ZIONISME bukanlah sekadar ideologi politik, melainkan sebuah proyek kolonialisme modern yang menyamarkan wajahnya dalam balutan kenegaraan. Ia berdiri di atas ambisi untuk mendirikan negara Yahudi di tanah Palestina dengan dalih janji sejarah dan kitab suci yang telah diselewengkan. Sejak Deklarasi Balfour tahun 1917, dunia menyaksikan bagaimana sebuah bangsa dijajah, tanahnya dirampas, dan identitasnya dihapus. Zionisme, dengan seluruh instrumen kekuatan militer, politik, dan ekonomi, menjelma iblis modern yang menebar kehancuran di Timur Tengah.
Sejarah menunjukkan, Zionisme lahir dari akar kolonialisme Eropa. Gerakan ini tumbuh subur di tengah semangat imperialisme abad ke-19. Mereka memanfaatkan narasi penderitaan diaspora Yahudi untuk menjustifikasi pendudukan tanah Palestina. Ironinya, penderitaan yang mereka alami di Eropa justru dijadikan alasan untuk menindas bangsa lain. Dalam bahasa Al-Qur’an, perbuatan ini serupa dengan kezhaliman yang dilakukan oleh kaum terdahulu yang melampaui batas. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya” (QS. Al-A’raf: 56).
Zionisme modern menggunakan jas kenegaraan bernama Israel. Dengan legitimasi politik internasional, mereka berhasil memanipulasi opini dunia seolah-olah eksistensi Israel adalah sah dan wajar. Padahal, di balik jas resmi tersebut, tersembunyi luka kemanusiaan: jutaan pengungsi Palestina, pembantaian demi pembantaian, serta penghancuran identitas budaya dan agama. Zionisme memainkan peran iblis modern karena menggunakan wajah hukum dan diplomasi untuk menutupi wajah kejam kolonialismenya.
Jika kita menilik sejarah Palestina, tanah ini adalah ardh al-anbiya, tanah para nabi. Di sinilah Ibrahim, Musa, Isa, hingga Rasulullah SAW menjejakkan kaki. Palestina adalah milik umat manusia, khususnya umat Islam sebagai penjaga kesucian Al-Aqsha. Namun Zionisme, dengan kekuatan militer dan propaganda, merampas tanah ini dari pemilik sahnya. Rasulullah SAW bersabda, “Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang memperjuangkan kebenaran, mereka menang hingga hari kiamat. Mereka berada di Baitul Maqdis dan sekitarnya.” (HR. Ahmad). Hadis ini menjadi pengingat bahwa perjuangan melawan Zionisme adalah perjuangan suci.
Baca Juga: Deklarasi New York, Hukuman bagi Pejuang dan Hadiah bagi Penjajah
Zionisme juga adalah proyek dehumanisasi. Mereka tidak hanya merampas tanah, tetapi juga berusaha menghapus eksistensi rakyat Palestina. Dengan tembok pemisah, blokade Gaza, dan pengusiran paksa, mereka menciptakan sebuah apartheid modern. Dunia internasional telah mengutuk sistem apartheid di Afrika Selatan, namun dunia masih membiarkan Zionisme menjalankan apartheid di abad ke-21. Ini adalah hipokrisi global, yang membuktikan bahwa Zionisme memang iblis modern yang beroperasi dengan legitimasi internasional.
Dari perspektif syar’i, Zionisme adalah bentuk baghy (kezaliman) yang nyata. Allah Ta’ala menegaskan, “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahannam, ia kekal di dalamnya, dan Allah murka kepadanya serta mengutuknya dan menyediakan azab yang besar baginya.” (Qs. An-Nisa: 93). Setiap darah anak-anak Gaza yang tumpah, setiap rumah yang dihancurkan, dan setiap masjid yang diruntuhkan adalah saksi bahwa Zionisme telah melampaui batas kemanusiaan dan melawan perintah Allah.
Namun Zionisme tidak berdiri sendiri. Ia dikuatkan oleh sistem global: PBB yang bias, media internasional yang memutarbalikkan fakta, dan kekuatan ekonomi yang dikuasai oleh jaringan internasional. Semua ini membuat Zionisme menjadi iblis modern yang licik, bekerja melalui struktur kenegaraan, ekonomi, bahkan budaya pop. Inilah alasan mengapa kesadaran umat sangat penting: kita harus memahami bahwa melawan Zionisme bukan hanya soal Palestina, melainkan soal melawan kezaliman global.
Ulama salaf telah lama mengingatkan bahaya kezhaliman. Ibn Taimiyyah rahimahullah berkata: “Allah akan menegakkan negara yang adil meskipun kafir, dan tidak akan menegakkan negara yang zalim meskipun muslim.” Perkataan ini menunjukkan bahwa kezaliman adalah faktor kehancuran bangsa. Zionisme dibangun di atas pondasi kezhaliman, maka secara sunnatullah, suatu saat ia pasti akan runtuh.
Baca Juga: Jebakan Pemikiran Kolonial Rencana 20 Poin Trump tentang Gaza
Zionisme adalah ujian besar bagi umat Islam. Bagaimana mungkin umat dengan jumlah 2 miliar jiwa tak mampu membela tanah suci Al-Aqsha? Inilah yang Rasulullah SAW isyaratkan dalam hadis tentang ghutsaa’ ka ghutsaa’is-sail (seperti buih di lautan). Kelemahan umat bukan karena jumlah, melainkan karena hilangnya izzah dan terjerat cinta dunia. Zionisme memanfaatkan kelemahan ini dengan terus menanamkan fitnah melalui hegemoni ekonomi, politik, dan budaya.
Namun, meski Zionisme berwajah garang, ia tetaplah ciptaan Allah yang lemah di hadapan sunnatullah. Allah menjanjikan bahwa kezhaliman tidak akan bertahan lama. Firman-Nya, “Dan janganlah kamu mengira bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang-orang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (Qs. Ibrahim: 42). Ayat ini menguatkan keyakinan kita bahwa Zionisme hanya akan bertahan sesuai izin Allah, hingga datang waktunya dihancurkan.
Melawan Zionisme bukan hanya kewajiban politik, melainkan ibadah. Setiap doa untuk Palestina, setiap sedekah untuk para pengungsi, setiap suara yang mengungkap kebenaran, adalah bagian dari jihad. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu, dengan lisannya; jika tidak mampu, dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim). Maka melawan Zionisme adalah jihad zaman ini.
Dalam jas kenegaraan Israel, Zionisme berusaha tampil rapi, modern, bahkan demokratis. Namun di baliknya, ia adalah kekuatan iblis yang haus darah. Ia tidak segan membantai anak-anak, perempuan, dan orang tua. Inilah wajah asli Zionisme: modern dalam teknologi, tetapi primitif dalam moralitas. Peradaban yang dibangun di atas darah dan air mata tidak pernah bertahan lama.
Baca Juga: Janji Gizi Murah, Kenyataan Pahit: Kasus Keracunan MBG Meningkat Drastis
Inspirasi terbesar kita datang dari rakyat Palestina sendiri. Meski tertindas, mereka tidak menyerah. Anak-anak Gaza tetap menghafal Al-Qur’an di bawah dentuman bom. Pemuda-pemuda Al-Quds tetap melawan meski hanya dengan batu. Wanita-wanita Palestina tetap tegar meski kehilangan suami dan anak-anaknya. Mereka adalah bukti bahwa keimanan melahirkan kekuatan yang tidak dapat dikalahkan oleh senjata modern.
Bagi umat Islam, Zionisme adalah cermin yang memaksa kita bercermin. Apakah kita sudah menjalankan Islam dengan kaffah? Apakah kita hanya sibuk dengan urusan dunia sementara saudara-saudara kita ditindas? Zionisme seakan Allah hadirkan sebagai pengingat bahwa tanpa persatuan, umat ini akan diinjak-injak. Maka melawan Zionisme juga berarti membangun persatuan, menguatkan ukhuwah, dan kembali kepada syariat Allah.
Pada akhirnya, Zionisme hanyalah iblis modern dalam jas kenegaraan. Ia mencoba menipu dunia dengan retorika demokrasi, hak asasi, dan perdamaian, namun hakikatnya adalah penjajahan dan teror. Umat Islam harus yakin bahwa pertarungan ini bukan hanya politik, melainkan pertarungan antara kebenaran dan kebatilan. Sebagaimana firman Allah: “Dan katakanlah: yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu pasti lenyap.” (QS. Al-Isra: 81). Inilah janji Allah, dan janji Allah pasti benar.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Proposal Trump untuk Gaza, Harapan Baru bagi Palestina atau Strategi Geopolitik Semata?