Jenewa, MINA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan peringatan serius terkait meningkatnya risiko epidemi global virus chikungunya, menyusul lonjakan kasus di berbagai wilayah dunia.
WHO mendesak negara-negara untuk segera mengambil langkah konkret guna mencegah penyebaran yang lebih luas dan menghindari krisis kesehatan seperti dua dekade silam.
Dalam pernyataan resminya, Kamis (24/7), WHO menyebut telah mengidentifikasi tanda-tanda awal penyebaran chikungunya yang mirip dengan pola wabah global pada tahun 2004–2005. Saat itu, virus menyebar dari kawasan Samudra Hindia hingga menginfeksi hampir setengah juta orang di seluruh dunia.
“Sejak awal 2025, beberapa wilayah seperti Réunion, Mayotte, dan Mauritius telah melaporkan lonjakan besar kasus chikungunya. Di Réunion, bahkan diperkirakan sepertiga dari populasinya telah terinfeksi,” kata Diana Rojas Alvarez, pakar virologi WHO.
Baca Juga: Yunani Dilanda Gelombang Panas Ekstrem
Chikungunya merupakan penyakit menular yang ditularkan oleh nyamuk, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit ini menimbulkan demam tinggi dan nyeri sendi parah yang bisa melemahkan penderita hingga berminggu-minggu. Dalam sejumlah kasus, terutama pada kelompok rentan seperti lansia dan orang dengan penyakit bawaan, infeksi dapat berakibat fatal.
WHO menyebut saat ini virus telah terdeteksi di 119 negara dan berpotensi mengancam hingga 5,6 miliar orang, terutama di wilayah tropis dan subtropis yang menjadi habitat utama nyamuk penyebar virus.
“Virus ini kini juga menyebar ke kawasan Afrika Timur seperti Madagaskar, Somalia, dan Kenya. Sementara Asia Selatan dilaporkan mulai mengalami penularan dalam skala epidemi,” kata Rojas.
Di Eropa, beberapa kasus impor terkonfirmasi, termasuk penularan lokal di Prancis, serta kasus dugaan di Italia, yang semuanya dikaitkan dengan penyebaran dari kawasan Samudra Hindia. Ini menandakan potensi globalisasi virus melalui mobilitas manusia.
Baca Juga: Perbatasan Memanas, Kuil Ta Moan dan Ta Krabei Jadi Medan Tempur Thailand-Kamboja
Meski tingkat kematian akibat chikungunya relatif rendah—di bawah satu persen—WHO menekankan bahwa risiko tetap besar apabila jutaan orang terinfeksi. “Ribuan nyawa bisa melayang jika sistem respons kesehatan tidak disiapkan dengan baik,” tegas Rojas.
WHO mengimbau pemerintah di seluruh dunia untuk memperkuat sistem deteksi dini, kesiapsiagaan, serta mempercepat pelatihan tenaga medis dan penyediaan fasilitas laboratorium untuk deteksi cepat chikungunya.
Selain itu, masyarakat juga diminta melakukan langkah-langkah pencegahan sederhana seperti menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu, lotion anti nyamuk, serta menguras tempat penampungan air secara berkala.
Saat ini, belum tersedia vaksin khusus untuk chikungunya. Meski demikian, sejumlah negara telah melakukan uji coba klinis terhadap kandidat vaksin yang diharapkan dapat membantu menekan laju penyebaran di masa mendatang.[]
Baca Juga: KBRI Bangkok Imbau WNI Waspadai Eskalasi Konflik Thailand-Kamboja
Mi’raj News Agency (MINA)