SETIAP menjelang hadirnya bulan suci Ramadhan, warga Semarang, Jawa Tengah menyambut datangnya bulan tersebut dengan tradisi khas yang disebut Dugderan. Tradisi ini sudah menjadi bagian penting dari budaya masyarakat Semarang sejak abad ke-19.
Berbagai acara dan kemeriahan mewarnai prosesi Dugderan, menjadikannya salah satu momen yang dinantikan oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Selain sebagai sarana menyambut bulan Ramadhan, Dugderan juga menjadi simbol kebersamaan dan keberagaman.
Tradisi Dugderan diperkirakan mulai berkembang saat Semarang berada di bawah pemerintahan kolonial Belanda. Istilah “Dugderan” berasal dari suara “dug” yang menggambarkan suara bedug dan “der” yang melambangkan bunyi petasan atau meriam yang dulu digunakan untuk menandai awal Ramadhan.
Tradisi ini pertama kali diinisiasi oleh Bupati Semarang pada masa itu untuk menyampaikan pengumuman resmi awal puasa kepada masyarakat.
Baca Juga: Nasihat Rasulullah pada Akhir Sya’ban Menjelang Ramadhan
Dahulu, Dugderan tidak hanya berfungsi sebagai penanda awal Ramadhan, tetapi juga sebagai sarana pengingat dan pemersatu masyarakat yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan latar belakang sosial.
Dengan adanya Dugderan, warga Semarang dapat bersama-sama menyambut bulan suci dengan penuh antusiasme.
Acara Dugderan
Acara Dugderan melibatkan berbagai kegiatan yang mencerminkan budaya lokal dan semangat kebersamaan. Berikut adalah beberapa rangkaian acara yang biasanya diadakan:
Baca Juga: Kajian Surat Al-Baqarah ayat 183: Puasa Ramadhan agar Meraih Gelar Takwa
Pasar Rakyat
Sebelum puncak acara, biasanya digelar pasar rakyat yang menawarkan berbagai barang dagangan, mulai dari makanan tradisional hingga kerajinan tangan. Pasar ini menjadi tempat berkumpulnya masyarakat untuk menikmati suasana menjelang Ramadhan sambil berbelanja kebutuhan.
Kirab Budaya
Kirab budaya menjadi salah satu daya tarik utama Dugderan. Dalam kirab ini, replika Warak Ngendog, hewan mitologis khas Semarang yang melambangkan keberagaman budaya, diarak keliling kota. Warak Ngendog dipercaya sebagai simbol persatuan dan toleransi karena menggambarkan perpaduan unsur budaya Arab, Jawa, dan Tionghoa.
Pembacaan Ikrar Dugderan
Salah satu acara penting dalam Dugderan adalah pembacaan ikrar yang menandai awal puasa. Biasanya, wali kota Semarang memimpin prosesi ini dengan memukul bedug sebagai simbol dimulainya bulan Ramadhan.
Pesta Kembang Api dan Hiburan Rakyat
Setelah prosesi resmi selesai, malam hari biasanya diisi dengan pesta kembang api dan berbagai hiburan rakyat. Acara ini menjadi momen yang dinikmati oleh semua kalangan, terutama anak-anak.
Baca Juga: Makna Kata Ramadhan
Suasana Kemeriahan Dugderan
Kemeriahan Dugderan terasa sejak pagi hari hingga malam. Jalan-jalan utama di kota Semarang dipenuhi oleh warga yang ingin menyaksikan kirab budaya dan berbagai atraksi. Anak-anak tampak gembira mengikuti arakan Warak Ngendog, sementara para pedagang berlomba menarik perhatian pembeli di pasar rakyat.
Masyarakat dari berbagai latar belakang berkumpul bersama, menciptakan suasana yang penuh kegembiraan dan kebersamaan. Musik tradisional seperti gamelan Jawa dan irama tabuhan bedug semakin menambah semarak suasana.
Di malam hari, gemerlap kembang api menghiasi langit Semarang, memberikan penutup yang indah untuk rangkaian acara.
Pesan Ramadhan dari Dugderan
Dugderan tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga mengandung pesan mendalam tentang semangat Ramadhan. Tradisi ini mengingatkan masyarakat untuk menyambut bulan suci dengan hati yang bersih, penuh semangat kebersamaan, dan toleransi.
Baca Juga: Departemen Wakaf Islam Masjidil Aqsa Bersiap Sambut Ramadhan
Simbol Warak Ngendog yang menjadi ikon Dugderan mengajarkan pentingnya menjaga persatuan di tengah keberagaman.
Selain itu, Dugderan juga mengajak masyarakat untuk merenungkan makna Ramadhan sebagai waktu untuk memperbaiki diri, meningkatkan ibadah, dan mempererat hubungan sosial.
Melalui tradisi ini, warga Semarang menunjukkan bahwa menyambut bulan suci tidak hanya sebatas ritual keagamaan, tetapi juga momen untuk mempererat solidaritas dan harmoni antarwarga.
Dugderan adalah lambang kekayaan budaya Semarang yang sarat makna dan penuh warna. Tradisi ini tidak hanya melestarikan kearifan lokal, tetapi juga menjadi sarana untuk memperkuat rasa persatuan dan semangat toleransi di tengah masyarakat.
Baca Juga: Pengertian Puasa
Dengan semangat Dugderan, warga Semarang menyambut Ramadhan dengan hati yang penuh syukur dan kegembiraan, berharap bulan suci ini membawa keberkahan bagi semua, tidak hanya bagi warga Muslim saja, tetapi juga warga non-Muslim karena Islam agama yang rahmatan lil alamiin, rahmat bagi seluruh alam. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Aksi Kebaikan, Dompet Dhuafa Lampung Tebar 1445 Makanan Berbuka dan Takjil