Banda Aceh, MINA – Ada yang lebih dari sekadar pelepasan jamaah haji di Asrama Haji Banda Aceh, Sabtu (17/5) pagi. Ketika Kepala Badan Penyelenggara Haji Republik Indonesia (BP Haji RI), Dr. KH. Moch. Irfan Yusuf melepas Kloter Pertama Provinsi Aceh, ia tidak hanya bicara logistik dan keberangkatan.
Ia menghidupkan kembali sejarah bahwa Aceh adalah pintu awal peradaban haji Nusantara yang telah bergema sejak abad ke-16.
“Dari pelabuhan Ulee Lheue, gema takbir dan talbiyah dulu menggema di lautan, membawa semangat Islam dan peradaban ke Tanah Suci. Aceh bukan hanya wilayah, ia adalah akar spiritual bangsa ini,” ungkap Gus Irfan, sapaan akrabnya, di hadapan para jamaah dan tamu undangan.
Mengangkat sosok Syekh Abdurrauf as-Singkili sebagai figur utama warisan haji Nusantara, Gus Irfan menegaskan bahwa ibadah haji bukan hanya perjalanan ritual, tapi juga transmisi nilai dan ilmu.
Baca Juga: GMNI Kalbar Jelaskan Makna Pembelaan Terhadap Palestina di Peringatan Hari Nakba
Ia mencontohkan bagaimana para ulama Aceh dahulu menjadikan ibadah haji sebagai jalan pembaruan umat, dari pendidikan, keadaban, hingga penguatan sosial.
“Haji adalah perjalanan spiritual yang harus berdampak sosial. Kita ingin jamaah tidak hanya kembali mabrur secara pribadi, tetapi juga membawa pulang nilai-nilai perubahan dan keberadaban,” katanya.
Dari Syekh Abdurrauf hingga Spirit Mabrur
Sejak abad ke-16, pelabuhan Ulee Lheue di pesisir barat Banda Aceh menjadi gerbang utama umat Islam Nusantara yang hendak menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.
Baca Juga: Syariat Al-Jamaah Sejak Nabi Nuh: Mengapa Sebagian Orang Menolak?
Pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, pelabuhan tersebut bukan hanya menjadi pusat perdagangan internasional, tetapi juga titik awal perjalanan spiritual umat, menghubungkan para penuntut ilmu, pedagang, dan jamaah haji dari seluruh wilayah Sumatra hingga ke Timur Tengah.
Berlayar selama berbulan-bulan dengan kapal layar, jamaah dari Aceh membawa serta semangat dakwah dan keilmuan. Banyak dari mereka yang kembali ke tanah air sebagai ulama dan tokoh masyarakat.
Salah satu tokoh legendaris ialah Syekh Abdurrauf as-Singkili, yang tidak hanya menunaikan haji tetapi juga menimba ilmu di Makkah dan Madinah selama bertahun-tahun, sebelum pulang untuk membangun pondok-pondok pendidikan Islam yang kuat dan berpengaruh di Aceh.
Tradisi ini berlanjut turun-temurun, menjadikan Aceh tidak hanya dikenal sebagai Serambi Mekah, tetapi juga sebagai pionir perjalanan haji dari kepulauan Nusantara. Dalam catatan Belanda dan Arab, keberangkatan jamaah haji dari Aceh selalu tercatat sebagai bagian penting dalam peta spiritual dan sosial dunia Islam regional.
Baca Juga: Seruan Kemanusiaan dari Monas Jakarta, Hentikan Genosida di Gaza
Hari ini, meski jamaah tidak lagi menempuh perjalanan laut dari Ulee Lheue, jejak sejarah itu tetap hidup dalam semangat keberangkatan haji masyarakat Aceh, yang hingga kini masih menjadi salah satu provinsi dengan antusiasme dan antrean jamaah haji terpanjang di Indonesia.
Pesan dari Presiden
Gus Irfan juga menyampaikan salam dan arahan langsung dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang memberi perhatian penuh terhadap kelancaran dan kualitas penyelenggaraan haji. Presiden, menurutnya, menekankan pentingnya penyediaan layanan terbaik bagi seluruh jamaah.
“Inilah alasan utama BP Haji RI dibentuk, yakni memastikan setiap jamaah diberangkatkan dalam keadaan baik, sehat, selamat, dan kembali membawa kemabruran,” ucapnya.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Akhir Pekan Ini Diguyur Hujan Sore Hari
Ia pun menegaskan kembali tiga fondasi utama yang harus dijaga, yakni Tri Sukses Haji, yang meliputi kesuksesan ibadah ritual, pemberdayaan ekonomi umat, dan penguatan peradaban. Ketiga aspek ini, kata Irfan, telah lama menjadi ciri khas tradisi haji para ulama Aceh.
Kepada para petugas haji, Gus Irfan memberikan pesan khusus, mengutamakan pelayanan kepada jamaah bahkan di atas ibadah pribadi ketika keduanya berbenturan.
“Kita ini melayani tamu-tamu Allah. Maka keikhlasan dan profesionalisme menjadi kunci utama keberhasilan haji tahun ini,” ujarnya.
393 Jamaah Aceh Siap Menuju Tanah Suci
Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Memburuk, Warga Rentan Wajib Memakai Masker
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh, Azhari, melaporkan, kloter pertama diberangkatkan dengan total 393 jamaah dan 7 petugas, yang akan tinggal di Sektor 9, Misfalah, Makkah.
Jamaah termuda berasal dari Banda Aceh, yakni Sakina (20), sementara jamaah tertua adalah Taqiyah binti Moh Yusuf (87).
Tahun ini, Aceh memberangkatkan 4.378 jamaah. Namun di balik angka itu tersimpan fakta mencengangkan, masa tunggu haji di Aceh kini mencapai 34 tahun, dengan lebih dari 135.000 calon jamaah masih menunggu giliran.
Bukan Sekadar Serambi Mekah
Baca Juga: GEN-A Bina Literasi Spiritual Anggota Muda dengan Ngaji Al-Qur’an
Acara pelepasan tersebut menandai bukan hanya keberangkatan fisik, melainkan kontinuitas sejarah. Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf, yang turut hadir dalam acara tersebut, menekankan pentingnya kesabaran dan keikhlasan dalam melaksanakan ibadah haji.
“Kami berharap jzmaah Aceh tahun ini pulang membawa kemabruran hakiki,” tuturnya.
Dengan akar sejarah yang kuat, dedikasi pelayanan, dan semangat spiritual yang tinggi, Aceh kembali menunjukkan peran strategisnya dalam penyelenggaraan haji nasional, sebagai warisan peradaban yang terus hidup, dan sebagai model penyelenggaraan haji yang bermartabat bagi Indonesia dan dunia.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menteri Ketenagakerjaan Lantik Cris Kuntadi Sebagai Sekjen