Gambaran anak-anak Palestina yang terjebak dalam konflik berkepanjangan dengan Israel – tampaknya makin memprihatinkan – pembunuhan terhadap mereka terus terjadi bahkan ketika anak-anak itu sedang bermain, berada di sekolah atau sekedar menonton aksi unjukrasa.
Israel pada 2016 telah membunuh lebih banyak anak-anak Palestina di Tepi Barat dan Jerusalem yang diduduki, ketimbang tahun-tahun lain dalam dasawarsa ini, demikian kelompok hak azasi manusia Pertahanan bagi Anak-Anak Internasional (DCI) melaporkan.
Laporan organisasi itu tentang kawasan Palestina yang diduduki mencatat pembunuhan atas 32 anak Palestina (di bawah usia 18 tahun) membuat 2016 “tahun paling mematikan dalam dasawarsa ini” bagi mereka, tulis kelompok tersebut, Rabu (4/1).
Beberapa pembunuhan itu terjadi dalam serangan-serangan militer Israel terhadap kota-kota Palestina di Tepi Barat yang diduduki, konfrontasi-konfrontasi dengan tentara Israel atau dalam berbagai unjukrasa tak bersenjata.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
“Tetara-tentara Israel menerapkan kebijakan satu tembakan untuk membunuh. Mereka diijinkan untuk membunuh orang-orang Palestina dan faktanya mereka bisa membunuh tanpa konsekwesi dan hukuman karena melakukan penembakan tersebut,” kata Ayed Abu Eqtaish, Direktur Program Akuntabiliti DCI-Palestina, kepada Al Jazeera.
Sejak Oktober 2015, tentara-tentara Israel dan kelompok pendudukan bertanggung-jawab atas pembunuhan sedikitnya 244 orang Palestina, termasuk para pengunjuk rasa tak bersenjata, para penonton dan orang-orag yang dituduh melakukan serangan dalam apa yang disebut “intifada Jerusalem” atau pemberontakan Jerusalem.
Sekitar 36 orang Israel juga terbunuh dalam insiden-insiden serangan dan penembakan yang dilakukan oleh orang-orang Palestina.
“Akibat situasi politik, terutama dalam pemberontakan Jerusalem sejak Oktober 2015, jumlah korban karena ketegangan dan bentrokan antara tentara Israel dengan orang-orang Palestina, meningkat,” kata Abu Eqtaish.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Sebanyak 19 dari 32 orang Palestina yang tewas, adalah anak-anak berusia 16 dan 17 tahun, sementara 13 lainnya berumur 13 sampai 15 tahun, kata DCI Palestina.
Tahun 2015, jumlah orang-orang sipil Palestina di bawah usia 18 tahun yang terbunuh di Tepi Barat dan Jerusalem Timur tercatat 28 orang. Pada 2014, 13 anak Palestina tewas, sementara empat anak lainnya terbunuh tahun 2013.
“Sangat jarang ada penyelidikan-penyelidikan yang terbuka tentang pembunuhan-pembunuhan itu. Hanya ada satu insiden yang dilaporkan tahun 2014 – tewasnya Nadim Nuwara – di mana seorang tentara didakwa,” kata Abu Eqtaish.
Pada 15 Mei 2014, sebuah video memperlihatkan pasukan Israel menembakkan peluru-peluru tajam kepada dua bocah Palestina yang tidak bersenjata, Nadim Nuwara, 17 dan Mahmoud Abu Thaher, 16, ang tengah menonton unjukrasa di luar penjara Israel Ofer, yang menewaskan mereka.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Tentara Israel didakwa dengan pembunuhan yang direncanakan, tetapi kuasa hukumnya baru-baru ini mengatakan kepada media Israel bahwa tuntutan itu mungkin dicabut.
Ditembak saat nonton pawai
Faris al-Bayed yang berusia 15 tahun dari kamp pengungsi Jalazone di utara Ramallah di Tepi Barat merupakan korban lainnya dari agresi tentara Israel. Al-Bayed tewas pada 15 Oktober 2015 ketika tentara-tentara Israeli melepaskan sebuah peluru metal berlapis karet ke kepala bocah tersebut, yang akhirnya menyebabkan kematiannya.
Aturan-aturan penggunaan peluru metal berlapis karet, yang juga dikenal sebagai “peluru karet”, menetapkan bahwa proyektil-proyektil itu hanya ditujukan untuk membubarkan kerumunan, dan harus ditembakkan paling tidak 40 meter dari orang terdekat, dan bukan terhadap anak-anak.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Al-Bayed sedang melihat sebuah pawai dekat kamp tersebut untuk memperingati terbunuhnya anak berusia 14 tahun, Ahmad Sharaka, ketika dia ditembak. Dia sempat menjalani perawatan intensif selama 67 hari dalam keadaan koma, sebelum akhirnya meninggal.
“Anda tidak akan bisa membayangkan rasa sakit yang dialami ibu si bocah,” kata paman al-Bayed, Abu Mohammad, kepada Al Jazeera.
Abu Mohammad yakin generasi muda kini lebih sadar ketimbang para orangtua mereka, karena itu mereka makin menjadi sasaran pasukan Israel.
“Ada berbagai pembunuhan, serangan dan penahanan setiap hari. Dulu tidak seperti ini. Masuknya internet dan kesadaran yang lebih tinggi, membuat anak-anak Palestina menjadi lebih nasionalis dan peduli akan apa yang sedang terjadi,” kata Abu Mohammad.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Menurut seorang aktivis yang berkedudukan di Tepi barat, Hazem Abu Helal, pembunuhan-pembunuhan merupakan “bagian dari kebijakan Israel.”
“Ini adalah budaya negara rasis yang mengatakan kepada tentara-tentara Israel bahwa boleh saja membunuh orang-orang Palestina karena mereka adalah “teroris” apakah itu seorang pria, wanita atau anak-anak,” kata Abu Helal kepada Al Jazeera dari rumahnya di Ramallah.
Hasil sebuah pengumpulan pendapat oleh Lembaga Demokrasi Israel bulan Agustus lalu menunjukkan, sekitar 47 persen Yahudi Israel menyatakan mendukung pembunuhan terhadap orang-orang Palestina yang melakukan serangan-serangan terhadap Israel, bahkan ketika laki-laki atau perempuan Palestina itu sudah ditangkap dan tidak lagi merupakan ancaman.
Kelompok hak azasi manusia antar negara (NGO) termasuk Amnesti International menemukan bahwa paling tidak ada 150 kasus sejak Oktober 2015, di mana pasukan Israel “membunuh orang-orang Palestina setelah mereka tak lagi menjadi ancaman dan sama sekali tidak melakukan serangan.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
“Bahkan tentara Israel memakai senjata mematikan untuk melawan para penyerang,” kata mereka, “jika senjata tak mematikan tidak memadai.”
Organisasi-organisasi hak azasi manusia telah berulang kali mengutuk pembunuhan seperti itu, yang mereka gambarkan sebagai sebuah “penggunaan kekuatan yang berlebihan” di mana pasukan Israel melanggar hukum hak azasi manusia internasional.
“Kami sadar bahwa meskipun kami berusaha membawa tentara itu ke pengadilan, tak akan terjadi sesuatu kepadanya,” kata Abu Mohammad. “Apa faktanya? Ribuan orang Palestina tewas dalam beberapa tahun ini, tapi tak seorangpun tentara telah dihukum.” (RS1/P1)
Sumber: Al Jazeera News
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Miraj Islamic News Agency/MINA