Banda Aceh, MINA – Provinsi Aceh mulai sekarang harus dapat benar-benar mempersiapkan dan memastikan seluruh produk makanan yang dihasilkan itu terjamin kehalalannya untuk dikonsumsi oleh masyarakat setempat , maupun para tamu yang datang berkunjung.
Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Ar-Raniry, Zaki Fuad Chalil, menjelaskan hal ini juga telah diatur regulasinya dalam Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).
Zaki mengatakan, Aceh sendiri saat ini telah menarik dan telah dilirik oleh kalangan wisatawan nusantara maupun mancanegara setelah memenangkan penghargaan Wisata Halal Dunia 2016 atau World Halal Tourism Awards tahun 2016 untuk dua kategori.
Namun demikian, lanjut dia, masih banyak wisatawan muslim dari luar yang masih belum sepenuhnya meyakini kehalalan suatu produk makanan terutama unsur kebersihan dalam proses pembuatannya yang tidak tercampur dengan zat najis, sehingga ini menjadi tantangan tersendiri bagi provinsi yang menerapkan syariat Islam ini.
Baca Juga: Tim SAR dan UAR Berhasil Evakuasi Jenazah Korban Longsor Sukabumi
“Setelah menjadi daerah destinasi wisata halal dunia, Aceh harus benar-benar mampu menjawab tantangan ini untuk memastikan seluruh produk makanan itu terjamin halal dengan adanya sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), sehingga tidak ada lagi pertanyaan keraguan-raguan,” ujar Zaki saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) beberapa waktu lalu sebagaimana keterangan pers yang diterima MINA, Ahad (8/10).
Dalam pengajian dengan tema ‘Membangun Ekonomi Halal’ yang dimoderatori Ketua BKPRMI Aceh, Akhyar M Ali ini, Zaki menjelaskan, di Aceh dari segi produk yang dihasilkan memang tidak ada yang mengandung zat yang haram dan juga diperoleh dengan cara yang baik, namun yang masih banyak menimbulkan keragu-raguan adalah unsur kebersihan dalam proses pembuatan produk makanan tersebut.
Zaki mengungkapkan, saat dirinya mendampingi kunjungan wisatawan asal Malaysia ke Aceh baru-baru ini, ada beberapa diantaranya yang sudah membeli makanan untuk oleh-oleh seperti tape dan keripik di suatu tempat.
Lalu ada satu diantaranya yang iseng melihat ke belakang kedai untuk mengetahui proses pembuatannya, dan saat itu ia menemukan ada yang tidak memenuhi unsur kebersihan sebagai jaminan halal pada makanan tersebut. Saat itu juga ia memberi tahu teman-temannya terhadap proses pembuatannya.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
“Tapi karena makanan itu sudah terlanjur dibeli, tidak mungkin dikembalikan lagi. Akhirnya dia bawa saja makanan itu dan dikasihkan kepada orang lain, karena dia sendiri tidak sudi memakannya setelah tahu bagaimana proses pembuatannya,” ungkap Zaki.
Hal lainnya adalah belum terpenuhinya unsur kebersihan sebagai syarat halal dalam proses pembuatan martabak telur oleh para penjual di daerah ini. Umumnya, telur yang mau dibuat martabak itu tidak dicuci terlebih dahulu untuk memastikan bersih dari tahi ayam yang masih melekat, sehingga terkadang tangan si penjual martabak itu pun menyentuh tahi ayam yang merupakan najis tersebut.
“Ini juga harus jadi perhatian kita bersama. Jangan sampai kita mengabaikan hal sepele yang luput dari pengamatan itu, membuat makanan yang kita konsumsi menjadi tidak halal, karena terkadang martabak yang kita makan sudah bercampur dengan tahi ayam yang melekat pada telur saat dibelah. Dengan sendirinya kita juga jadi ikut makan tahi ayam, jika telur itu tidak dicuci dulu dengan bersih,” jelasnya.
Pada kesempatan pengajian KWPSI tersebut, Zaki Fuad juga menjelaskan tentang pentingnya umat Islam menjalankan sistem ekonomi halal dalam menjalankan setiap bisnis untuk mendapatkan penghasilan dan keuntungan.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Ia juga menyebutkan yang diinginkan oleh Islam adalah seorang hamba itu kaya iman dan kaya harta agar mulia hidup di dunia dan akhirat kelak. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 9 yang artinya, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka keturunan yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
“Islam itu sangat menganjurkan umatnya untuk berbisnis dan berdagang dengan cara halal sehingga terbangun kekuatan ekonomi umat. Karena, 9 dari sepuluh pintu rezeki itu ada dalam tijarah atau bisnis,” terangnya. (R/R01/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain