Oleh: Fathurrahman BR., S.I.Kom (Pemerhati Isu Palestina)
Ketiga agama Ibrahimiyah/Abrahamic yang sering juga disebut agama samawi, baik Yahudi/Judaism, Kristen maupun Islam memiliki perspektif teologis yang berbeda-beda terhadap Kota Yerusalem. Perbedaan tersebut tentunya dilandasi oleh perbedaan ajaran agama berdasarkan nash kitab suci berikut penafsirannya, serta adanya klaim kebenaran (truth claim) dari masing-masing pihak.
Bagi orang-orang Yahudi, Yerusalem adalah kota yang tidak terpisahkan dari Tanah yang Dijanjikan (promised land) oleh Tuhan kepada mereka. Perjanjian Tuhan tersebut pertama kali dibuat oleh Tuhan kepada Abraham sebagaimana tertulis: “Berfirmanlah Tuhan kepada Abram, ‘Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu” (Kejadian 12:1).
Selain itu: “Berfirmanlah Tuhan kepada Abram, ‘Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke utara dan selatan, timur dan barat; karena segala tanah yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada anak cucumu sampai selama-lamanya’.” (Kejadian 13:15).
Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka
Atas dasar tersebut maka orang-orang Yahudi mengklaim bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan dan kepada mereka Tuhan memberikan Tanah Perjanjian. Perjanjian Tuhan kemudian diteruskan kepada Ishak Putra Abraham dan Yakub Putra Ishak (Kejadian 28:13).
Yakub (Israel) memiliki 12 Anak dari 4 istri, sehingga anak-anak Yakub dan keturunannya disebut Bani Israel. Anak-anak Yakub dari Lea adalah Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Isakhar, dan Zebulon. Anak-anak Yakub dari Rahel adalah Yusuf dan Benyamin. Anak-anak Yakub dari Bilha adalah Dan dan Naftali, sedangkan anak-anak Yakub dari Zilpha adalah Gad dan Asyer.
Dari kedua belas anak Israel maka dikenal istilah 12 suku Bani Israel. Tanah yang dijanjikan tersebut diberikan kepada keturunan (bani) Israel, khususnya mereka setelah peristiwa keluarnya bani israel dari Mesir (exodus), sekaligus menandai keluarnya Bani Israel dari perbudakan atas mereka di Mesir. Bani Israel dengan dipimpin oleh Nabi Musa keluar dari Tanah Mesir menuju tanah yang dijanjikan oleh Tuhan.
Posisi Yerusalem bagi orang-orang Yahudi sangatlah sentral karena pada Tahun 1000 SM, Raja Daud sebagai Raja Kerajaan Israel Raya telah menetapkan Yerusalem sebagai kota kerajaan sekitar, sebelum penangkapan Daud dari kota itu dari Jebusit. Kota itu salah satu dari beberapa bagian negeri yang tidak di bawah pengawasan seseorang atau yang lainnya dari dua belas suku.
Baca Juga: Hamas Sambut Baik Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant
Yerusalem dikenal sebagai tempat suci bahkan sebelum Ibrahim karena memiliki suasana dan tempat sakral untuk menyembah Tuhan. Perkembangan selanjutnya Raja Salomo (Nabi Sulaiman A.S) membangun tempat ibadah pertama atau Bait Suci pertama bagi Bangsa Yahudi (Bait Ha Qoddesh) atau dikenal juga dengan sebutan Haikal Sulaiman, yang sudah dua kali mengalami penghancuran.
Pada saat ini hanya tersisa sebagian dari dinding bagian dari bangunan Bait Suci, yang kemudian dikenal dengan Tembok Ratapan (kotel), sebelum dihancurkan dalam bangunan Bait Suci terdapat ruang Maha Kudus, yang merupakan situs suci bagi umat Yahudi.
Tembok Ratapan merupakan tempat terdekat bagi kaum Yahudi untuk berdoa tempat yang diyakini sebagai bekas ruang Maha Kudus. Lokasi ini dikelola oleh Rabi dan setiap tahunnya jutaan orang Yahudi dari seluruh dunia melakukan ziarah.
Kedudukan Kota Yerusalem bagi Agama Kristen juga tidak kalah pentingnya, sebab di dekat kota ini tepatnya di bukit golgota, Yesus Kristus disalibkan. Yerusalem juga menjadi tempat bagi Yesus untuk menyampaikan kabar keselamatan dan tempat ini dianggap sebagai tempat terjadinya keselamatan manusia atas dosa, yaitu dosa manusia diampuni dan manusia berdosa disucikan.
