Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada 72 Persen Pengaduan Kekerasan di KPAI Sejak Awal 2018

Hasanatun Aliyah - Senin, 19 Maret 2018 - 23:43 WIB

Senin, 19 Maret 2018 - 23:43 WIB

101 Views

Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti. (Foto: Aliya/MINA)

KPAI.png" alt="" width="600" height="450" /> Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti. (Foto: Aliya/MINA)

Jakarta, MINA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) khususnya bidang pendidikan telah menerima 72 persen pegaduan yang didominasi kekerasan fisik dan anak korban kebijakan sejak awal tahun 2018.

“Kekarasan terjadi kepada anak didik yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah, petugas sekolah lainnya, dan anak didik. Sedangkan kekerasan psikis sembilan persen dan kekerasan seksual dua persen,” kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti dalam jumpa media di Kantor KPAI, Jakarta, Senin (19/3).

Menurutnya, selain itu ada 13 persen kasus kekerasan seksual oknum guru terhadap peserta didik yang viral di media, meski tidak dilaporkan langsung ke KPAI, tetapi KPAI tetap melakukan pengawasan langsung.

“Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru tersebut sebagian besar dilakukan di lingkungan sekolah dan korbannya mencapai puluhan siswa, karena beberapa kasus, pelaku telah melakukan aksi bejatnya selama beberapa bulan bahkan ada yang sudah beberapa tahun,” ujarnya.

Baca Juga: UAR Korwil NTT Ikuti Pelatihan Water Rescue

Ia menjelaskan, sebelumnya korban kebanyakan anak perempuan, tetapi data terakhir justru korban mayoritas anak laki-laki.

“Korban mayoritas berusia SD dan SMP. Misalnya kasus kekerasan seksual oknum guru di kabupaten Tangerang korbannya mencapai 41 siswa, kasus di Jombang korbannya mencapai 25 siswi, kasus di Jakarta korbannya 16 siswa dan kasus oknum wali kelas SD di Surabaya korbannya mencapai 65 siswa,” paparnya.

Ia menambahkan, adapun modus oknum guru pelaku kekerasan seksual beragam. Misalnya, korban di bujuk rayu dengan iming-iming memberikan kesaktian seperti ilmu kebal dan ilmu menarik perhatian lawan jenis (semar mesem). Selain itu, ada yang dalih untuk pengobatan dan ruqyah.  Ada juga modus yang meminta anak didik membantu mengkoreksi tugas, memasukan nilai ke buku nilai dan bahkan dengan dalih memberikan sanksi tetapi dengan melakukan pencabulan.

Terkait hal ini ia menambahkan, perlu ada sistem perlindungan murid, agar yang menjadi korban atau saksi kekerasan di sekolah bisa dilindungi. (L/R10/RI-1)

Baca Juga: Cuaca Jakarta Diguyur Hujan Kamis Ini

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda