PERADABAN modern kerap dibanggakan sebagai simbol kemajuan umat manusia: teknologi canggih, hak asasi manusia, kesetaraan, serta peradaban global yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Namun, di balik gemerlap klaim itu, ada noda hitam yang memalukan: Zionis Israel. Sebuah entitas politik yang berdiri di atas genangan darah rakyat Palestina, merampas tanah, merobek kehormatan, menghancurkan rumah, dan merampas masa depan generasi. Ironisnya, semua ini terjadi di abad yang disebut-sebut sebagai puncak kesadaran kemanusiaan. Zionis Israel menjadi wajah busuk dari peradaban modern, yang mempertontonkan betapa kemajuan tanpa moral hanyalah topeng kebiadaban.
Setiap hari dunia menyaksikan—atau pura-pura tidak menyaksikan—anak-anak Palestina digiring ke penjara, ibu-ibu menangis kehilangan buah hatinya, dan rumah-rumah rata dengan tanah akibat serangan militer Israel. Mereka menyebutnya “keamanan nasional”, padahal sejatinya itu adalah terorisme negara paling nyata. Dunia modern yang berkoar-koar soal demokrasi seakan kehilangan suaranya ketika menyangkut Israel. Hak asasi manusia hanya berlaku bagi mereka yang sejalan, tetapi tidak untuk rakyat Palestina yang ditindas puluhan tahun. Inilah kemunafikan global yang dipelihara, dan Israel adalah wajah paling kotor dari peradaban modern itu.
Apa yang dilakukan Zionis Israel bukan sekadar penjajahan, melainkan perampasan identitas, penghancuran budaya, dan genosida berkepanjangan. Mereka menanamkan rasa takut di hati anak-anak Palestina sejak kecil, hingga masa depan generasi itu diretas habis-habisan. Bayi yang baru lahir sudah dicatat sebagai ancaman, rumah sakit dihancurkan, dan sekolah ditembaki. Bukankah ini bukti betapa busuknya wajah Zionis Israel? Mereka menjadikan penderitaan orang lain sebagai landasan berdirinya negara, dan menjadikan kehancuran suatu bangsa sebagai syarat bagi eksistensi mereka.
Peradaban modern seharusnya berbicara tentang peradaban hati, kasih sayang, dan penghormatan pada sesama manusia. Namun Israel menunjukkan hal sebaliknya. Mereka bangga dengan teknologi militernya, tetapi teknologi itu digunakan untuk membantai manusia tak bersalah. Mereka bangga dengan ekonomi maju, tetapi kemakmuran itu berdiri di atas tanah curian, darah syuhada, dan jeritan anak-anak Palestina. Mereka bicara soal demokrasi, tetapi pemilu mereka dibangun di atas apartheid, di mana orang Palestina diperlakukan sebagai warga kelas dua bahkan lebih rendah dari binatang. Betapa ironisnya, di abad modern ini, masih ada sebuah sistem rasis brutal yang dilegalkan dunia.
Baca Juga: Dari Polemik Trans7 Menuju Etika Media yang Beradab
Dunia pun tampak buta. Barat yang katanya menjunjung tinggi hak asasi manusia, justru memberikan senjata, dana, dan dukungan politik bagi Israel. Media arus utama banyak yang terkooptasi, menampilkan narasi bias yang menggambarkan Palestina sebagai “ancaman”, dan Israel sebagai “korban”. Padahal kenyataannya, sejak tahun 1948 hingga hari ini, yang menjadi korban adalah Palestina. Mereka kehilangan tanah demi tanah, hak demi hak, dan nyawa demi nyawa. Dunia seolah sedang menguji seberapa besar kesabaran sebuah bangsa yang dirampas segalanya, tetapi tetap berdiri teguh dengan satu kata: Palestina akan merdeka.
Zionis Israel juga mengajarkan kepada kita bahwa kemajuan teknologi tanpa spiritualitas hanya melahirkan mesin pembunuh. Apa artinya pesawat canggih jika dipakai menjatuhkan bom ke kamp pengungsian? Apa artinya kecerdasan buatan jika digunakan untuk memata-matai rakyat yang ingin mempertahankan hidupnya? Apa artinya diplomasi jika hanya menutup mata pada penderitaan jutaan orang? Israel adalah bukti nyata bahwa modernitas tanpa moral hanyalah kehancuran, dan itulah wajah busuk peradaban saat ini.
Namun, di tengah gelapnya kezaliman Israel, kita justru menyaksikan cahaya keimanan yang tidak pernah padam di bumi Palestina. Anak-anak kecil dengan tangan kosong menghadapi tentara bersenjata lengkap, ibu-ibu yang tetap tegar walau kehilangan anaknya, dan para pemuda yang tidak gentar menantang tank dengan batu di genggamannya. Palestina seolah menjadi cermin yang memantulkan betapa rapuhnya klaim “peradaban” dunia. Mereka yang mengaku beradab, justru menjadi barbar. Mereka yang ditindas, justru menunjukkan kemuliaan.
Zionis Israel mungkin mengira bahwa dengan kekuatan senjata mereka bisa menghapus nama Palestina dari peta dunia. Tetapi sejarah membuktikan, bangsa yang berdiri di atas kezaliman tidak akan pernah langgeng. Roma yang megah runtuh, Mesir kuno yang berkuasa pun hancur, dan begitu pula Israel akan mengalami nasib yang sama. Sebab, keadilan adalah sunnatullah, dan setiap penindas pasti tumbang. Inilah janji Allah dalam Al-Qur’an: “Janganlah kamu mengira Allah lengah terhadap apa yang diperbuat oleh orang-orang zalim. Sesungguhnya Dia memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (QS. Ibrahim: 42).
Baca Juga: Trans7 Tidak Memahami Esensi Mulianya Tradisi Takzim kepada Guru di Pesantren
Israel adalah simbol kebusukan, tetapi Palestina adalah simbol keteguhan. Israel adalah wajah peradaban modern yang busuk, tetapi Palestina adalah wajah iman yang tak tergoyahkan. Jika dunia masih punya nurani, maka mereka harus sadar: mendukung Israel berarti mendukung penjajahan, mendukung pembunuhan, dan mendukung kezaliman. Sebaliknya, membela Palestina adalah membela kemanusiaan, membela keadilan, dan membela peradaban yang sesungguhnya.
Kini, kita dihadapkan pada pertanyaan sederhana namun menohok: peradaban seperti apakah yang ingin kita wariskan kepada generasi mendatang? Apakah peradaban yang membiarkan penjajahan berlangsung di depan mata, atau peradaban yang bangkit melawan kebiadaban? Apakah kita akan memilih diam, atau menjadi suara bagi mereka yang dibungkam? Ingatlah, diam terhadap kezaliman adalah bagian dari kezaliman itu sendiri.
Zionis Israel mungkin bisa menipu dunia dengan propaganda, tetapi mereka tidak bisa menipu nurani manusia. Setiap tetes darah yang tumpah di tanah Palestina akan menjadi saksi. Setiap air mata yang jatuh dari mata seorang ibu Palestina akan menjadi doa yang menembus langit. Dan setiap doa itu akan sampai kepada Tuhan yang Maha Adil. Pada akhirnya, sejarah akan menulis: Zionis Israel bukanlah wajah peradaban, melainkan wajah busuk yang akan dikenang sebagai aib terbesar umat manusia modern.[]
Mi’raj News Agency (MINA)