Baca Juga: Iran: Veto AS di DK PBB “Izin” bagi Israel Lanjutkan Pembantaian
Di Yerusalem banyak nubuatan tentang keselamatan yang disampaikan para nabi digenapi oleh Yesus Kristus. Di kota Yerusalem untuk pertama kalinya gereja didirikan dan dipimpin langsung oleh murid atau rasul dari Yesus.
Gereja yang dimaksud adalah persekutuan orang-orang yang mengaku Ketuhanan Yesus dan berpusat di Yerusalem. Dari gereja inilah kemudian bermula perkembangan gereja di seluruh dunia.
Kota Yerusalem sangat penting bagi orang Kristen, serta sering dikunjungi untuk berziarah ke tempat- tempat suci yang ada didalamnya, khususnya tempat di mana Yesus disalibkan, dimakamkan, dibangkitkan, dan naik ke surga.
Pada masa Imperium Romawi berkuasa, khususnya Kaisar Romawi Konstantin I memeluk Kristen pada Tahun 325 M, Yerusalem menjadi kota suci dan dibangun Gereja Makam Suci (The Church of the Holy Sepulcher) sebagai gereja teragung.
Baca Juga: IDF Akui Kekurangan Pasukan untuk Kendalikan Gaza
Selain itu di puncak Gunung Zaitun juga dibangun pula gereja Langit dan Gereja Tua di Bethlehem. Di Kota Yerusalem, Kristen memiliki dua ‘wilayah’ karena orang Armenia juga Kristen, dan wilayah mereka paling kecil diantara yang lain, yang menjadi Pusat Armenia tertua di dunia.
Menjadi unik karena komunitas mereka telah mempertahankan budaya sendiri dan peradaban di dalam Gereja St James Church dan biara. Di dalam wilayah Kristen terdapat Gereja Makam Kudus, yang menjadi situs penting bagi umat Kristen di seluruh dunia. Situs ini berada di tengah sejarah perjalanan Yesus, kematiannya, penyaliban dan kebangkitan.
Menurut tradisi Kristen, Yesus disalib di sana, di Golgotha, atau bukit Calvary, makamnya yang kosong berada di dalam gereja dan juga menjadi lokasi kebangkitannya. Gereja dikelola secara bersama oleh perwakilan kaum Kristen yang berbeda, sebagian besar dari Patriarkat Ortodok Yunani, Biara Franciskan dari Gereja Katolik Roma, dan Patriarkat Armenia, tetapi juga Ethiopia, Koptik, dan Gereja Ortodoks Suriah. Lokasi ini merupakan tempat tujuan ziarah bagi jutaan umat Kristen di seluruh dunia.
Di dalam wilayah Kristen terdapat Gereja Makam Kudus, yang menjadi situs penting bagi umat Kristen di seluruh dunia. Meskipun dalam iman Kristen diyakini bahwa Kota Yerusalem pada akhir zaman akan dimusnahkan bersamaan dengan pemusnahan langit dan bumi yang ada sekarang ini dan akan digantikan dengan langit dan bumi yang baru (2 Petrus 3:10-13) dan Yerusalem lama akan digantikan dengan Yerusalem baru (wahyu 21:1-2) atau Yerusalem Sorgawi (Galatia 4:26). Namun iman tersebut tidak serta merta menghapuskan penghormatan mereka terhadap Yerusalem.
Baca Juga: Hamas Tegaskan, Tak Ada Lagi Pertukaran Tawanan Israel Kecuali Perang di Gaza Berakhir
Sejarah mencatat bahwa terjadinya Perang Salib (Crusade) tidak dapat dilepaskan dari semangat penghormatan umat Kristen terhadap Yerusalem. Perang antara Islam-Kristen ini bahkan terjadi selama lebih kurang dua abad, yaitu antara 1095 – 1291. Peperangan ini bermula dari ekspedisi militer Kristen Eropa untuk membebaskan “tanah suci” (Yerussalem) atau dengan sebutan lain “tanah perjanjian” (promised land) yang didominasi kaum muslimin.
Adalah Paus Urbanus II dari Clermont yang memprakarsai perang ini. Paus Urbanus II menyuarakan maklumat “perang suci” (the holy war) bagi kaum kristen dengan khotbah-khotbah spiritual misalnya, dengan mejanjikan pengampunan dosa dan sorga bagi siapa saja yang ikut atau terbunuh dalam peperangan. Fakta ini menunjukkan bahwa kota Yerusalem menempati posisi yang penting bagi agama Kristen.
Kedudukan Kota Yerusalem bagi agama Islam juga sangat penting, mengingat di dalamnya terdapat Masjidil Aqsa sebagaimana disebutkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Q.S. Al Isra: 1. Keberadaan Yerusalem mendapatkan posisi yang istimewa, sebab secara historis para nabi yang namanya disebutkan dalam Al-Qur’an, seperti Nabi Ibrahim A.S, Nabi Ishaq A.S, Nabi Daud A.S, Nabi Sulaiman A.S, Nabi Musa dan Nabi Isa A.S., pernah tinggal atau berdiam di kota tersebut dalam aktivitas dakwah menyebarkan ajaran tauhid sebagai inti ajaran diutusnya para nabi sejak Nabi Adam A.S. sampai dengan Nabi Muhammad Shallallahu A’laihi Wa Sallam.
Mengutip Abdallah el-Khatib dalam Jerusalem in the Quran sebagaimana dimuat dalam British Journal of Middle Eastern Studies (Mei 2001), Al-Qur’an setidaknya menyebutkan 70 kali, baik secara eksplisit maupun implisit, berbagai kata atau istilah yang dapat diinterpretasikan merujuk kepada Yerusalem.
Baca Juga: Hamas: Rakyat Palestina Tak Akan Kibarkan Bendera Putih
Penyebutan tersebut terdapat di dalam 21 surat, di antaranya disebut sebagai Tanah Suci (al-ardha al-muqoddasat), Tanah yang Diberkati, dan Kota yang Diberkati, sebagaimana dapat dilihat pada Q.S Al-Maidah: 21, Q.S Al A’raf: 137, Q.S. Al Anbiya: 71, Q.S. Al Anbiya: 81 dan serta Q.S. Saba: 18.
Posisi penting Yerusalem juga berkaitan dengan fakta bahwa Masjidil Aqsa merupakan kiblat pertama bagi umat Islam. Setelah beberapa waktu Nabi Muhammad Shallallahu A’laihi Wa Sallam hijrah ke Madinah, kiblat shalat bagi umat Islam pindah ke Ka’bah.
Maftuh Ahmad (1993) menyebutkan bahwa perpindahan kiblat dari Masjidil Aqsha ke Ka’bah di Makkah bukan kehendak pribadi Nabi Muhammad Shallallahu A’laihi Wa Sallam sendiri atau bukan hasil musyawarah dari seluruh umat Islam, melainkan atas perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana diwahyukan Nabi Muhammad Shallallahu A’laihi Wa Sallam: “Sesungguhnya kami melihat engkau menengadahkan wajahmu ke langit, hai Muhammad. Maka Kami palingkan engkau kepada kiblat yang engkau sukai. Hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram itu. Dimana saja engkau berada, kesitu juga hadapkan arah mukamu. Sesungguhnya ahli-ahli kitab mengetahui, bahwa yang demikian itu adalah kebenaran yang datang dari pada Allah. Dan Allah tidak alpa mengenai apa yang mereka itu kerjakan (Q.S. Al-Baqarah: 144).
Keberadaan Yerusalem (Al Quds) secara langsung berkaitan dengan agama Islam itu sendiri. Maftuh Ahmad (1993) menyatakan bahwa Baitul Maqdis paling tidak memiliki beberapa kedudukan strategis bagi umat Islam, yaitu sebagai tanah wahyu dan kenabian, Tanah Isra’ dan Mi’raj, Tanah kiblat pertama, Tanah yang ditaklukan tanpa perang, tanah kesabaran dan jihad, tanah yang dijanjikan, tanah ibu kota Khilafah di masa depan dan tanah tempat semua manusia akan dikumpulkan.
Baca Juga: Israel Makin Terisolasi di Tengah Penurunan Jumlah Penerbangan
Di dalam kompleks Masjidil Aqsa terdapat Qubbat ash-Shakhrah (Dome of the Rock), suatu tempat yang diyakini sebagai titik pijak Nabi Muhammad Shallallahu A’laihi Wa Sallam sebelum keberangkatannya menuju lapisan langit hingga sampai ke Sidratul Muntaha, dalam rangkaian perjalanan Isra Miraj.
