Oleh: Ali Farkhan Tsani, Duta Al-Quds, Redaktur Senior Kantor Berita MINA
Sebuah rencana kontroversial diajukan Pemerintah Penddukan Israel setahun terakhir ini yaitu membangun kereta gantung melintasi di atas Kota Tua Yerusalem. Pogram ini disebut “green cable car” .
Program ini mendapat banyak tantangan, sehingga ada yang mengajukannya ke Mahkamah Agung Israel. Kasus ini sedang ditangani Mahkamah Agung. .
Menurut pendudukan Israel, ada beberapa alasan perlunya mengadakan kereta gantung ini karena meningkat pesatnya jumlah kedatangan turis dalam lima tahun terakhir ini.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Salah satu alasan adalah untuk mengatasi kemacetan lalulintas karena padatnya kendaraan pariwisata di jantung kota Yerusalem, tempat jutaan orang datang mengunjungi beberapa situs paling suci di dunia untuk umat Kristen, Yahudi dan Muslim.
Alasan lainnya adalah mengurangi pencemaran udara dari asap knalpot kendaraan yang mengepul apalagi saat kemacetan.
Alasan berikutnya adalah untuk mempermudah akses yang ada di wilayah tenggara Yerusalem.
BadanPariwisata Israel menyebutkan, ada sekitar 4,5 juta orang mengunjungi wilayah pendudukan Israel tahun lalu. Banyak dari mereka bergabung dengan pemandu wisata Yerusalem yang menurunkan penumpang di salah satu dari tujuh gerbang terbuka Yerusalem, untuk menghindari kemacetan.
Baca Juga: Roket Hezbollah Hujani Tel Aviv, Warga Penjajah Panik Berlarian
Israel melihat kereta gantung sebagai komponen utama, dengan perjalanan yang direncanakan dapat membawa sekitar 3.000 orang per jam di setiap jalurnya.
Rutenya sepanjang 1,4 km, dari Yerusalem Barat sebagai stasiun awal, yang dilengkapi bar dan restoran, dan Dung Gate di timur laut. Akan ada perhentian kedua sebelum naik ke atas bukit rerumputan dan turun di Bukit Zion.
Setelah stasiun di puncak bukit, kereta gantung akan memulai bagian yang paling kontroversial, yaitu menuju Yerusalem Timur, tempat Masjidil Aqsa berdiri, melewati kawasan Silwan, yang terletak tepat di sebelah selatan Al-Aqsa.
Ditentang
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Proyek infrastruktur di daerah itu sudah tentu ditentang keras oleh Palestina, yang melihat Yerusalem Timur sebagai ibukota masa depan negara itu.
Kalangan warga setempat, di Silwan, juga bersikukuh proyek itu tidak boleh dilanjutkan.
“Itu akan mengganggu penghuni warga. Di mana kereta itu akan menyeberang? Di atas rumah warga khan?” Tanya Shawky, seperti disebutkan The Jerusalem Post edisi Selasa (25/2/2020).
Menurut pria berusia 52 tahun itu, daerah yang akan dilewati kereta gantung berdasarkan rencana, adalah daerah pemukim tinggal, bukan tempat wisatawan untuk pergi. Ada tempat-tempat lain di mana mereka bisa melakukannya.
Baca Juga: Sebanyak 1.000 Dokter dan Perawat Gugur akibat Agresi Israel di Gaza
Belum lagi, penggalian bawah tanah sebagai upaya lebih lanjut oleh Israel untuk mengklaim kepemilikan historis atas tanah di sekitar Yerusalem.
Bayan Abbasi, Koordinator Pusat Kreatif Madaa Silwan mengatakan, otoritas pendudukan Israel berusaha mengendalikan bawah tanah dan juga langitnya sekarang, melalui proyek kereta gantung itu.
“Saya pikir itu ide yang salah, karena itu akan berada di atas rumah kami, jadi tidak akan ada privasi,” katanya.
Sementara Kementerian Pariwisata dan Otoritas Pembangunan Israel di Yerusalem, telah menyiapkan anggaran proyek senilai $ 60 juta (lebih dari Rp 838 miliar).
Baca Juga: Netanyahu Kembali Ajukan Penundaan Sidang Kasus Korupsinya
Israel bersikukuh, proyek tersebut sebagai tonggak penting dalam mempromosikan Yerusalem dan memperkuat statusnya sebagai ibukota pariwisata dunia.
Otoritas pendudukan menggambarkan kereta kabel itu sebagai proyek hijau yang akan mengatasi lalu lintas di perbukitan Yerusalem.
Proyek itu telah mendapat lampu hijau dari Komite Perumahan Israel pada bulan November 2019. Sebuah langkah yang oleh pejabat tinggi Palestina Hanan Ashrawi digambarkan sebagai “serangan illegal.”
Proposal kereta gantung itu kini tengah ditangani Mahkamah Agung.
Baca Juga: Hujan Deras Rusak Tenda-Tenda Pengungsi di Gaza
Organisasi non-pemerintah Emek Shaveh. yang dipimpin Emek Shaveh, bekerja untuk mempertahankan warisan budaya dan melindungi situs kuno sebagai aset publik.
Emek Shaveh berpendapat bahwa komite seharusnya tidak menyetujui proyek pada masa pemerintah transisi saat ini. Politik Israel sedang gonjang-ganjing karena pemilu tak menghasilkan partai pemenang mayoritas sehingga gagal membentuk pemerintah baru. Posisi PM Netanyahu jadi tak menentu.
Yonathan Mizrachi, Direktur Emek Shaveh, mengatakan warga Silwan juga telah mengajukan keberatan mereka terhadap proyek tersebut. Sidang gabungan Mahkamah Agung dijadwalkan pada akhir Juni mendatang.
Beberapa laporan menyebutkan, jika disahkan, kereta gantung itu akan beroperasi pada akhir tahun 2020, dan akan dibuka secara resmi pada awal tahun 2021.
Baca Juga: Abu Obaida: Sandera Perempuan di Gaza Tewas oleh Serangan Israel
Harus Dihentikan
Ketua Komisi Tertinggi Islam di kota suci Yerusalem (Al-Quds), Syaikh Ikrima Shabri, memperingatkan agar waspada terhadap proyek kereta gantung tersebut yang menurutnya bertujuan memaksakan Yahudisasi di kawasan Baitul Maqdis, Terusalem, dan menghapuskan peninggalan Islam di sana. Seperti nanti akan memaksakan penggusuran tanah-tanah waqaf yang akan dilalui kereta gantung tersebut.
“Siapapun tahu bahwa Yerusalem berdasarkan hukum internasional, merupakan kota pendudukan, dan penjajah tidak memiliki hak untuk mengubah landmark kota dan merusak tempat-tempat sucinya,” ujar Syaikh Sabri.
Kekhawatiran lainnya adalah itu taktik pendudukan Israel yang hendak memasang semacam kamera pengawas bergeral (mobile cctv) atas nama wisata. Sehingga dengan leluasa mengawasi setiap pergerakan di bawahnya.
Baca Juga: [POPULER MINA] Perintah Penangkapan Netanyahu dan Layanan di Semua RS Gaza Berhenti
“Proyek ini ilegal dan harus dihentikan,” tegasnya.
Warga Palestina sendiri tentu tidak akan pernah menerima perubahan atau langkah apapun yang akan diambil oleh otoritas penjajah di kota Yerusalem.
Kereta gantung dengan alasan wisata telah menjadi cara baru memperkuat pendudukan Israel di jantung Palestina, sekaligus sebagai cara untuk menghubungkan satu pemukiman Yahudi ke pemukiman Yahudi lainnya dengan leluasa tanpa hambatan, serta akan berdapak luas bagi pembongkaran perumahan warga dengan alasan proyek wisata dunia. (L/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Oposisi Israel Kritik Pemerintahan Netanyahu, Sebut Perpanjang Perang di Gaza Tanpa Alasan