Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Namanya Abdullah bin Abbas. Kelak, dialah yang dikenal sebagai “Tinta Umat”. Kecerdasannya sekaligus kesalehannya tak satupun ada yang menandingi di masanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam secara khusus mendoakannya agar kelak menjadi orang yang ahli dalam tafsir al Qur’an dan ilmu dien lainnya.
Semua kalangan Muhajirin dan Anshar sangat mengenal siapa Ibnu Abbas. Ia adalah sahabat kelima yang banyak meriwayatkan hadist sesudah Sayyidah Aisyah ra. Setidaknya ia telah meriwayatkan 1.660 hadits. Ayahnya, Abbas bin Abdul Mutthalib bin Hasyim, adalah paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sementara ibunya adalah Ummul Fadl Lababah binti harits saudari ummul mukminin Maimunah.
Sahabat yang mempunyai kedudukan yang sangat terpandang ini dijuluki dengan Tinta Umat Islam. Darinyalah asal silsilah Khalifah Daulat Abbasiah. Dia dilahirkan di Mekah dan besar di saat munculnya Islam. Semasa hidupnya, dia selalu mendampingi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka tak heran ia pun banyak meriwayatkan hadits sahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Baca Juga: Kisah Muchdir, Rela tak Kuliah Demi Merintis Kampung Muhajirun
Saat perang Jamal dan Shiffin pecah, Ibnu Abbas ada di barisan Ali bin Abi Thalib. Ia adalah pakar fikih, ahli strategi perang dan ahli sejarah. Di akhir hidupnya dia mengalami kebutaan, sehingga dia tinggal di Taif sampai akhir hayatnya.
Masa kelahirannya
Abdullah bin Abbas lahir tiga tahun sebelum hijrah dan Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam mendoakannya, “Ya Allah berilah ia pengertian dalam bidang agama dan berilah ia pengetahuan takwil (tafsir).” Allah mengabulkan doa Nabi-Nya. Tak heran, dikemudian hari Ibnu Abbas menjadi orang yang dicari untuk di mintai fatwa penting sesudah Abdullah bin Mas’ud, selama kurang lebih tiga puluh tahun.
Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam meninggal dunia, Ibnu Abbas ra berusia 13 tahun. Pada usia yang sangat muda itu, jika dibandingkan dengan tafsir dan hadits yang telah ia hasilkan, jelas itu merupakan karamah dan kenikmatan yang patut dicemburui oleh setiap muslim di jamannya. Maka pantaslah ia menjadi imam para ahli tafsir Al Quran. Para tokoh sahabat pun sering menanyakan mengenai penafsiran Al Quran kepadanya.
Baca Juga: Bashar Assad Akhir Rezim Suriah yang Berkuasa Separuh Abad
Keluarga kaya
Dia merupakan anak dari keluarga yang kaya dari seorang pedagang bernama Abbas bin Abdul-Muththalib, paman Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. Ibunya, Ummu al-Fadl Lubaba, merupakan wanita kedua yang masuk Islam, melakukan hal yang sama dengan teman dekatnya Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam.
Ayah dari Ibnu Abbas dan ayah dari Muhammad merupakan anak dari orang yang sama, Syaibah bin Hâsyim, lebih dikenal dengan nama Abdul Muththalib. Sementara ayah dari Abdul Muththalib itu adalah Hasyim bin Abdulmanaf, penerus dari Bani Hasyim klan dari Quraisy yang terkenal di Mekkah. Ibnu Abbas juga memiliki seorang saudara bernama Fadl bin Abbas.
Pakar banyak ilmu
Baca Juga: Nama-nama Perempuan Pejuang Palestina
Begitu pula tentang ilmu fikih, tafsir, bahasa arab, sya’ir, ilmu hitung dan fara’id. Suatu hari ada orang yang berkata, “Aku menyaksikan ia duduk membicarakan ilmu fiqih. Di hari yang lain ia duduk membicarakan ilmu tafsir, satu hari lain bicara untuk masalah strategi perang, satu hari untuk syair dan di hari yang lain ia memperbincangkan bahasa Arab. Sama sekali aku tidak pernah melihat ada orang alim duduk mendengarkan pembicaraan beliau begitu khusu’nya kecuali kepada beliau. Dan setiap pertanyaan orang kepada beliau, pasti ada jawabannya.”
Menurut An-Nasa’i, sanad hadits Ibnu Abbas paling sahih adalah yang diriwayatkan oleh az-Zuhri, dari Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utba, dari Ibnu abbas. Sedangkan yang paling Dhaif adalah yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Marwan as-Suddi Ash-Shaghir dan Al-Kalabi, dari Abi Shalih. Rangkaian ini disebut silsilah Al-Kadzib (silsilah bohong).
Tentang Ibnu Abbas, Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah juga pernah berkata, “Tak pernah aku melihat seseorang yang lebih mengerti dari pada Ibnu Abbas tentang ilmu hadits Nabi Shallallahu alaihi Wassalam serta keputusan-keputusan yang dibuat Abu Bakar, Umar, dan Utsman.”
Dikisahkan dari buku “Himpunan Fadhilah Amal” karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi rh bahwa Abdullah bin Abbas ra bercerita, “Tanyakanlah kepadaku mengenai tafsir Al Quran. Aku telah menghafalnya sejak kanak-kanak.” Di lain riwayat ia berkata, “Pada usia sepuluh tahun, aku sudah sampai juz terakhir dalam menghafal Al Quran.” (HR. Bukhari – Fathul Bari).
Baca Juga: Sosok Abu Mohammed al-Jawlani, Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham
Memang jika dibandingkan dengan para sahabat, hadits-hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam tentang penafsiran Al Quran yang diriwayatkan olehnya sangat sedikit. Namun, Abdullah bin Mas’ud ra berkata, “Ahli tafsir terbaik ialah Ibnu Abbas.” Abu Abdurrahman berkata, “Jika para sahabat mengajar Al Quran kepada kami, mereka selalu berkata, ‘Kami belajar Al Quran dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam sebanyak sepuluh ayat, dan kami tidak akan menambah ayat lain, sebelum sepuluh ayat disesuaikan antara ilmu dengan amalnya.” (Muntakhab Kanz)
Dalam masalah perang, Ibnu Abbas pernah mengikuti Perang Hunain, Thaif, Penaklukan Makkah dan haji wada’. Ia menyaksikan penaklukan Afrika bersama Ibnu Abu as-Sarah. Perang Jamal dan Perang Shiffin bersama Ali bin Abi Thalib. Ia wafat di Thaif pada tahun 68 H. Ibnu al-Hanafiyah ikut menshalatkanya. (A/RS3/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Abah Muhsin, Pendekar yang Bersumpah Jihad Melawan Komunis