Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

WANITA KASHMIR CARI ANAKNYA SELAMA 24 TAHUN

Rudi Hendrik - Selasa, 3 Juni 2014 - 19:30 WIB

Selasa, 3 Juni 2014 - 19:30 WIB

750 Views

MissingKashmir, 5 Sya’ban 1435/3 Juni 2014 (MINA) – Seorang ibu dari Kashmir, India, Parveena Ahanger mengungkapkan upaya pencarian anaknya yang hilang  sejak 24 tahun lalu.

Parveena Ahanger, Ketua Asosiasi Orangtua Orang Hilang di Kashmir, India, menyatakan di depan peserta konferensi di London, Senin (2/6), untuk melobi pemerintah Inggris agar menekan India atas pelanggaran hak asasi manusia di Kashmir, demikian diberitakan Kantor Berita Anadolu yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Selasa .

Sudah 24 tahun, sejak terakhir dia melihat anaknya, Javid Ahmad Ahanger (16), di mana Parveena telah berjuang untuk mencari tahu apa yang terjadi setelah pasukan keamanan India menjemput buah hatinya di Kashmir.

“Anak saya dijemput oleh pasukan keamanan pada tahun 1990, dan saya belum melihatnya lagi sejak itu. Saya mencarinya di kantor polisi, rumah sakit dan pusat-pusat penahanan, tapi saya tidak menemukannya,” katanya.

Baca Juga: India Pertimbangkan Terima Duta Besar Taliban karena Alasan Tiongkok

“Saya meminta Anda mendekati Parlemen Inggris dan meminta mereka untuk menekan pemerintah India,” katanya mendesak peserta konferensi yang mengusung tema “Kashmiris: Contested Present, Possible Futures”.

Parveena menangis saat ia mengisahkan perjuangannya selama 24 tahun dan cerita serupa dari keluarga Kashmir yang lain kepada peserta di London.

“(Anakku) tidak melakukan kejahatan, mereka hanya membawanya,” lanjutnya. “Banyak orang lain yang juga diambil dan keluarganya tidak tahu apa yang terjadi pada orang yang mereka cintai.”

“Saya pergi ke pengadilan yang seharusnya memberikan keadilan, tapi saya tidak menemukan keadilan di sana.”

Baca Juga: Puan Maharani Ajak Parlemen Asia Tolak Relokasi Penduduk Gaza

Parveena telah melakukan perjalanan di seluruh Kashmir dan mendapat dukungan dari keluarga lain yang keluarganya juga telah diambil oleh pasukan keamanan India dan tidak pernah terlihat lagi. Pada tahun 2005, dia dinominasikan untuk Hadiah Nobel.

Asosiasinya menyelenggarakan protes setiap bulan di Srinagar yang terletak di lembah Kashmir, atas isu penghilangan paksa.

“Saya hanya akan menyebut diri saya sebagai seorang ibu pada hari saya mencari tahu apa yang terjadi pada anak saya,” katanya sambil bertanya siapa yang akan berkampanye untuk anak-anak yang telah menghilang, setelah ibu mereka meninggal.

Kelompok HAM independen telah memperkirakan bahwa 8.000 hingga 10.000 orang hilang di Kashmir, India, selama 24 tahun terakhir.

Baca Juga: Belasan Orang Tewas karena Desak-Desakan di Stasiun New Delhi

“Ada orang-orang yang tewas di Kashmir, tetapi mereka memiliki kuburan bagi keluarganya. Kami tidak memiliki kuburan karena kami tidak tahu apa yang terjadi pada orang yang kami cintai.”

Sejak kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Inggris pada tahun 1947, baik Pakistan dan India telah terlibat konflik pahit atas Kashmir yang terbagi antara kedua negara. Dua negara berkekuatan nuklir itu telah terlibat perang di kawasan itu, yang dua pertiganya sekarang dikendalikan oleh India.

India memperkirakan, jumlah korban tewas dari konflik Kashmir selama dua dekade terakhir sekitar 48.000. Namun, kelompok separatis utama di kawasan itu, All Parties Hurriyat Conference menyebut sekitar 100.000 korban.

Amnesty International telah berulang kali menyeru ahli forensik, sejalan dengan protokol PBB untuk menyelidiki lokasi kuburan massal di daerah itu.

Baca Juga: Indonesia Protes Insiden Penembakan WNI oleh Otoritas Malaysia di Komisi HAM ASEAN

Salah satu penyelenggara konferensi, Goldie Osuri, Asisten Profesor Sosiologi di Universitas Warwick, yang menerbitkan buku pada 2013 berjudul “Kebebasan Beragama di India”, menggambarkan situasi saat ini di Kashmir sebagai “bukan hanya kolonisasi dan pendudukan, tapi bisa disebut sebagai aksi genosida”.

Parveena mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa dia tidak berharap banyak kepada Perdana Menteri yang baru terpilih, Narendra Modi.

“Dia tidak berbuat banyak di Gujarat,” katanya, mengacu pada dugaan peran Modi dalam kerusuhan tiga hari di Gujarat tahun 2002, di India bagian barat, di mana lebih dari seribu orang tewas, kebanyakan korban adalah Muslim. Narendra Modi adalah pejabat tinggi Gujarat pada saat itu. (T/P09/EO2).

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Korea Utara Kutuk Rencana Trump Kuasai Gaza: “Tindakan Kejam dan Perampasan”

 

Rekomendasi untuk Anda

Dunia Islam
Dunia Islam
Indonesia
Indonesia
Dunia Islam
Indonesia
Indonesia
Kolom
Indonesia