Tunis, MINA – Warga Tunisia, sebagian besar pemilih berusia empat puluhan atau lebih, telah memutuskan untuk memboikot referendum, dengan mengatakan bahwa mereka tidak akan berpartisipasi dalam “teater Saied”.
Warga menyebut, pemungutan suara referendum, Senin (25/7) hanya untuk memperkuat konstitusi baru ala Presiden Kais Saied, yang secara luas dipandang sebagai ancaman bagi demokrasi di tempat kelahiran Arab Spring 2011.
“Saya tidak membaca konstitusi baru yang ditulis Saied, dan saya tidak akan memilih hari ini. Apa yang dibangun di atas kepalsuan adalah salah. Tidak ada argumen,” kata Khalifa, seorang mahasiswa Tunisia berusia 24 tahun, kepada The New Arab.
Menjelang hari pemungutan suara, blok “Front Keselamatan Nasional”, aliansi lima partai politik, termasuk partai Islamis Ennahda, menolak berpartisipasi dalam referendum 25 Juli.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Lima partai berhaluan kiri juga meluncurkan “kampanye nasional untuk membatalkan referendum”, menyerukan rakyat Tunisia untuk memboikot pemungutan suara.
Beberapa media Tunisia telah memboikot konferensi pers menjelang 25 Juli, sementara banyak LSM memboikot pelaksanaan referendum konstitusi, yaitu LSM I Watch.
Di sisi lain, warga Tunisia lainnya memutuskan untuk memprotes konstitusi Saied dengan muncul pada hari Senin dan menandai “Tidak” di kertas pemungutan suara.
“Banyak teman saya memutuskan untuk memboikot pemungutan suara. Saya menghormati keputusan mereka. Namun, saya pikir hanya rekor tinggi ‘Nays’ yang mungkin akan membangunkan Saied dari mimpi Ferouan-nya,” kata Najia, seorang karyawan berusia 36 tahun kepada The New Arab.
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
Di pagi hari, Saied berbicara di televisi nasional selama 20 menit menyebutkan keistimewaan konstitusinya. Dia mendesak rakyat Tunisia untuk mendukung rancangan tersebut.
Saied juga mengatakan bahwa jumlah pemilih yang rendah tidak akan mempengaruhi validitas referendum. (T/RI-1/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)