Warga Ukraina yang Terlantar Bertahan Hidup dalam Kondisi Perang

Pemandangan kawah ledakan yang dihasilkan oleh pengeboman tentara Rusia di wilayah Akademi Hewan Hewan Negara Kharkov saat serangan Rusia berlanjut ke Ukraina di Kharkiv, Ukraina pada 20 Juni 2022. (Sofia Bobok - Anadolu Agency)

Kharkiv, MINA – Perjuangan warga Ukraina untuk bertahan hidup terus berlanjut di negara itu yang dilanda perang dengan Rusia. Banyak warga sipil yang terpaksa mengungsi mencoba bertahan hidup selama konflik.

Orang-orang yang rumahnya hancur dalam pengeboman Rusia yang intens di sekitar timur laut Kharkiv dan yang tidak dapat atau tidak ingin pergi ke luar negeri atau ke bagian negara yang lebih aman, mencoba untuk bertahan hidup dengan bantuan negara dan relawan.

Sejak hari-hari pertama perang, sebagian dari mereka yang tidak punya tempat tinggal berlindung di Sanatorium Klinik Roshcha di Kharkiv.

Galina Chalaya (67) yang berlindung di sanatorium, mengatakan kepada Anadolu Agency pada kesempatan Hari Pengungsi Sedunia, dia tinggal bersama putranya di desa Ruski Tyshky di wilayah Kharkiv sebelum perang dimulai.

Wanita itu mengatakan, mereka tinggal di desa dengan nyaman dan damai sebelum perang. “Kami punya rumah. Kami hidup dalam kondisi yang baik. Kami memiliki segalanya.”

Mereka tidak pernah menyangka Rusia menyatakan perang terhadap Ukraina, kata Chalaya, karena mereka pikir itu “tidak mungkin” pada saat itu.

“Pada pagi hari 24 Februari, putra saya datang dari pasar dan memberi tahu saya bahwa perang telah dimulai. Dia mengatakan tank Rusia ada di luar dan mereka mengepung desa,” katanya.

Chalaya mengatakan, pasukan Rusia menyerang desa mereka dan ketika tentara Ukraina memasuki Ruski Tyshky pada 7 Mei, desa itu menjadi tempat “bentrokan kekerasan”.

“Sebuah rudal menghantam rumah kami dan rumah itu terbakar. Kami dievakuasi dari daerah itu bersama putra saya Vova,” tambahnya.

Chalaya, seorang wanita tua yang menggunakan tongkat dengan beberapa masalah kesehatan, yang kehilangan suaminya bertahun-tahun yang lalu, mengatakan bahwa rumah mereka hancur total karena pengeboman besar-besaran di desa mereka.

Mengungkapkan kesulitan mengungsi di negara mereka sendiri, Chalaya mengatakan, dia ingin kembali ke desa meskipun rumahnya hancur.

“Saya tidak punya tempat atau sarana untuk hidup,” keluhnya. “Semuanya telah terbakar.”

Chalaya mengatakan, dia hanya memiliki putranya yang hidup dan dia tidak dapat bergerak dengan nyaman tanpa bantuannya karena masalah kesehatannya.

“Saya sakit. Ini penyakit yang membuat saya tidak bisa duduk. Saya hanya bisa berbaring atau berjalan dengan tongkat,” katanya.

Dia mengatakan, Rusia menggunakan munisi tandan selama pertempuran, ada warga sipil yang tewas akibat serangan di desa tersebut.

“Saya punya teman yang sangat dekat. Saat perempuan malang itu duduk di rumah, sebuah bom merenggut nyawanya,” katanya. (T/RI-1/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.