Kairo, 10 Syawal 1434/ 17 Agustus 2013 (MINA) – Seorang staf lembaga pemantau Timur Tengah berpusat di London, Inggris menyatakan bahwa wartawan yang sedang meliput kejadian di lokasi aksi demonstrasi pro-Mursi menjadi target serangan pihak keamanan militer Mesir.
Sejak pembubaran paksa aparat keamanan Mesir Rabu (14/8), setidaknya lebih dari 2700 warga meninggal dan ribuan lainnya luka-luka. Sementara korban tewas terus meningkat, termasuk yang menjadi korban adalah para wartawan.
“Dalam rangka untuk mengungkapkan apa yang sedang terjadi, wartawan dipaksa mempertaruhkan nyawa mereka,” kata Shazia Arshad, staf Middle East Monitor (MEMO) urusan Pejabat Parlemen dalam sebuah artikel yang ditulisnya di laman resmi MEMO yang dikutip Mi’raj News Agency (MINA), Sabtu (17/8).
Tragedi pembantaian Rabu lalu telah menyebabkan keprihatinan yang lebih besar bagi lembaga media dengan adanya korban dari wartawan, setidaknya empat wartawan dilaporkan tewas.
Baca Juga: Warga Palestina Bebas setelah 42 Tahun Mendekam di Penjara Suriah
Keempat wartawan yang dilaporkan tewas yaitu Mike Dean (juru kamera Sky News Inggris), Habeeba Abdelaziz (wartawan surat kabar XPRESS Dubai), Ahmed Abdel Gawad (jurnalis Al-Akhbar Mesir) dan Mosab El-Shami Rassd (wartawan RNN).
Sebelumnya, pada awal kudeta militer mesir, salah satu juru kamera dari surat kabar sayap politik Ikhwanul Muslimin, Al-Horia Wa Al-Adala bernama Ahmed Samir Assem (26) merekam detik-detik kematiannya sendiri dengan mengarahkan kamera pada penembak jitu yang menembaknya di lingkungan markas besar pasukan elit Mesir, Garda Republik, Kairo, Senin (8/7).
Selain kobrna meninggal, sejumlah wartawan mengalami luka-luka, pelecehan, dan penahanan.
Asmaa Waguih, wartawan Reuters, menderita luka serius setelah dirinya ditembak di kaki saat penyerangan militer Mesir. Sementara seorang fotografer Associated Press ditembak di bagian belakang leher dan Mohammed Zaki, juru kamera Al-Jazeera, juga tertembak di lengan.
Baca Juga: Faksi-Faksi Palestina di Suriah Bentuk Badan Aksi Nasional Bersama
Tarek Abbas dari surat kabar Al-Watan ditembak di kaki dan mata, serta fotografer Ahmed Najjar terluka di lengan.
Selain luka yang dialami wartawan, sejumlah lembaga media juga menjadi target serangan militer Mesir. TV Al-Jazeera dan TV Al-Quds (stasiun TV Palestina berbasis di Beirut) melaporkan bahwa sinyal mereka macet pada titik-titik tertentu selama liputan mereka pada Rabu lalu.
Al-Jazeera berulang kali terpaksa harus beralih satelit dalam beberapa pekan terakhir, untuk memastikan layanan berkelanjutan pantauan situasi di Mesir.
Salah seorang wartawan, Abdullah Al-Shamy, ditahan hingga kini. Mike Giglio, seorang reporter untuk Daily Beast, melaporkan bahwa ia juga telah ditangkap dan dipukuli oleh pasukan keamanan Mesir.
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan
“Ditangkap, dipukuli oleh pasukan keamanan di Rabaa dan kemudian ditahan,” tulis Al-Shamy dalam akun twitternya, Rabu (14/8).
Patrick Kingsley dari The Guardian Inggris juga melaporkan telah ditahan oleh pasukan keamanan. Sementara seorang wartawan Washington Post diancam dengan mengatakan bahwa akan ditembak kakinya.
Wartawan Inggris Tom Finn berbicara langsung kepada Huffington Post sesaat setelah dibebaskan dari penangkapannya. Dia mengungkapkan bahwa kameranya dirampas dan foto-foto hasil jepretannya dihapus.
Finn mengklaim bahwa situasi dibuat sulit bagi wartawan untuk mendapatkan akses ke lokasi para demonstran pro-Mursi. Meskipun telah mengenakan kartu pers mereka, tapi militer mencegah wartawan mendokumentasikan kekejaman yang terjadi.
Baca Juga: KBRI Damaskus Evakuasi 37 WNI dari Suriah
Dalam serangan militer terbesar yang belum pernah terjadi di Mesir sejak presiden Mesir terguling Muhammad Mursi itu, militer dan pasukan keamanan mengerahkan kekuatan penuh terhadap warga sipil tak bersenjata.
“Saat pemerintah dan badan-badan internasional tidak mengakui besarnya peristiwa yang berlangsung di depan mata kita, wartawan dan lembaga media melaporkan dengan cepat peristiwa pembantaian militer Mesir,” lapor Finn.
Bahkan Washington Post dan New York Times yang biasanya mencerminkan kebijakan resmi gedung putih, menyimpang dari jalurnya dan melaporkan peristiwa yang terjadi sebenarnya yaitu tindakan brutal rezim kudeta yang dipimpin militer.
Harus Bertanggung Jawab
Baca Juga: Jejak Masjid Umayyah di Damaskus Tempat al-Julani Sampaikan Pidato Kemenangan
Meskipun keadaan darurat nasional kini telah diberlakukan atas Mesir, para wartawan tetap dibebaskan meliput pada jam malam.
Tom Finn bertanya-tanya apakah hal itu benar-benar akan terjadi menyusul dirinya, sebab menurutnya penembak jitu telah siap menembak dari atap.
Komite untuk Perlindungan Wartawan yang berbasis di Washington mengatakan, Pemerintah Mesir harus mengizinkan semua wartawan untuk bekerja secara bebas.
Mesir juga harus melakukan investigasi segera pada siapa yang membunuh juru kamera asal Inggris untuk Sky News, Mike Dean dan wartawan-wartawan lainnya yang terbunuh.
Baca Juga: Pemerintahan Transisi Suriah Dipercayakan kepada Mohamed Al-Bashir
“Pemimpin kudeta harus mengindahkan kutukan internasional dan bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan,” tegas Komite itu. (T/P02/R1).
Mi’raj News Agency (MINA)