New York, MINA – Keretakan telah muncul antara Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz dan Pangeran Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) mengenai apakah Kerajaan harus mengikuti Bahrain dan UEA dalam menormalisasi hubungan dengan Israel, menurut sebuah laporan di Wall Street Journal (WSJ).
Laporan WSJ memgatakan, di saat Raja Salman berjanji setia pada posisi pan-Arab yang telah lama memboikot Israel dan mendukung kenegaraan Palestina, Putra Mahkota MBS justru melihat peluang dalam prospek bisnis dengan Israel dan permusuhan timbal balik terhadap Iran, demikian dikutip dari The New Arab.
Raja berusia 84 tahun itu dilaporkan “tercengang” ketika Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa Israel dan UEA telah setuju membangun hubungan diplomatik penuh, menurut sumber-sumber yang mengetahui masalah tersebut, termasuk penasihat Saudi.
Para sumber juga mengatakan, MBS ternyata kurang terkejut. Dia tidak memberi tahu ayahnya, takut ada penentangan atas dasar kesepakatan yang tidak menyebutkan status kenegaraan Palestina.
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Menurut WSJ, kemarahan Raja Salman pada kesepakatan itulah yang mendorongnya untuk memerintahkan menteri luar negerinya menyatakan kembali dukungan Kerajaan untuk negara Palestina merdeka berdasarkan pra-1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Laporan WSJ mencatat, terlepas dari tantangannya, ketegangan di pengadilan kerajaan Saudi menunjukkan bahwa posisi pan-Arab Kerajaan yang berusia puluhan tahun dalam konflik Israel-Palestina dapat berubah lebih cepat dari yang diperkirakan.
Media itu juga menulis, orang-orang muda Saudi saat ini jauh lebih tidak peduli dengan penderitaan orang-orang Palestina daripada orang-orang tua mereka, yang tumbuh dengan kekalahan memalukan dari dua perang Arab-Israel. (T/RI-1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata