GULA meskipun memberikan rasa manis yang menyenangkan, bisa menjadi “musuh tersembunyi” bagi kesehatan tubuh jika dikonsumsi secara berlebihan.
Di balik kenikmatan rasa manisnya, gula memiliki dampak yang serius bagi kesehatan jangka panjang. Ketika tubuh terpapar gula berlebihan, berbagai tanda dan gejala bisa muncul, menunjukkan bahwa tubuh kita sedang berjuang melawan kelebihan tersebut.
Mulai dari gangguan energi hingga masalah lebih serius, tanda-tanda ini sering kali diabaikan. Jika Anda merasa tubuh Anda tidak lagi berfungsi seperti biasanya, mungkin sudah saatnya untuk waspada.
Berikut adalah 10 tanda tubuh yang menunjukkan Anda mungkin kelebihan gula, yang perlu Anda kenali sebelum terlanjur menimbulkan masalah kesehatan yang lebih besar.
Baca Juga: 10 Buah untuk Kesehatan dan Panjang Umur
Pertama, Kelelahan Berlebihan
Konsumsi gula yang tinggi menyebabkan lonjakan glukosa darah yang cepat, diikuti oleh penurunan tajam akibat pelepasan insulin yang berlebihan. Fenomena ini dikenal sebagai “sugar crash”, yang mengakibatkan tubuh merasa lelah dan kurang bertenaga. Studi dalam Diabetes Care (2018) menunjukkan bahwa individu dengan diet tinggi gula mengalami tingkat kelelahan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang mengonsumsi karbohidrat kompleks dalam jumlah seimbang.
Kedua, Berat Badan Naik
Gula berlebih yang tidak digunakan sebagai energi akan disimpan dalam bentuk lemak. Penelitian dari The American Journal of Clinical Nutrition (2019) menyatakan bahwa fruktosa dalam makanan olahan meningkatkan lipogenesis (pembentukan lemak) di hati, sehingga mempercepat kenaikan berat badan dan obesitas. Selain itu, konsumsi gula yang tinggi memicu resistensi leptin, hormon yang mengatur rasa kenyang, sehingga seseorang cenderung makan lebih banyak.
Baca Juga: Sembilan Manfaat Kolagen Bagi Tubuh Berdasarkan Penelitian
Ketiga, Sering Haus dan Lapar
Lonjakan gula darah membuat ginjal bekerja lebih keras untuk mengeluarkan kelebihan glukosa melalui urin, menyebabkan dehidrasi. Journal of Endocrinology (2020) menjelaskan bahwa tubuh yang mengalami dehidrasi akan mengirim sinyal rasa haus yang lebih sering. Selain itu, kadar gula yang tidak stabil dalam darah juga menghambat sinyal kenyang di otak, menyebabkan seseorang merasa lebih lapar.
Keempat, Sering Buang Air Kecil
Gula yang berlebih dalam darah menarik lebih banyak cairan ke dalam ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin. Kondisi ini disebut poliuria, yang umum terjadi pada penderita pradiabetes dan diabetes. The Lancet Diabetes & Endocrinology (2021) melaporkan bahwa individu dengan konsumsi karbohidrat tinggi memiliki risiko lebih besar mengalami disfungsi ginjal akibat peningkatan filtrasi glomerulus yang berlebihan.
Baca Juga: Waspada DBD di Musim Penghujan
Kelima, Masalah Kulit
Gula dapat meningkatkan produksi sebum (minyak) dan peradangan kulit, yang berkontribusi terhadap jerawat dan eksim. Studi dalam Journal of the American Academy of Dermatology (2017) menemukan bahwa diet dengan indeks glikemik tinggi meningkatkan prevalensi jerawat hingga 30% lebih tinggi dibandingkan diet rendah gula. Selain itu, gula berlebih merangsang glikasi, proses yang merusak kolagen dan mempercepat penuaan kulit.
Keenam, Perut Kembung
Gula yang tidak dicerna dengan baik dapat difermentasi oleh bakteri di usus, menghasilkan gas yang menyebabkan perut kembung dan ketidaknyamanan. Gastroenterology Research and Practice (2019) melaporkan bahwa konsumsi tinggi fruktosa dapat mengganggu keseimbangan mikrobiota usus, menyebabkan disbiosis, yang berkontribusi terhadap gangguan pencernaan seperti sindrom iritasi usus (IBS).
Baca Juga: Peran Hijamah dalam Mengatasi Penyakit, Harmoni Thibbun Nabawi dan Sains Modern
Ketujuh, Gangguan Pencernaan
Pola makan tinggi gula sering dikaitkan dengan peradangan pada usus dan peningkatan risiko penyakit pencernaan. Sebuah penelitian dalam Gut Microbes (2022) menemukan bahwa diet kaya gula mengurangi keragaman mikrobiota usus dan memperburuk permeabilitas usus, yang dikenal sebagai leaky gut syndrome. Kondisi ini meningkatkan risiko gangguan pencernaan seperti diare, sembelit, dan peradangan usus kronis.
Kedelapan, Penurunan Sistem Kekebalan Tubuh
Studi dalam The Journal of Immunology (2020) menemukan bahwa lonjakan kadar glukosa darah dapat menghambat fungsi sel darah putih hingga 50% selama beberapa jam setelah konsumsi gula. Hal ini menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap infeksi virus dan bakteri. Selain itu, gula berlebih meningkatkan peradangan sistemik yang melemahkan respon imun.
Baca Juga: Khasiat Siwak: Bukti Ilmiah dan Sunnah Nabi untuk Kesehatan Gigi
Kesembilan, Mudah Emosi dan Stres
Gula memengaruhi produksi neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin, yang berperan dalam mengatur suasana hati. Penelitian dalam Nature Neuroscience (2019) menunjukkan bahwa pola makan tinggi gula dikaitkan dengan peningkatan kecemasan dan depresi. Lonjakan dan penurunan kadar gula darah yang cepat juga memicu stres oksidatif, yang berdampak pada keseimbangan hormon stres seperti kortisol.
Kesepuluh, Kesulitan Fokus
Ketidakseimbangan kadar gula darah mengganggu fungsi otak, khususnya dalam hal memori dan konsentrasi. Journal of Neuroscience (2021) melaporkan bahwa diet tinggi gula mempercepat resistensi insulin di otak, yang dapat menyebabkan gangguan kognitif. Konsumsi gula berlebih juga dikaitkan dengan risiko penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer.
Baca Juga: Cara Efektif Mengelola Stres agar Tetap Produktif
Dengan memahami dampak ilmiah dari konsumsi gula berlebih dan kurangnya aktivitas fisik, kita dapat lebih waspada terhadap pola makan dan gaya hidup yang lebih sehat.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Rahasia Manfaat Buah Pepaya untuk Hidup Sehat dan Bugar