Wanita-Wanita Palestina Serukan Penyeberangan Gaza Dibuka Kembali

Gaza, MINA – Sejumlah pada Selasa (22/10) memprotes penyeberangan Erez yang dikendalikan Israel di Jalur Gaza dan menyerukan diakhirinya blokade.

Diorganisir oleh Komite Tinggi Great March Return demonstrasi tersebut menyoroti penderitaan para wanita di Jalur Gaza sebagai akibat dari selama 12 tahun yang berlangsung di Gaza, MEMO melaporkan.

Huda Hassan, seorang lulusan universitas dan aktivis mengatakan, sekitar 17.000 hingga 18.000 mahasiswa lulus setiap tahun belum dapat menemukan pekerjaan.

“Bahkan sektor industri dan produksi, yang dulu menawarkan lebih dari 120.000 peluang kerja, sekarang tidak menawarkan lebih dari 7.000 peluang,” ujarnya.

Sektor konstruksi secara praktis mandek karena ketidakmampuan untuk mengimpor peralatan yang diperlukan. Konstruksi sendiri menawarkan sekitar 70.000 peluang kerja di daerah kantong.

Perwakilan Komite, Iktimal Hamad, mengatakan, wanita Palestina adalah korban utama blokade Gaza, mereka adalah ibu, istri, anak perempuan, guru, murid, dokter dan pasien. Mereka menderita di semua aspek blokade ilegal.

“Mereka adalah seorang istri bagi suami yang terbunuh dan seorang ibu bagi putra yang terbunuh. Namun mereka, dirinya sendiri, adalah target yang sah bagi tentara Israel, namun kami terus memprotes dan berbicara untuk hak-hak kami,” katanya.

Ibu dari Mohammad Mohaysin yang berusia sembilan bulan, yang dilarang oleh Israel untuk menemani bayinya yang sakit dalam perjalanannya ke Tepi Barat yang diduduki untuk mengakses perawatan, menjelaskan kepahitannya karena dicegah agar tidak berada di sisinya anaknya.

“Saya bukan satu-satunya wanita yang dicegah untuk tidak menemani bayi saya, ada jumlah lebih banyak. Namun saya beruntung karena anak saya memiliki kesempatan untuk bepergian dan mendapatkan perawatan, ada ribuan anak yang dicegah untuk bepergian dan puluhan anak meninggal ketika menunggu izin Israel untuk melakukan perjalanan melalui penyebrangan ini,” ujarnya.

Mohammad saat ini menerima perawatan di kota Hebron, Tepi Barat, tempat Envar Irfaiyye merawatnya sejak 8 Oktober.

“Ibunya memanggil saya dengan video talk lalu kami bicara. Mereka menjadi sangat bahagia ketika mereka melihatnya, semua kerabatnya hadir selama percakapan untuk melihatnya,” kata Envar.

Para pengunjuk rasa menyerukan kepada komunitas internasional dan lembaga-lembaga hak asasi manusia untuk membela hak-hak Palestina dan mengakhiri yang tidak adil. (T/Ast/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.