Rakhine, 24 Rabi’ul Awwal 1438/24 Desember 2016 (MINA) – Tubuh seorang pria Muslim dari sebuah desa di kota Maungdaw, Rakhine, Myanmar, ditemukan mengambang tanpa kepala di sungai sehari setelah ia berbicara dengan wartawan yang mengunjungi daerah itu.
Warga bernama Shuna Mya itu berbicara kepada wartawan dalam sebuah kunjungan yang dipandu pemerintah, Radio Free Asia melaporkan, Jumat (23/12).
Ia mengatakan warga setempat telah menyaksikan kekejaman yang dilakukan oleh pasukan keamanan yang dikerahkan ke utara Rakhine untuk mencari milisi yang menyerang pos pemeriksaan polisi pada 9 Oktober lalu.
Shuna Mya tinggal di desa Ngakhura, tempat salah satu serangan pada tiga pos penjaga perbatasan terjadi. Dia menjawab pertanyaan yang diajukan oleh wartawan dari organisasi media independen yang mengunjungi Maungdaw pada 21 Desember.
Baca Juga: Aktivis AS Serukan Boikot Black Friday, Protes Dukungan Pemerintah untuk Israel
Sejumlah penduduk desa mengatakan mereka melihat sekelompok orang mendatangi rumah Shuna Mya sekitar tengah malam pada hari yang sama.
“Kami menemukan tubuh Shuna Mya hari ini pukul 12:38,” kata Tin Maung Swe, pejabat senior pemerintah Negara Bagian Rakhine. “Dia menjawab pertanyaan wartawan pada 21 Desember dan meninggalkan rumahnya sekitar pukul 18:00 malam dan tidak kembali sampai pagi,” ungkapnya.
“Anggota keluarga telah mencari dia sejak sekitar pukul 07:00 pada 22 Desember dan menemukan tubuhnya tanpa kepala pada siang hari,” ia menambahkan.
Shuna Mya juga bertemu dengan Komisi Investigasi pemerintah Rakhine selama kunjungan ke Muangdaw pada pertengahan Desember untuk menyelidiki tindakan militer selama operasi keamanan yang berujung pada pembakaran desa-desa warga etnik Rohingya.
Baca Juga: Menlu Inggris: Israel Punya Kewajiban Hukum Intenasional
“Karena ia tidak punya masalah di desa, tampaknya dia (Shuna Mya) dibunuh karena dia menjawab pertanyaan wartawan,” kata Tin Maung Swe.
Sebelumnya, lembaga hak asasi Fortify Rights menyerukan kepada masyarakat internasional untuk bertindak mencegah kekerasan terhadap warga Muslim Rohingya yang mengarah pada pembersihan etnis atau ‘genosida’ di wilayah Rakhine.
Pendiri dan Direktur Eksekutif Fortify Rights, Matthew Smith, mendesak pemerintah Myanmar mengizinkan akses kemanusiaan dan penyaluran bantuan kemanusiaan bagi semua warga yang membutuhkan bantuan.
“Tentara Myanmar telah melakukan pelanggaran hak asasi berat, termasuk perkosaan dan pembunuhan, terhadap warga Rohingya di Rakhine,” ujar Smith saat dihubungi dari Jakarta beberapa waktu lalu. (R11/P1)
Baca Juga: Ekspor Minyak Mentah Turkiye ke Israel Tetap Lanjut Meski Ada Seruan Embargo
Miraj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Warga Demo di Depan Parlemen Eropa, Stop Genosida Gaza