JUDUL ini bukan provokasi. Ia adalah jeritan nurani dunia yang semakin tercekik oleh kejahatan sistematis yang dibungkus rapi dengan nama negara: Zionis Israel. Jika sebuah bangsa lahir dari peradaban, maka zionisme lahir dari penjajahan, kolonialisme, dan kebohongan sejarah. Israel bukan bangsa dalam pengertian hakiki, melainkan proyek kolonial yang dipaksakan eksistensinya melalui kekerasan dan pengusiran.
Bangsa adalah entitas yang tumbuh dari akar budaya, tanah, sejarah, dan pengakuan kemanusiaan. Palestina memenuhi semua unsur ini. Namun Zionis mencaplok tanah Palestina dan menyusun narasi seolah-olah merekalah pemilik sah tanah itu. Mereka membajak sejarah, menghapus peta, dan membangun mitos tentang ‘tanah yang dijanjikan’ untuk melegalkan kolonisasi.
Zionisme adalah ideologi rasis yang memandang bangsa lain lebih rendah. Ia dibangun bukan untuk menciptakan harmoni, tetapi dominasi. Theodor Herzl, arsitek Zionisme modern, tidak berjuang untuk menyelamatkan umat Yahudi, tetapi menciptakan kekuatan politik Yahudi eksklusif. Dari sinilah racun Zionisme menyebar ke seluruh tubuh peradaban.
Sejak berdirinya entitas Israel pada 1948, dunia menyaksikan luka yang terus menganga di Timur Tengah. Lebih dari 700.000 warga Palestina diusir dari rumah mereka. Peristiwa ini, dikenal sebagai Nakba (malapetaka), bukan sekadar perpindahan penduduk, tapi pemusnahan identitas—sebuah kejahatan budaya dan kemanusiaan.
Baca Juga: Palestina Adalah Negeri Para Nabi, Bukan Tempat Para Penjajah
Israel membangun eksistensinya di atas reruntuhan rumah, masjid, gereja, dan sekolah rakyat Palestina. Bukannya membangun peradaban, mereka menghancurkannya. Setiap batu yang disusun untuk rumah pemukim ilegal adalah simbol dari perampasan dan penderitaan.
Apa yang dilakukan Israel di Gaza dan Tepi Barat adalah apartheid yang disahkan oleh hukum. Mereka memisahkan jalan untuk Yahudi dan non-Yahudi. Menahan anak-anak di penjara militer. Mengontrol air, listrik, dan makanan. Mengubah wilayah pendudukan menjadi penjara raksasa tanpa jeruji. Inilah wajah asli dari “virus peradaban”—merusak dari dalam.
Dalam tubuh peradaban dunia, Zionisme menyebar seperti virus. Ia menyusupi media global, memutarbalikkan fakta. Ketika korban pemboman Gaza berserakan, media barat berkata: “Israel membalas serangan roket.” Saat anak-anak Palestina meninggal, mereka menyebutnya “efek samping konflik.”
Zionisme juga menginfeksi politik dunia. Resolusi PBB tentang pelanggaran HAM diabaikan. Negara-negara kuat diam atau malah mendukung Israel. Bantuan militer, ekonomi, dan diplomatik terus mengalir. Dunia yang seharusnya berpihak pada keadilan, malah menjadi penonton abadi dari tragedi kemanusiaan.
Baca Juga: Jama’ah sebagai Benteng Keimanan dan Ukhuwah
Dalam sejarah, belum pernah ada entitas yang begitu konsisten melawan nilai-nilai peradaban universal: keadilan, kesetaraan, dan kebebasan. Israel menduduki posisi itu. Bukan karena keyahudiannya, tapi karena Zionisme yang dijadikan ideologi negara, yang menghancurkan esensi kemanusiaan.
Jangan samakan Yahudi dan Zionis. Banyak Yahudi di dunia yang menentang Zionisme. Mereka tahu bahwa zionisme bukanlah agama, tapi ideologi kolonial. Komunitas seperti Neturei Karta bahkan menolak keberadaan Israel sebagai negara karena bertentangan dengan ajaran Taurat.
Israel mengklaim diri sebagai “oase demokrasi di Timur Tengah.” Tapi dalam prakteknya, mereka mendiskriminasi warga Palestina yang masih bertahan di wilayah 1948. Mereka dipinggirkan secara hukum, sosial, dan ekonomi. Demokrasi yang dibangun di atas tirani bukan demokrasi, melainkan ironi.
Teknologi militer canggih Israel bukan untuk pertahanan, tapi untuk mendemonstrasikan dominasi. Mereka menggunakan Gaza sebagai laboratorium senjata. Setelah diuji di sana, mereka ekspor ke seluruh dunia. Industri perang menjadi alat ekspor peradaban kebencian.
Baca Juga: Al Aqsa Tak Pernah Sendiri, Umat Sedang Bergerak
Dalam dunia yang katanya modern ini, Israel telah menjadi simbol kemunafikan global. Di satu sisi, mereka bicara tentang “holocaust” agar dunia bersimpati. Di sisi lain, mereka menciptakan holocaust modern bagi rakyat Palestina—dalam bentuk penjajahan yang terus-menerus.
Dunia harus berani berkata: cukup! Israel bukan sekadar negara, ia adalah proyek kolonial yang gagal membangun nilai-nilai peradaban. Ia adalah virus yang harus diisolasi agar tidak terus merusak tatanan moral dan kemanusiaan dunia.
Palestina bukan hanya soal tanah, tapi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan global. Mereka yang mendukung Palestina bukan sekadar pembela rakyat tertindas, tapi penjaga peradaban manusia. Jika dunia ingin menyelamatkan dirinya dari virus peradaban ini, maka ia harus bersatu menolak Zionisme dan mengembalikan hak-hak rakyat Palestina.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pentingnya Regenerasi dan Kaderisasi