Khartoum, MINA – Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan pada Selasa (9/5), mereka berencana menjangkau 380.000 orang yang rentan di Sudan “segera”.
WFP Sudan mengatakan kepada Anadolu dalam sebuah pernyataan, badan tersebut tetap berkomitmen untuk membantu orang-orang yang paling rentan di Sudan, bahkan setelah penjarahan kantor utamanya baru-baru ini.
Badan tersebut mengatakan telah menjangkau lebih dari 35.000 orang di tiga negara bagian – Gedaref, White Nile, dan Kassalam – dengan bantuan makanan darurat selama dua bulan, termasuk pengungsi dan pengungsi internal, sejak penangguhan sementara dicabut pekan lalu.
Ia menambahkan, distribusi makanan darurat untuk warga Sudan yang baru mengungsi di Negara Bagian Gezira akan dimulai dalam beberapa hari mendatang.
Baca Juga: Joe Biden Marah, AS Tolak Surat Penangkapan Netanyahu
“Kami memiliki niat untuk melanjutkan pekerjaan penyelamatan hidup dan berencana untuk menjangkau lebih dari 380.000 orang segera,” katanya.
Lebih jauh dari itu, WFP Sudan meningkatkan operasinya selama beberapa bulan mendatang untuk membantu hampir 5 juta orang rentan di seluruh Sudan, termasuk pengungsi baru, komunitas tuan rumah yang rentan, dan pengungsi yang sudah ada sebelumnya (pengungsi internal).
Hampir seperempat dari stok makanan WFP dijarah selama akhir pekan di kantor utama badan tersebut di ibu kota Sudan, Khartoum.
Secara keseluruhan, sekitar 17.000 metrik ton makanan telah diambil, sebagian besar dalam beberapa hari pertama pertempuran, senilai setidaknya $13 juta, menurut PBB.
Baca Juga: Inggris Hormati Putusan ICC, Belanda Siap Tangkap Netanyahu
Pada tanggal 15 April, pertempuran meletus antara tentara Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter di Khartoum dan sekitarnya.
Ketidaksepakatan telah muncul dalam beberapa bulan terakhir antara tentara Sudan dan RSF atas integrasi RSF ke dalam angkatan bersenjata, syarat utama dari perjanjian transisi Sudan dengan kelompok-kelompok politik.
Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat dalam sebuah langkah yang dikecam oleh kekuatan politik sebagai “kudeta”.
Masa transisi Sudan, yang dimulai pada Agustus 2019 setelah penggulingan Presiden Omar al-Bashir, dijadwalkan berakhir dengan pemilu pada awal 2024. (T/RI-1/R1)
Baca Juga: Guido Crosseto: Kami akan Tangkap Netanyahu Jika Berkunjung ke Italia
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza