Oleh Nidiya Fitriyah, jurnalis MINA
Namanya akan selalu harum disepanjang zaman, akan selalu melekat di hati setiap umat muslim. Yahya Ayyash, lahir dari sebuah keluarga sederhana pada 3 Maret 1966. Seorang pejuang dari tanah Palestina, yang mengorbankan seluruh jiwanya untuk Palestina dan Islam.
Ia tumbuh sebagai seorang anak yang sangat pendiam. Namun di balik diamnya, ternyata beliau menyimpan sebuah kecerdasan yang sangat menakjubkan. Dalam sekolahnya, Ayyash kecil tidak hanya menguasai pelajaran kelasnya saja, namun juga pelajaran kelas di atasnya.
Beliau pemuda yg hatinya diilhamkan Allah dengan nur serta keberkahan, bertarung untuk mendapatkan kebebasan dan marwah yg telah direbut pada awal abad ke-20 oleh bangsa Yahudi.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Aktifitas Militer Ayyash
Setelah lulus SMA pada tahun 1984, beliau mulai aktif di gerakan Hamas. Beliau melanjutkan ke Universitas Beirzeit dengan mengambil jurusan tekhnik listrik. Masa perkuliahannya pun beliau sibukkan dengan aktifitas keislaman. Lulus perguruan tinggi pada tahun 1991 dan menikah pada tahun 1992.
Ayyash menerima ijazah Electrical Engineering pada tahun 1988 ketika umurnya 22 tahun. Ayyash pada asalnya mahu melanjutkan pelajaran ke bidang master di luar negara tetapi rejim Zionis menghalangnya.
Dia kemudiannya melibatkan diri secara aktif dalam Brigade Izzudin Al-Qassam dimana beliau menyumbangkan kepakaran dalam membuat bom dari bahan-bahan mentah yg mudah didapati di Palestina. Beliau adalah orang yg bertanggungjawab terhadap teknik “bom syahid” dalam peperangan menentang rejim Zionis.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Perjuangan Ayyash untuk Palestina
Dalam berjuang, beliau mempunyai pemahaman yang mendalam tentang arti sebuah perjuangan. Perjuangan telah menjadi nafas dan darahnya. Seluk-beluk perang pun beliau tekuni, sampai bisa ditentukan titik lemah penjajah Israel dan pusat kekuatan rakyat Palestina.
Ayyash kemudian terlibat dalam perang yang disebut Intifadhah I, perang yang mempertemukan dua kubu; orang-orang yang takut mati, dan orang-orang yang mencari-cari kematian, antara rejim Zionis dan para pejuang Palestina.
Dalam aksi Intifadhah ini, diperlukan bahan peledak yang sangat banyak. Aksi-aksi peledakan diri, atau yang sering disebut bom syahid, dan aksi-aksi lainnya menghabiskan bom rakitan yang tidak sedikit.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Perlawanan Palestina tidak mempunyai cadangan yang banyak karena semua jalan masuknya bantuan telah ditutup. Namun dari pikiran beliau, lahirlah ide untuk memanfaatkan bahan-bahan kimia dasar dalam membuat bom. Bahan-bahan ini banyak tersedia di apotik-apotik. Maka, setelah itu ledakan demi ledakan mengucang Israel.
Kerja pertama beliau adalah merakit bom pada sebuah mobil. Namun sayangnya, secara tidak sengaja, hal ini diketahui Israel. Setelah pengangkapan dan pemeriksaan yang ketat dan kejam, tersebutlah nama Ayyash sebagai Wanted No 1. Ayyash pun menjadi buron. Pada 25 April 1993, rumah beliau sempat digeledah Israel. Atas izin Allah, mereka tidak menemukan apa-apa.
Kurang-lebih empat tahun masa buron, Israel dengan segala kekuatannya kehabisan akal menangkap Ayyash. Sebaliknya, empat tahun pula Ayyash mencapai kegemilangan membuat ledakan di sana-sini. Menciptakan sebuah mitos bahwa bangsa Yahudi selamanya tidak akan merasa aman hidup di tanah jajahan mereka. Masa buronan adalah masa perjuangan beliau.
Dalam perjuangan itu, beliau benar-benar mengorbankan kehidupannya untuk Palestina. Seorang insinyur yang seharusnya bisa menikmati kehidupan enak dengan bekerja di luar negeri seperti yang dilakukan kebanyakan rekannya, kini hidup tidak menetap dan selalu terancam. Bahkan dalam masa ini pula, dua orang anaknya lahir. Yang pertama lahir pada awal masa buronnya, dan yang kedua lahir dua hari sebelum beliau mendapatkan syahadah.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Ada beberapa pelajaran yang beliau berikan kepada para pejuang Islam. Pertama, pejuang Islam harus mempunyai pondasi akidah dan iman yang kuat. Karena kedua hal inilah yang membuat manusia selalu merindukan kematian. Kedua, sirriyah dan bisa menjaga lisan. Semua operasi yang dilakukan Ayyash dan Batalion Al-Qassam dilakukan dengan super rahasia sehingga peristiwanya tidak bisa diketahui Israel sebelum terjadi. Dan Israel pun mendapatkan kesulitan untuk bisa menembus tubuh Al-Qassam.
Ketiga, keterampilan menghilang dari mata musuh. Semua unsur Israel telah dikerahkan untuk menangkapnya, mulai dari tentara unit-unit militer khusus, kepolisian, tentara perbatasan, dan dinas intelijen, tapi tidak ada yang berhasil meringkusnya. Karena kelihaiannya ini, beliau digelari sang jenius, manusia berwajah seribu, manusia bernyawa tujuh, dan sebagainya.
Prestasi gemilang yang pernah diraihnya adalah menerobos ke jalur Gaza dan membuat aksi di sana, padahal untuk sampai kesana beliau harus melewati ribuan tentara dan dinas intelijen. Prestasi ini sampai membuat Yitsak Rabin menggebrak meja dalam sebuah rapat. Keempat, jihad; ‘isy kariman au mut syahidan. Beliau selalu bersikeras melanjutkan perjuangannya dan mempersiapkan diri untuk mati syahid. Tidak beliau hiraukan anjuran-anjuran untuk melarikan diri ke luar negeri.
Empat tahun Yitsak Rabin yang pada saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Israel, memasang nama Ayyash pada urutan pertama dalam file khusus orang-orang yang sangat berbahaya. File ini mendapat prioritas dalam program pemerintahannya. Tapi yang mengherankan, file itu masih ada di tangannya ketika seorang Yahudi fundamentalis memuntahkan peluru di depan mukanya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Peristiwa itu menambah malu dinas intelijen dan keamanan Israel. Belum berhasil menangkap Ayyash, dihadapkan lagi permasalahan baru. Dalam situasi yang genting ini, direktur SABAK, dinas intelijen Israel, mengajukan pengunduran dirinya. Permohonan ini pun ditolak karena hanya akan menambah rakyat Israel kurang percaya diri.
Oleh karena itu, untuk mengembalikan rasa percaya dirinya, strategi pembunuhan Ayyash dirancang lebih bagus dengan melibatkan pihak yang lebih banyak lagi. Pembunuhan ini diharapkan akan menjadi permulaan babak baru perjuangan Palestina. Perjuangan tanpa para perusak. Tapi apakah harapan mereka terwujud?
Jum’at, 5 Januari 1996, televisi Israel mengumumkan bahwa Ayyash telah mati di Beit Lahia, Jalur Gaza. Seluruh Palestina, bahkan umat Islam seluruh dunia menangis. Sebuah bom telah dipasang dalam pesawat HT nya. Pesawat itu diterimanya dari seorang pedagang yang ternyata mempunyai hubungan dengan intelijen Israel.
Kematiannya sungguh sangat memilukan. Seorang pejuang harapan rakyat telah meninggalkan mereka. Tapi setidaknya, hal itu memberi pelajaran baru bagi mereka. Ada tiga hal yang bisa diambil. Pertama, jihad masih menjadi satu-satunya solution bagi perjuangan Palestina. Kedua, perjuangan yang ikhlas akan memberikan pengaruh yang baik bagi rakyat banyak. Ketiga, Israel masih harus berhadapan dengan kemarahan rakyat Palestina yang tidak akan pernah padam.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Ternyata harapan Israel hanya tinggal harapan. Babak perjuangan belum jua berakhir. Hanya dalam tempo sepuluh hari setelah kematian Ayyash, empat kali operasi bom syahid berhasil dilancarkan oleh para penerus Ayyash. Dan ternyata Ayyash masih hidup. Bahkan sampai sekarang. Semangat dan namanya akan terus berada dalam benak hati kita. Beliaulah tokoh perjuangan.
Beliau tidaklah berambisi mencatat namanya dalam sejarah, tapi sejarahlah yang mencari sosok-sosok pemimpin pejuang semacam beliau. Beliau bukanlah orang yang gila ketenaran, tapi masyarakatlah yang selalu mencari-cari sosok seperti beliau untuk menjadi panutan dalam berjuang.(P008/R02)
(dari berbagai sumber)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat