BERSYUKUR adalah kunci pembuka pintu-pintu nikmat yang lebih besar dari Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan janji-Nya yang tak pernah meleset, “Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu…” (Qs. Ibrahim: 7).
Janji ini tidak hanya menjanjikan tambahan nikmat, tetapi juga mengandung kedalaman rahmat dan perhatian Allah kepada hamba-Nya. Bersyukur bukan sekadar ucapan lisan, tapi sikap hati dan amal perbuatan yang mencerminkan keikhlasan kepada Sang Pemberi Nikmat.
Nikmat yang Allah tambahkan bagi orang bersyukur bukan hanya dalam jumlah, tetapi juga dalam mutu. Kuantitas adalah tambahan yang tampak di mata manusia—lebih banyak rezeki, kesehatan, kesempatan, dan kebahagiaan duniawi. Namun kualitas adalah bagian yang lebih halus: nikmat yang dirasakan mendalam, bermakna, dan menentramkan. Maka, dua cara Allah menambah nikmat adalah melalui peningkatan kuantitas dan peningkatan kualitas, keduanya merupakan rahasia agung dari rasa syukur.
Tambahan nikmat secara kuantitas tampak nyata dan membahagiakan jiwa manusia. Allah membukakan pintu rezeki dari arah yang tak disangka, memperbanyak keturunan, memperluas pengaruh, dan melapangkan jalan kehidupan. Seorang yang bersyukur, hidupnya seperti magnet kebaikan—selalu dikelilingi oleh pertolongan dan kelimpahan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ridha terhadap seorang hamba yang makan satu suapan lalu ia memuji-Nya, atau minum satu tegukan lalu ia memuji-Nya” (HR. Muslim).
Baca Juga: Medsos, Ladang Amal Shaleh Yang Terlupakan
Dalam bentuk kualitas, nikmat terasa lebih dalam, lebih tenang, dan lebih bermakna. Allah tambahkan ketenangan dalam hati, barakah dalam waktu, dan kebermaknaan dalam hubungan. Orang yang sedikit hartanya tapi bersyukur, bisa jadi lebih bahagia dibanding yang berlimpah namun kufur. Inilah rahasia kualitas nikmat: ia tidak selalu kasat mata, tapi menghujam ke dasar jiwa.
Allah berfirman dalam Qs. Luqman: 12, “Dan sungguh, Kami telah berikan hikmah kepada Luqman, (yaitu), ‘Bersyukurlah kepada Allah.’ Dan barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.” Syukur itu kembali pada manfaat bagi hamba itu sendiri, bukan untuk Allah yang Maha Cukup. Ketika kita bersyukur, kita sedang memperbaiki nasib kita sendiri dengan cara yang paling agung. Sebab syukur bukan hanya menerima, tapi juga merawat dan menumbuhkan nikmat.
Kualitas nikmat juga berarti kemampuan merasakan nikmat itu sendiri. Betapa banyak orang diberi makanan lezat, namun tak bisa menikmatinya karena hilang rasa. Betapa banyak orang punya keluarga, tapi tak merasakan cinta. Maka bersyukur membuat kita sadar bahwa nikmat terbesar bukan hanya apa yang kita miliki, tapi kemampuan merasakan dan menikmatinya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Lihatlah kepada orang yang berada di bawah kalian dan jangan melihat kepada orang yang berada di atas kalian, karena itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah atas kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini mengajarkan bagaimana syukur dapat menumbuhkan kedamaian batin. Bukan harta yang membuat kita kaya, tapi hati yang mampu bersyukur.
Baca Juga: Dakwah Tapi Sombong, Sebuah Ironi Di Akhir Zaman
Allah menambah kuantitas nikmat dengan cara yang seringkali tidak terduga. Rezeki datang dari jalan yang tak disangka, hubungan yang tadinya retak menjadi indah, dan cita-cita yang terlihat jauh menjadi nyata. Ini adalah bukti bahwa bersyukur membuka dimensi keberkahan yang tak kasat mata. Nikmat datang seperti hujan: mengalir deras bagi mereka yang menengadah dengan hati penuh syukur.
Kualitas hidup meningkat ketika kita mensyukuri waktu, ilmu, dan kesempatan. Waktu yang sedikit menjadi penuh makna, ilmu yang sedikit menjadi bermanfaat luas, dan kesempatan kecil menghasilkan perubahan besar. Itulah kuasa syukur dalam dimensi kualitas. Hati yang bersyukur seperti ladang subur, semua benih kebaikan akan tumbuh di dalamnya.
Dalam Qs. An-Nahl: 114, Allah berfirman, “Maka makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu yang halal lagi baik, dan bersyukurlah atas nikmat Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” Ayat ini menyatukan syukur dengan tauhid dan kehalalan dalam kehidupan. Syukur bukan hanya bentuk kesadaran spiritual, tetapi juga tanggung jawab moral dan etika.
Orang yang bersyukur tidak akan mudah mengeluh, karena dia melihat dari sisi yang lebih dalam. Ia tahu bahwa ujian pun bisa menjadi nikmat jika dihadapi dengan ikhlas dan sabar. Maka Allah tambahkan kenikmatan dari rasa cukup yang tak bisa dibeli oleh dunia. Ini adalah kualitas hidup yang hanya bisa dimiliki oleh mereka yang bersyukur sepenuh hati.
Baca Juga: Jama’ah Adalah Benteng Terakhir di Tengah Badai Fitnah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perhatikanlah siapa yang lebih rendah darimu (dalam urusan dunia), dan jangan memperhatikan siapa yang lebih tinggi darimu, agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah kepadamu.” (HR. Tirmidzi). Hadis ini menunjukkan bagaimana bersyukur memelihara akal sehat dan kejernihan hati. Ketika syukur hadir, maka iri hati pun akan pergi.
Nikmat yang berkualitas adalah nikmat yang membimbing kepada ketaatan. Allah tak hanya memberi, tapi mengarahkan agar pemberian itu menjadi sarana mendekat kepada-Nya. Harta yang berkah, waktu yang bermanfaat, ilmu yang diamalkan—semuanya adalah bentuk peningkatan kualitas. Bersyukur menjadikan segala hal sebagai alat untuk beribadah, bukan sekadar kenikmatan dunia.
Kuantitas dan kualitas nikmat tidak akan datang jika kita kufur terhadap nikmat yang kecil. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa tidak bersyukur dengan yang sedikit, maka ia tidak akan mampu bersyukur atas yang banyak.” (HR. Ahmad). Maka mulailah dengan bersyukur atas napas, atas udara, atas waktu, dan atas iman. Karena nikmat besar diawali dengan penghargaan terhadap nikmat kecil.
Syukur adalah jalan menuju nikmat yang tak terputus. Allah menjanjikan: “Sesungguhnya jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepada kalian…” (Qs. Ibrahim: 7). Tambahan itu bisa berupa limpahan materi maupun ketenangan jiwa, keduanya sangat dibutuhkan manusia. Maka jadilah hamba yang pandai bersyukur, karena di sanalah rahasia bertambahnya nikmat dalam segala hal.[]
Baca Juga: Zionis Israel Takut kepada Muslim Sejati
Mi’raj News Agency (MINA)