California, 23 Safar 1437/5 Desember 2015 (MINA) – Pengacara keluarga pelaku penembakan di San Bernardino, California, mengkritik pihak berwenang dan media yang fokus menyorot label “Muslim” pada identitas kliennya yang telah tewas.
Kritik pengacara David Chesley muncul setelah FBI mengumumkan serangan yang dilakukan oleh Syed Rizwan Farook dan istrinya Tashfeen Malik adalah “tindakan terorisme”.
Menurut Chesley, agama kedua kliennya tidak harus menjadi fokus utama penyelidikan. Al Jazeera memberitakannya yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Sebanyak 14 orang tewas ditembak dan 21 luka-luka setelah Farook dan istrinya menyerbu sebuah pesta di layanan sosial distabilitas di San Bernardino. Padahal, pesta itu dihadiri oleh rekan kerja pelaku.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
Pasangan itu akhirnya tewas dalam baku tembak dengan polisi setelah terjadi kejar-kejaran mobil.
Chesley mencatat, liputan media tentang Farook dinilai begitu cepat untuk menggambarkan penyerang sebagai seorang Muslim, sementara penembakan masa lalu oleh orang-orang dari agama lain tidak pernah disorot iman mereka ke publik.
“Dia (Farook) adalah seorang individu yang terisolasi tanpa teman,” kata pengacara David Chesley kepada wartawan, Jumat (4/12).
“Ketika seorang Kristen pergi untuk menembak sebuah klinik aborsi, berita utama tidak mengatakan ‘ekstrimis Kristen Katolik’ seperti setiap judul mengatakan ‘pembantaian Muslim’ atau ‘penembak Muslim’,” katanya.
Baca Juga: Trump Disebut Menentang Rencana Israel Aneksasi Tepi Barat
Chesley mencatat, ketika FBI mengumumkan bahwa pembantaian itu tindakan terorisme, lembaga itu tidak mengungkapkan bukti langsung hubungan kliennya kepada kelompok Islamic State (ISIS/Daesh).
Profesor hukum di AS, Khalid Beydoun mengatakan kepada Al Jazeera, ada “pinggiran elemen” kekerasan dalam komunitas Muslim-Amerika, tapi ia mencatat hal yang sama berlaku dalam kelompok etnis atau agama lain di AS.
Beydoun mengatakan, lebih dari 350 kejahatan senapan yang tejadi tahun ini di AS dilakukan oleh orang kulit putih, sementara 63 persen dari penembakan massal telah dilakukan oleh laki-laki kulit putih sejak tahun 1982.
“Percakapan ini harus terjadi di garis ras, lintas agama. Satu komunitas agama tidak boleh didakwa, dan itulah narasi yang berbentuk sekarang dalam ruang media populer,” kata Beydoun. (T/P001/P2)
Baca Juga: Syamsuri Firdaus Juara 1 MTQ Internasional di Kuwait
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)