Begitu pentingnya keberadaan Masjidil Aqsa Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad Shallallahu A’laihi Wa Sallam bersabda: “Janganlah memaksakan (berusaha keras) mengadakan perjalanan kecuali pada tiga masjid, Masjidil Haram, Masjid Rasul saw, dan Masjid Al Aqsha” (Shahih Bukhari).
Yerusalem merupakan kota yang selalu diperebutkan. Ketika kota Yerusalem dikuasai oleh orang-orang Kristen, orang-orang Yahudi dilarang sama sekali untuk tinggal di kota tersebut. Setelah kota itu jatuh ke dalam kekuasaan kaum Muslimin, secara berangsur sekalipun tidak banyak, kaum Muslimin mulai tinggal di kota itu.
Pada masa ini pula, orang-orang Yahudi mulai diizinkan untuk menetap di sana (Mircea Eliade, 1987). Terdapat perbedaan kapan tepatnya penaklukan kota ini oleh kaum Muslimin, tetapi kebanyakan mengatakan bahwa peristiwa penyerahan secara damai (sulh) atas kota itu adalah pada masa Khalifah Umar bin Khattab terjadi pada tahun 638 H.
Baca Juga: Palestina Tolak Rencana Israel Bangun Zona Penyangga di Gaza Utara
Hal terpenting selain penyerahan secara damai, adalah adanya penyerahan kekuasaan sebagian dari kota itu kepada kaum Kristen, meskipun secara prinsip tetap berada di bawah kekuasaan gubernur Muslim untuk kota tesebut, yaitu Amr ibn Ash (Syed Muhammadunnasir, 1998). Pada 20 Agustus 636, tentara Muslim menang melawan pasukan Romawi Timur di Perang Yarmuk. Pada Juli 637, kaum Muslim berhasil mengepung Yerusalem.
Karen Armstrong (2018) menggambarkan bahwa Khalifah Umar mendengar kabar tentang sikap keras pemuka Kristen Yerusalem, Sophronius yang menginginkan agar kunci gerbang Yerusalem diserahkan secara langsung melalui gelaran upacara militer kepada Khalifah Umar, namun sang Khalifah datang dengan pakaian selayaknya rakyat miskin, sehingga menimbulkan kekaguman Sophronius atas karakteristik kepemimpinan Khalifah Umar.
Pada saat itu Khalifah Umar menerapkan penaklukan yang paling damai dan tanpa pertumpahan darah sepanjang sejarah panjang Kota Yerusalem yang sebelumnya dipenuhi kesedihan, tragedi dan pertumpahan darah. Khalifah Umar berupaya menjadikan Yerusalem sebagai rumah yang terbuka untuk kaum Muslim, kaum Kristen, dan kaum Yahudi.
Karen Armstrong (2018) menambahkan bahwa sejarah mencatat, setelah penaklukan Yerusalem, tidak ada satu pun orang Kristen atau orang Yahudi kala penaklukan itu dipaksa memeluk Islam. Bahkan Khalifah Umar memerintahkan agar orang-orang yang ditaklukan diberikan perlindungan dan keamanan, baik atas diri maupun harta benda mereka.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Selain itu, tentara Muslim juga dilarang menghalangi jalan masuk ke setiap gereja. Gubernur Yerusalem dilarang keras menyakiti orang-orang non-Muslim (kafir dzimmi). Di bawah kekuasaan kaum Muslimin, John L. Esposito dalam Alwiyah Abdurrahman (1994) menyebutkan bahwa tempat ibadah kristiani dan penduduk yang beragama Kristen tidak pernah diganggu Tempat-tempat suci dan peninggalan-peninggalan Kristen menjadi tempat yang selalu dikunjungi oleh orang-orang Kristen.
Orang-orang Yahudi yang sejak lama dilarang tinggal di Yerusalem oleh pemerintahan Kristen, kini diperbolehkan kembali tinggal dan menetap serta beribadah di kota Nabi Sulaiman ini. Kurang lebih selama lima abad, kaum Muslimin dan umat Kristen, begitu juga dengan orang-orang Yahudi, hidup berdampingan secara damai. (A/fat/B03/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat