Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Zionisme: Ideologi Setan Berkedok Tanah Terjanji

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - Rabu, 21 Mei 2025 - 14:38 WIB

Rabu, 21 Mei 2025 - 14:38 WIB

20 Views

Zionis Israel biadab (foto: ig)

DI BALIK slogan “Tanah yang Dijanjikan”, tersimpan sebuah ideologi keji yang telah merenggut nyawa tak berdosa, menghancurkan rumah-rumah rakyat jelata, dan mengusir jutaan manusia dari tanah kelahirannya. Zionisme, bukanlah sekadar gerakan politik. Ia adalah wajah lain dari penjajahan modern yang membungkus dirinya dengan simbol-simbol agama, namun hakikatnya adalah kerakusan dan kebiadaban.

Zionisme bermula sebagai gerakan nasionalisme Yahudi pada akhir abad ke-19. Namun seiring waktu, ia berkembang menjadi ideologi supremasi yang menempatkan satu ras di atas ras lain, satu bangsa di atas bangsa lain, satu kepentingan di atas kemanusiaan. Dengan mengklaim tanah Palestina sebagai “Tanah yang Dijanjikan”, para pendukung Zionis menjadikan darah manusia sebagai harga dari pemenuhan ambisi mereka.

Tanah Dirampas, Darah Ditumpahkan

Tahun 1948 menjadi luka menganga bagi dunia Islam. Saat itu, ratusan ribu warga Palestina terusir dari rumah-rumah mereka, menjadi pengungsi di negerinya sendiri. Zionis Israel, dengan dukungan penuh negara-negara adidaya, mengumumkan berdirinya “negara” mereka di atas tanah yang tidak pernah sah mereka miliki. Tragedi Nakbah — bencana besar — menjadi awal dari penderitaan panjang rakyat Palestina.

Baca Juga: Dari Bandung Menuju Al-Aqsha: Tadabbur Qs. Al Anfal Ayat 45-56 dan Spirit Perjuangan

Sejak itu, kekejaman demi kekejaman terus terjadi. Desa-desa dibakar, masjid-masjid dihancurkan, anak-anak dibunuh dengan keji. Mereka tidak peduli pada hukum internasional, tidak gentar pada seruan damai. Karena mereka percaya pada satu hal: tujuan mereka menghalalkan segala cara. Inilah wajah asli dari Zionismeideologi setan yang haus akan tanah, darah, dan kekuasaan.

Yang lebih mengerikan adalah bagaimana dunia dibungkam oleh propaganda mereka. Media-media besar dunia sering kali berat sebelah. Mereka menyebut pembantaian warga sipil sebagai “operasi militer”, menyamakan penjajah dengan korban, dan melabeli perlawanan sebagai “terorisme”. Padahal jelas, siapa yang mengusir, siapa yang dijajah, siapa yang merebut hak hidup orang lain.

Zionisme tak hanya menguasai tanah, tapi juga pikiran. Mereka menanamkan rasa takut dan rasa bersalah kepada siapa pun yang berani bersuara. Siapa yang mengkritik Israel, akan segera dicap sebagai pembenci Yahudi. Padahal Zionisme bukan mewakili seluruh kaum Yahudi. Banyak Yahudi anti-Zionis di seluruh dunia yang menolak kekerasan dan penjajahan atas nama agama. Tapi suara mereka sering dibungkam, dan Zionisme terus memonopoli narasi.

Masjid Al-Aqsha: Simbol Kesucian yang Dilecehkan

Baca Juga: Kata Situs Formula E tentang Jakarta

Zionisme bukan hanya menjajah tanah dan membunuh manusia, mereka juga melecehkan kesucian agama. Masjid Al-Aqsha, kiblat pertama umat Islam, terus-menerus dinodai oleh tentara-tentara Zionis. Jemaah diserang saat salat, anak-anak dipukuli di halaman masjid, dan proyek Yahudisasi terus menggerogoti kota suci Yerusalem.

Bagi umat Islam, Palestina bukan sekadar isu politik. Ia adalah masalah iman. Rasulullah ﷺ pernah mengaitkan pembebasan Al-Quds dengan kebangkitan umat. Maka selama Al-Aqsha belum bebas, selama Zionisme masih bercokol, umat Islam belum boleh tenang. Kita punya kewajiban moral, spiritual, dan kemanusiaan untuk menolak ideologi busuk ini.

Di tengah gelombang kebrutalan, ada cahaya harapan. Dunia mulai membuka mata. Rakyat-rakyat biasa di berbagai negara—bahkan non-Muslim—turun ke jalan membela Palestina. Mereka membawa spanduk, menulis petisi, dan membongkar kebohongan media. Karena kejahatan Zionisme terlalu nyata untuk disembunyikan. Darah anak-anak Gaza terlalu merah untuk ditutup kain propaganda.

Perlawanan rakyat Palestina pun tak pernah padam. Mereka terus bertahan dengan batu, doa, dan semangat yang tak bisa dihancurkan oleh peluru. Mereka mengajarkan dunia bahwa kehormatan dan harga diri lebih berharga daripada nyawa. Bahwa tanah suci tak bisa ditukar dengan dolar, dan bahwa Zionisme akan tumbang bukan karena senjata, tapi karena kebenaran.

Baca Juga: Dari Bandung untuk Al-Aqsa, Tabligh Akbar Menyatukan Umat dalam Ukhuwah dan Perjuangan

Menyudutkan Zionis bukan berarti membenci agama atau etnis tertentu. Ini tentang menentang kezaliman, menolak penjajahan, dan membela mereka yang tertindas. Kita tidak bicara soal ras, tapi soal hati nurani. Dunia yang diam terhadap Zionisme adalah dunia yang mengizinkan anak-anak dibunuh di siang bolong, dunia yang mengabaikan ratapan seorang ibu yang kehilangan seluruh keluarganya.

Zionisme adalah ideologi yang merusak tatanan moral manusia. Ia memanipulasi agama demi kekuasaan, dan menjadikan penderitaan orang lain sebagai batu loncatan menuju “tanah impian” mereka. Tapi kita tahu, tak ada keadilan yang lahir dari darah. Tak ada kedamaian yang tumbuh dari reruntuhan.

Kini saatnya bagi umat Islam, dan seluruh umat manusia yang berakal sehat, untuk bangkit. Bukan sekadar marah, tapi bergerak. Kita bisa menulis, berbicara, menyumbang, dan berdoa. Setiap langkah kecil kita adalah batu yang kita lemparkan ke arah kezaliman. Jangan biarkan dunia dikendalikan oleh ideologi setan yang bernama Zionisme.

Palestina adalah luka kita bersama. Dan selama Zionisme masih hidup, kita tidak boleh mati rasa. Karena mereka yang diam terhadap kezaliman, pada akhirnya akan menjadi bagian darinya. Mari kita lawan bukan dengan kebencian buta, tapi dengan kesadaran, keberanian, dan cinta yang murni terhadap kebenaran. Tanah yang dijanjikan bukan milik penjajah, tapi milik mereka yang menjaga amanah Allah: keadilan dan kemanusiaan.[]

Baca Juga: 5 Adab Mulia yang Harus Diketahui Peserta Tabligh Akbar

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Zionis Manfaatkan Serangannya ke Iran untuk Tutup Masjid Al-Aqsa

Rekomendasi untuk Anda