Jakarta, 26 Rabi’ul Awwal 1435/28 Januari 2014 – (MINA) – Prospek pengembangan usaha perekonomian syariah di Indonesia pada 2014 cukup menjanjikan jika dilakukan secara sinergis pada produk-produk yang ditawarkan, kata konsultan perekonomian syariah.
“Seiring dengan meningkatnya penghasilan masyrakat Indonesia, selayaknya asset yang dihimpun kalangan perbankan syariah juga semakin besar. Sekarang tinggal bagaimana strateginya saja,” tutur Adiwarman Karim dalam wawancara khusus dengan wartawati Mi’raj Islamic News Agency (MINA) Shobarijah Jamillah di Jakarta, Senin.
Namun Adiwarman juga mengakui masih adanya kendala dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia yakni lemahnya harmonisasi regulasi, mengingat kadang-kadang tiap instansi mengeluarkan peraturan sendiri yang saling bertentangan antara satu dan lainnya.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
“Perlu kesatuan pola fikir dan persepsi, demi terciptanya harmonisasi dalam regulasi yang bisa mendorong pertumbuhan usaha layanan syariah, ” tutur Adiwarman dalam wawancara bertemakan “Sinergi dan Peluang Emas Pengembangan Ekonomi Syariah 2014,” tersebut.
Ia memprediksikan, pertumbuhan usaha jasa keuangan syariah pada kuartal satu dan dua relatif masih lamban akibat dampak periode transisi pengalihan kewenangan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa keuangan (OJK) ), dan Adiwarman menilai hal itu wajar-wajar saja.
“Di tengah masa jeda transisi, wajar saja jika pertumbuhannya agak lamban, karena layaknya, suatu organisasi yang baru dibentuk, menuntut sejumlah penyesuaian dan pengaturan serta alokasi anggaran,” tuturnya.
Pada kuartal ketiga dan keempat, Adiwarman berharap pertumbuhan usaha perbankan syariah akan lebih terpacu jika dilakukan sinergi pada produk-produk sistem syariah seperti layanan jasa perbankan, asuransi dan layanan multiguna berbasis syariah yang kewenanganya di bawah naungan satu instansi yakni OJK.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Walaupun masih lamban di sisi penumpukan aset, dari sisi jumlah nasabah, di Indonesia trendnya terus meningkat, bahkan nasabah perbankan syariah di Indonesia terbesar di dunia, apalagi jika sudah meliwati ketidakpastian politik diakibatkan pemilu presiden dan legislatif, April nanti, pada kuartal tiga dan empat 2014 pertumbuhannya diharapkan lebih cepat lagi.
Dibandingkan dengan negeri jiran Malaysia, pertambahan aset usaha keuangan syariah di sana lebih besar. Hal itu dimungkinkan karena pendanaan kegiatan ini dibantu sepenuhnya oleh pemerintah, dan perhatian pemerintah Malaysia terhadap usaha layanan syariah juga cukup tinggi. Sedangkan di Indonesia sejauh ini belum terlihat komitmen bantuan pendanaan dari BUMN, begitu pula di negara-negara di kawasan Timur Tengah, perkembangan usaha jasa keuangan syariah sangat pesat karena besarnya kucuran uang minyak (oil money) yang menjadi sumber pendanaannya .
Strategi yang perlu diterapkan untuk mengembangkan usaha layanan keuangan syariah di Indonesia, menurut Adiwarman, pertama, dengan memperluas segmen bagi orang-orang sudah merasa nyaman dengan sistem syariah (loyalis), kedua, dengan diversifikasi produk yang menguntungkan, termasuk dengan meningkatkan layanan, dan ketiga menggarap produk layanan syariah bagi orang-orang yang setia dengan layanan konvesional agar beralih ke layanan syariah dengan mengemas produk tanpa harus menonjolkan sisi syariahnya.
Mengenai layanan keuangan sistem syariah yang juga sudah diterapkan di negara-negara yang mayoritas warganya non-muslim, Adiwarman menilai, hal itu merupakan contoh yang baik dan membuktikan bahwa sistem ekonomi syariah cocok bagi siapapun dan bermanfaat baik bagi konsumen maupun pelaku usaha jasa keuangan. (L/P010/P015/E02/Mi’raj News.com)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng