Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Zionis Israel Gunakan Kelaparan sebagai Senjata Genosida, Dunia Tak Berdaya

Redaksi Editor : Widi Kusnadi - 33 detik yang lalu

33 detik yang lalu

0 Views

Melawan Zionis Israel adalah perjuangan sepanjang masa (foto: ig)

Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur

بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَٱقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ وَٱلْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ ٱلْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقَٰتِلُوهُمْ عِندَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ حَتَّىٰ يُقَٰتِلُوكُمْ فِيهِ ۖ فَإِن قَٰتَلُوكُمْ فَٱقْتُلُوهُمْ ۗ كَذَٰلِكَ جَزَآءُ ٱلْكَٰفِرِينَ (البقرة [٢]: ١٩١)

Baca Juga: Pesan Surah As-Syuraa: Persatuan Bukti Keimanan, Perpecahan Bukti Kemusyrikan

“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.” (QS Al-Baqarah [2]: 191)

Kalimat وَٱلْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ ٱلْقَتْلِ ۚ  (fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan) sebagai peringatan bahwa kezaliman, penindasan, dan pengusiran dari tanah air adalah bentuk kekufuran yang lebih besar dampaknya daripada sekadar tindakan fisik (pembunuhan).

Ketika menjelaskan ayat di atas, Imam Imam Al-Maraghi Rahimahullah memaknai “fitnah” sebagai tindakan yang menganiaya dan menindas secara berkelanjutan. Fitnah dalam ayat ini merujuk pada upaya kaum kafir untuk mengintimidasi dalam bentuk tekanan psikologis, sosial, dan ekonomi yang dirancang untuk melemahkan kaum Muslimin.

Fitnah dianggap lebih buruk daripada pembunuhan karena dampaknya tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga menghancurkan keyakinan spiritual dan moral seseorang, sehingga mengarah pada kehancuran total sebuah komunitas hingga generasinya.

Baca Juga: Bacalah: Perintah Ilahi yang Mengubah Dunia

Penekanan pada kalimat “fitnah lebih besar dari pembunuhan” menunjukkan bahwa strategi non-fisik yang merusak akidah umat adalah ancaman yang jauh lebih berbahaya daripada ancaman fisik semata.

Upaya-upaya merusak iman, menggoyahkan keyakinan, dan memaksa mereka meninggalkan jalan Allah (agama Islam) adalah dosa yang jauh lebih berat daripada tindakan pembunuhan, meskipun pembunuhan itu sendiri masuk dalam kategori dosa besar.

Sementara Sayyid Qutb menyatakan, bahwa ayat tersebut relevan dengan situasi umat Islam sepanjang zaman. Musuh-musuh Islam tidak akan berhenti menggunakan segala cara untuk menghancurkan umat, termasuk menebarkan fitnah, menghalangi dakwah, dan menindas dengan berbagai macam cara, baik secara moral, sosial maupun ekonomi.

Fitnah adalah segala bentuk tekanan, baik berupa tindakan fisik, psikologis, ekonomi dan lainnya yang bertujuan menggoyahkan akidah dan keyakinan umat Islam. Tindakan seperti embargo dan blokade ekonomi, propaganda media, penjajahan, penindasan dan perang budaya adalah bentuk bentuk dari fitnah modern yang digunakan musuh-musuh Islam.

Baca Juga: Tiga Godaan Lelaki: Ujian Harta, Fitnah Wanita, dan Ambisi Takhta

Penulis berpendapat, kelaparan yang diakibatkan oleh blokade ekonomi dan pembatasan bantuan kemanusiaan di Gaza adalah bentuk “fitnah” modern, sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas. Tindakan tersebut bertujuan untuk melemahkan ketahanan umat Islam, memaksa mereka menyerah, dan menggoyahkan keimanan serta keteguhan mereka dalam mempertahankan tanah air dan agama mereka.

Upaya Zionis Israel dalam memblokade Gaza dan menghalangi bantuan kemanusiaan untuk rakyat Palestina adalah tindakan yang mencerminkan permusuhan dan kebencian mereka kepada umat Islam khususnya, dan umat manusia pada umumnya. Mengapa dimikian? Karena hal itu merupakan upaya yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Semua manusia yang memiliki hati nurani pasti menentang hal itu.

Kelaparan yang sengaja diciptakan untuk membuat penderitaan luar biasa, memaksa individu atau masyarakat mengorbankan prinsip-prinsip agama mereka demi bertahan hidup. Hal itu merupakan bentuk “fitnah” yang lebih merusak daripada sekadar kekerasan fisik.

Tragedi Kelaparan di Gaza

Baca Juga: Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban Sesuai Syariat, Ini Panduan Lengkapnya

Gaza kembali menjadi saksi tragedi kemanusiaan yang memilukan. Sebuah wilayah kecil yang telah terkepung selama lebih dari satu dekade kini mengalami penderitaan yang semakin mencekam. Anak-anak, wanita, dan orang tua menghadapi ancaman kematian, bukan hanya dari serangan udara dan artileri Israel, tetapi juga dari senjata yang tak terlihat, yakni kelaparan dan kehausan.

Blokade total yang diberlakukan oleh Israel membuat Gaza menjadi penjara terbuka, tanpa akses ke kebutuhan dasar kehidupan. Tragedi di Gaza jelas merupakan sebuah aksi genosida. Gagi rakyat Gaza, ini adalah kenyataan pahit yang mereka hadapi setiap hari.

Hingga akhir April 2025, lebih dari 65.000 anak di Gaza mengalami malnutrisi akut. Organisasi Kesehatan Dunia, WHO mencatat bahwa 8.000 anak telah didiagnosis mengalami malnutrisi, dengan 28 di antaranya telah meninggal dunia.

Sementara Kementerian Kesehatan Gaza mencatat, sejak awal hingga pertengahan Mei 2025 ini, 30 warga Palestina, termasuk anak-anak, meninggal dunia karena kekurangan gizi dan dehidrasi.

Baca Juga: Doa untuk Orang Haji dan Umroh Agar Mendapat Haji Mabrur

Zionis Israel, di bawah kepemimpinan Benjamin Netanyahu terus memperketat blokade terhadap Gaza dengan alasan memerangi kelompok militan Hamas. Namun, tindakan ini melampaui batas, melanggar HAM, mengabaikan hukum humaniter dan melakukan kejahatan perang.

Zionis Israel justru menyasar rakyat sipil tak berdosa. Bantuan kemanusiaan yang berisi makanan, air, dan obat-obatan dilarang masuk, sementara serangan udara dan darat terus menghujani kawasan yang sudah porak-poranda itu.

Puluhan ribu nyawa sudah melayang. Sementara mereka yang masih hidup kini terancam oleh kekurangan gizi dan dehidrasi akut akibat blokade total, tanpa kepastian kapan akan berakhir.

Korban akibat kelaparan tidak hanya berasal dari kalangan warga Gaza, tetapi juga para sandera yang ditahan oleh pihak Hamas. Namun, Netanyahu secara terang-terangan menyatakan bahwa baginya, memusnahkan pejuang Hamas lebih diutamakan daripada menyelamatkan sandera.

Baca Juga: Silaturahim vs Silaturahmi: Apa Bedanya Menurut Syariat?

Pernyataan Netanyahu menunjukkan bagaimana kelaparan dijadikan senjata perang untuk memaksakan kehendak politik tanpa mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan dan seruan dunia internasional.

Penderitaan yang Mengguncang Hati Nurani

Di sudut-sudut Gaza yang gelap, bayi-bayi menangis karena kekurangan susu. Para ibu terpaksa memberikan air asin yang tercemar untuk mencoba menghilangkan dahaga anak-anak mereka.

Sementara itu, rumah sakit dan paramedis tidak mampu lagi merawat pasien karena kehabisan persediaan makanan, air dan obat-obatan. Para dokter menghadapi dilema moral yang memilukan, siapa yang harus mereka dahulukan untuk diselamatkan di tengah sumber daya yang sangat terbatas.

Baca Juga: Keutamaan Haji: Pahala dan Kedudukan Mulia di Sisi Allah

Seorang warga Gaza bercerita, “Kami tidak hanya kehilangan rumah dan keluarga. Setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup, dan kami tidak tahu sampai kapan ini akan berakhir.”

Komunitas internasional mendesak Israel untuk membuka blokade dan memberikan akses bagi bantuan kemanusiaan. Namun, seruan ini sering kali hanya menjadi retorika belaka tanpa terjadi tindakan nyata.

Para pemimpin negara-negara besar yang seharusnya menjadi penjaga dan pengaawal perdamaian dunia memilih bungkam. Negara-negara di sekitar Palestina sibuk dengan urusan dalam negerinya, tanpa bisa berbuat banyak untuk menolong mereka yang terancam mati karena kelaparan yang melanda.

Gaza adalah luka dunia yang harus kita sembuhkan bersama. Tidak ada alasan untuk membiarkan blokade ini terus berlanjut. Ketika kelaparan dan kehausan dijadikan senjata, kita tidak hanya kehilangan nyawa manusia, tetapi juga kehilangan kemanusiaan itu sendiri.

Baca Juga: Panduan Haji, Apa Saja yang Tidak Boleh Dilakukan?

Mari kita terus berdoa, bersuara, dan melakukan aksi-aksi yang dapat membantu saudara-saudara kita di Gaza. Karena seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam, umat Islam adalah satu tubuh; jika satu bagian sakit, seluruh tubuh ikut merasakan sakitnya.

Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَىٰ مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَىٰ لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّىٰ. (رواه مسلم)

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi adalah seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit dengan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Muslim)

Baca Juga: Urgensi Jihad Ma’rifi dalam Pembebasan Masjidil Aqsa

Ciri utama hubungan antar-Muslim adalah cinta, kasih sayang, dan simpati. Kasih sayang ini tidak hanya sebatas perasaan, tetapi juga diwujudkan dalam tindakan nyata untuk membantu saudara-saudara yang membutuhkan bantuan.

Blokade yang menyebabkan kelaparan dan penderitaan di Gaza merupakan luka pada tubuh umat Islam. Maka, umat Islam di seluruh dunia hendaknya merasakan penderitaan ini sebagai penderitaan pada diri mereka sendiri.

Untuk dapat menolong warga Gaza, umat Islam tentunya tidak bisa melakukannya sendiri-sendiri. Kaum Muslimin harus bersatu untuk memperkuat posisi mereka akan lebih efektif dalam membantu saudara-saudara yang tertindas, termasuk dengan mendorong pemimpin dunia Muslim untuk mengambil tindakan lebih tegas.

Momentum Idul Adha yang sebentar lagi tiba adalah waktu yang tepat untuk mengurangi rasa lapar penduduk Gaza yang saat ini mengalami penderitaan berkepanjangan akibat blokade kejam penjajah Zionis Israel.

Baca Juga: Pemuda dan Tanggung Jawab Pembebasan Al-Aqsa

Berqurban dan mengirimkan daging untuk rakyat Gaza rasanya layak untuk diprioritaskan di tengah keadaan yang sangat memprihatinkan. Berqurban bukan hanya sekadar mengirimkan daging untuk mereka, tetapi merupakan ungkapan cinta dan solidaritas kepada saudara kita yang sangat membutuhkan. Qurban menjadi pesan kebersamaan, persaudaraan dan kepedulian sosial antar sesama umat Islam.

والله أعلمُ بِالصَّوَابِ

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Rekomendasi untuk Anda