Adab Bertamu yang Diajarkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Silaturahim merupakan salah satu amalan yang dilakukan untuk menyambung tali persaudaraan. Dalam Islam, silaturahim bukan hanya sebuah tradisi, melainkan menjadi amalan sunnah yang dicontohkan Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasalam. Salah satu bentuk silaturahim adalah dengan bertamu atau berkunjung.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Quran surat An-Nisa [4] ayat 1, bahwa orang yang menyambung silaturahmi termasuk golongan orang yang bertakwa.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا (النساء [٤]: ١)

Hai sekalian manusia, bertakwalah kamu kepada Tuhan-Mu yang telah menciptakan kamu dari nafs yang satu (Adam), dan darinya Allah menciptakan pasangannya (Hawa), dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan menggunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. An-Nisa:1).

Dalam buku Keajaiban Shalat, Sedekah dan Silaturahmi, yang ditulis oleh H. Amirulloh Syarbini, dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim, seseorang yang menyambung silaturahmi termasuk dalam golongan orang beriman. Dalam hadist tersebut Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ (متفق عليه)

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maha hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi.”(H.R. Bukhari & Muslim).

Saat bertamu, umat Islam perlu memperhatikan beberapa adab, salah satunya dengan menjaga kesopanan sebagai tamu. Sebaliknya, sebagai penerima tamu juga harus menegtahui bagaimana cara memuliakan tamu sesuai ajaran Rasulullah Shallallahu alaihi Wasalam. Berikut ini adalah beberapa adab dalam bertamu:

  1. Datang bertamu sesuai dengan waktu yang ditentukan

Ketika mendapat undangan untuk datang ke suatu acara atau ke rumah seseorang, sebaiknya datang sesuai dengan waktu yang ditentukan. Datang terlalu cepat akan membuat tuan rumah merasa aibnya terlihat atau repot karena belum siap. Sebaliknya, jika datang terlambat akan membuatnya menunggu.

  1. Mengucap salam kepada pemilik rumah maksimal tiga kali

Salah satu sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi Wasalam adalah mengucapkan salam kepada pemilik rumah maksimal 3 kali saat bertamu. Jika setelah itu pemilik rumah tidak menjawab salam, sebaiknya niat bertamu diurungkan.

Pemilik rumah berhak menolak atau meminta untuk menunda kedatangan ke rumahnya jika memang ada uzur yang membuatnya perlu menunda.

Tentang batasan salam sebanyak tiga kali itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kita, bahwa batasan untuk meminta izin untuk bertamu adalah tiga kali. Sebagaimana dalam sabdanya:

اَلْاسْتِئْذَانُ ثَلاَثٌ، فَاِنْ أُذِنَ لَكَ وَاِلاَّ فَارْجِعْ

Dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiallahu’anhu, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Terlebih dahulu minta Izin sebelum masuk rumah

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajarkan, hendaknya seseorang ketika bertamu memberikan salam dan meminta izin untuk masuk. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَّكَّرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An-Nuur [24]: 27)

Sementara itu, dalam hadits dari Kildah ibn al-Hambal radhiallahu’anhu, ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku masuk ke rumahnya tanpa mengucap salam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Keluar dan ulangi lagi dengan mengucapkan ‘assalamu’alaikum’, boleh aku masuk?‘” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi berkata: Hadits Hasan)

Jika salam kita telah dijawab, bukan berarti kita dapat membuka pintu kemudian masuk begitu saja atau jika pintu telah terbuka, bukan berarti kita dapat langsung masuk. Mintalah izin untuk masuk dan tunggulah izin dari sang pemilik rumah untuk memasuki rumahnya.

  1. Mengetuk pintu dengan tidak mengganggu

Sering kali ketukan yang dilakukan seorang tamu berlebihan sehingga mengganggu pemilik rumah. Baik karena kerasnya atau cara mengetuknya. Maka, hendaknya ketukan itu adalah ketukan yang sekadarnya dan bukan ketukan yang mengganggu seperti ketukan keras yang mungkin mengagetkan atau sengaja ditujukan untuk membangunkan pemilik rumah.

Anas bin Malik radhiallahu’anhu berkata,

إِنَّ أَبْوَابَ النَّبِي صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ تَقْرَعُ بِالْأظَافِيرِ

“Kami di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetuk pintu dengan kuku-kuku.” (HR. Al-Bukhari)

Alat pengetuk Pintu di masa Utsmaniyah

Di masa Khilafah Utsmaniy, di pintu-pintu rumah umat Islam terdapat dua alat pengetuk pintu. Satu yang berukuran kecil dan satunya lagi yang berukuran lebih besar.

 

Saat pintu diketuk dengan pengetuk kecil (yang tentunya menghasilkan suara kecil) akan diketahui bahwa si pengetuk pintu adalah seorang wanita. Maka, nyonya -atau wanita- di dalam rumah yang akan keluar membuka pintu.

Saat pintu diketuk dengan pengetuk besar (yang tentunya menghasilkan suara lebih besar) akan diketahui bahwa si pengetuk pintu adalah seorang lelaki. Maka, lelaki di dalam rumah yang akan keluar membuka pintu.

Sementara rumah yang anggota keluarganya ada yang sakit, maka akan ditaruh seikat bunga merah di pintu. Hal itu dimaksudkan agar orang yang akan bertamu mengetahui bahwa di rumah tersebut ada yang sedang sakit sehingga mereka tidak mengangkat/mengeluarkan suara meninggi.

  1. Posisi berdiri tidak menghadap pintu

Posisi berdiri seorang tamu hendaknya tidak persis di depan pintu dan tidak menghadap ke dalam ruangan. Hal itu berkaitan hak sang pemilik rumah untuk mempersiapkan dirinya dan rumahnya dalam menerima tamu.

Hal tersebut dimaksudkan agar apa yang ada di dalam rumah tidak langsung terlihat oleh tamu sebelum diizinkan oleh pemilik rumah. Sebagaimana amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Abdullah bin Bisyr ia berkata,

كَانَ رَسُولُ الله إِذَا أَتَى بَابَ قَوْمٍ لَمْ يَسْتَقْبَلُ اْلبَابَ مِنْ تِلْقَاءِ وَ جْهِهِ وَ لَكِنْ ركنها الأيمن أَوِ الْأيسر وَ يَقُولُ السَّلاَم عَلَيْكُمْ اَلسَّلاَمُ عَلَيكُمْ

“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mendatangi pintu suatu kaum, beliau tidak menghadapkan wajahnya di depan pintu, tetapi berada di sebelah kanan atau kirinya dan mengucapkan assalamu’alaikum… assalamu’alaikum…” (HR. Abu Dawud)

  1. Tidak Mengintip

Mengintip ke dalam rumah karena penasaran ketika bertamu, meskipun dengan alasan untuk memastikan apakah ada orang di dalam rumah atau tidak, itu tidak diperbolehkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencela perbuatan ini dan memberi ancaman kepada para pengintip, sebagaimana dalam sabdanya,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِك أَنَّ رَجُلًا اطَّلَعَ مِنْ بَعْضِ حُجَرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِشْقَصٍ أَوْ بِمَشَاقِصَ فَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ يَخْتِلُ الرَّجُلَ لِيَطْعُنَهُ

“Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu sesungguhnya ada seorang laki-laki mengintip sebagian kamar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu nabi berdiri menuju kepadanya dengan membawa anak panah yang lebar atau beberapa anak panah yang lebar, dan seakan-akan aku melihat beliau menanti peluang ntuk menusuk orang itu.” (HR. Al-Bukhari)

  1. Pulang kembali tidak ada jawaban atau diminta pulang

Kita hendaknya menunda kunjungan atau pulang kembali ketika setelah tiga kali salam tidak dijawab atau pemilik rumah menyuruh kita untuk pulang kembali. Sehingga jika seorang tamu disuruh pulang, hendaknya ia tidak tersinggung atau merasa dilecehkan karena hal ini termasuk adab yang penuh hikmah dalam syari’at Islam.

Di antara hikmahnya adalah hal ini demi menjaga hak-hak pemilik rumah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nuur [24]: 28)

  1. Menjawab dengan nama jelas jika pemilik rumah bertanya

Terkadang pemilik rumah ingin mengetahui dari dalam rumah siapakah tamu yang datang sehingga bertanya, “Siapa?” Maka hendaknya seorang tamu tidak menjawab dengan “saya” atau “aku” atau yang semacamnya, tetapi sebutkan nama dengan jelas. Sebagaimana terdapat dalam riwayat dari Jabir radhiallahu’anhu, dia berkata,

أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دَيْنٍ كَانَ عَلَى أَبِي فَدَقَقْتُ الْبَابَ فَقَالَ مَنْ ذَا فَقُلْتُ أَنَا فَقَالَ أَنَا أَنَا كَأَنَّهُ كَرِهَهَا

“Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengetuk pintu, lalu beliau bertanya, ‘Siapa?’ Maka Aku menjawab, ‘Saya.’ Lalu beliau bertanya, ‘Saya, saya?’ Sepertinya beliau tidak suka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Wallahu a’alam bishowab (A/P2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.