Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wisata Rumah Ibadah Bagi Anak untuk Belajar Toleransi, Bagaimana Menurut Islam?

Arina Islami - Senin, 13 Mei 2024 - 17:40 WIB

Senin, 13 Mei 2024 - 17:40 WIB

5 Views

Baru-baru ini sempat ramai di media sosial terkait siswa Sekolah Dasar (SD) yang diajak oleh gurunya untuk berkunjung ke tempat-tempat ibadah berbagai agama, seperti gereja dan wihara. Kegiatan ini dikenal sebagai Wisata Rumah Ibadah. Sang Guru mengatakan, ini menjadi upaya penanaman nilai toleransi kepada anak sejak dini.

Namun, kegiatan tersebut menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Lantas bagaimana pendidikan Islam memandang kegiatan yang diklaim menumbuhkan toleransi pada anak-anak ini?

Ustaz Muhammad Adnan Fairuz, Lc, Kepala Sekolah MI Tahfidz Al-Fatah Cileungsi Bogor memberikan penjelasan soal masalah tersebut.

Menurut Gus Fairuz, sapaan akrabnya, dalam sudut pandang pendidikan Islami bagi anak usia dini, masa anak-anak adalah masa pembentukan akidah, akhlak, dan ibadah. Seorang Muslim sesuai dengan fitrahnya wajib mengimani bahwa:

Baca Juga: Pilkada 2024 Ajang Merajut Persaudaraan

1. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, takut kepada Allah dan merasa diawasi Allah.

Dari Ibnu Umar radliyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda, “Jangan acungkan tongkat kepada keluargamu, didiklah agar mereka takut kepada Allah.” (HR Ahmad, Al Hakim, At Thabrani)

Dalam riwayat At Tirmidzi, Rasulullah pun berpesan kepada Ibnu Abbas saat keduanya tengah duduk berkendara, “Jagalah perintah Allah (kapan pun dan di mana ppun) maka Allah akan menjagamu. Jagalah perintah Allah, engkau dapati Allah ada di hadapanmu. Bila kau meminta tolong, mintalah kepada Allah.”

Perhatikan dua riwayat di atas. Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam memperhatikan masa kecil sebagai masa pendidikan akidah anak-anak untuk mengenal Allah. Hal itu ditujukan agar seorang anak sedari dini takut kepada Allah, dengan bermaksiat dan melanggar perintah-perintah-Nya.

Baca Juga: Amalan-Amalan di Bulan Rabiul Awal

Dari segi akidah, usia dini adalah masa menanamkan pada jiwa anak-anak yang masih bersih, bahwa tidak ada tuhan yang haq disembah selain Allah. Mengingkari kesyirikan, mengingkari adanya tuhan-tuhan selain Allah.

Lalu, bagaimana halnya dengan kegiatan anak anak mengunjungi gereja, tempat di mana Allah disekutukan? Tentu hal itu menjadi sebuah kontradiksi.

2. Potret anak-anak kecil di zaman Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam yang menjadi hasil didikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Mari kita baca apa yang diceritakan Abdurrahman bin Auf. Saat Perang Badar tengah berkecamuk, tiba-tiba di kanan kirinya berdiri anak-anak belia yang hadir turut berjihad.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel

Salah seorang di antaranya bertanya, “mana yang namanya Abu Jahal?” Tak mau kalah, satu lagi yang di sisi kiri juga bertanya hal yang sama.

Saat keduanya melihat Abu Jahal, keduanya bergegas menuju tokoh musyrik Quraisy ini dan terlibat perkelahian sengit hingga akhirnya Abu Jahal tumbang di tangan dua anak belia.

Kisah itu menjadi bukti bahwa anak-anak didikan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam sangat teguh dalam berpegang pada tauhid dan sangat menentang kemusyrikan dan menentang tokoh-tokoh kemusyrikan.

Mereka bukan tak tahu toleransi. Tapi, akidah yang tertancap dalam jiwa mereka tak bisa menerima kemusyrikan sebagai hal biasa.

Baca Juga: Doa Hari Jumat yang Diamalkan Rasulullah

Tentu, pada zaman itu, para tokoh kesyirikan itu mereka memusuhi Nabi, sehingga mereka melakukan pembelaan terhadap beliau. Lain halnya dengan ketika mereka berada di Madinah. Mereka hidup rukun, saling menghormati dan berpegang teguh pada perjanjian Madinah. Saat itu, di Madinah memang kaum Muslimin hidup berdampingan dengan kaum Yahudi, dan kaum yang belum memeluk Islam.

Sebagai Muslim, kita tentu harus mencontoh suri tauladan terbaik kita yakni Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Dengan demikian, maka penanaman nilai toleransi bukan tidak boleh, hanya menurut penulis, belum waktunya jika anak usia dini —dalam hal ini— diperkenalkan cara beribadah dan tempat ibadah agama lain yang bertentangan dengan agama dan keyakinannya.

Anak-anak seharusnya lebih dulu dikuatkan soal akidah, sehingga ketika dewasa kelak ia mampu mempertahankan agamanya dan meyakini bahwa hanya Islam lah yang diterima di sisi Allah.[]

Baca Juga: Kepemimpinan Umat Islam dan Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Kolom
Kolom
Indonesia
Indonesia
MINA Millenia
MINA Sport
MINA Health
Asia
Indonesia