik pertama bagi generasi selanjutnya dan wanitalah yang menjadi penentu baik buruknya suatu peradaban.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Menuntut ilmu tidak harus ditempuh dengan pendidikan formal yang tinggi, ilmu bisa didapat dari mana saja, bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, tidak mengenal waktu dan tempat. Seperti mengikuti majelis-majelis ta’lim, membaca buku dan lain sebagainya. Namun tidak ada salahnya jika seorang wanita memiliki pendidikan yang tinggi, itu akan lebih baik. Bukan untuk mengejar profesi dan menjadi wanita karier, tetapi untuk mencari bekal dalam mendidik anak dan semata-mata untuk beribadah.
Bukan masalah jika seorang wanita yang berpendidikan tinggi hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang kerjanya membersihkan rumah dan mengurus anak. Kalau ada yang bilang, “Lulusan sarjana ko kerjanya cuma ngasuh anak.” Jawab saja, “Hebat dong anaknya diasuh ibu yang lulusan sarjana. Daripada karier bagus, tapi anaknya dirawat sama babysitter yang lulusan SD.”
Maka, bagaimanapun keadaan kita, tidak menggugurkan kewajiban untuk menuntut ilmu. Meski dalam keadaan yang kurang memungkinkanpun kita tidak boleh berhenti mencari ilmu. Kita harus malu terhadap para pendahulu kita yang begitu memuliakan ilmu. Mereka bisa belajar dimana saja, meskipun di tengah keterbatasan tidak menjadi hambatan untuk tetap berkreativitas dan semangat menuntut ilmu bahkan mereka banyak berkarya menulis buku.(T/ism/K08/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat