Oleh Aurallya, Mahasiswa STAI Al-Fatah, Cileungsi, Bogor
Cinta adalah suatu emosi dari afeksi yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta dapat diartikan sebagai suatu perasaan dalam diri seseorang. Cinta juga bisa menjadi bentuk kasih sayang seseorang terhadap sesuatu yang dicintainya.
Ada dua macam cinta, yaitu cinta yang suci dan cinta yang salah. Cinta yang suci adalah bentuk cinta yang mengarah pada hal positif. Sebaliknya, cinta yang salah adalah cinta yang mengarah pada hal yang negatif.
Mengharapkan rasa cintanya berbalas kemudian memiliki hubungan yang tidak diridhai agama adalah bentuk cinta yang salah. Karena menjerumuskan manusia pada kemaksiatan, menimbulkan hawa nafsu bergejolak, serta mengundang dosa-dosa untuk mendatanginya.
Baca Juga: Keteguhan Iman di Tengah Arus Zaman: Refleksi Islami untuk Generasi Milenial
Lalu bagaimana cinta yang baik jika mengungkapkannya saja termasuk sebuah kesalahan? Cinta yang baik adalah bentuk cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Mencintai dengan cara beribadah, taat, dan patuh pada aturan dan syariatnya.
Bukankah lebih baik jika kita mencintai Allah dan Rasul-Nya secara ugal-ugalan? Dengan begitu kita tidak akan merasakan bagaimana rasanya patah hati mendalam, galau tak berkesudahan, dan mogok makan hingga mati kelaparan.
Allah tidak melarang manusia untuk saling mencintai, namun tidak dengan mengungkapkannya yang keliru. Cinta yang suci adalah cinta yang tidak menimbulkan hawa nafsu seseorang. Jika memang kamu mencintainya, sebutlah ia dalam doa sepertiga malam mu. Mintalah pertolongan Allah untuk menjaganya.
Apakah Allah melarang cinta? Jawabannya tentu tidak. Di dalam al-quran banyak sekali ayat- ayat mengenai cinta dan kasih sayang. Justru Allah menciptakan perempuan dan laki-laki agar saling berpasang-pasangan.
Baca Juga: Pembebasan Baitul Maqdis: Perspektif Geopolitik dan Spiritual Islam
Firman Allah Q.S. Ar-Rum ayat 21, yang artinya “Diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang…”
Namun banyak manusia yang justru salah menafsirkan ayat tersebut. Mereka mengira bahwa meski tidak menikahinya diperbolehkan, toh Allah menciptakan untuk saling berpasangan. Pemikiran inilah yang harus diluruskan dari para pemuda saat ini. Padahal sudah jelas Allah melarang kemaksiatan, terlebih kepada lawan jenis.
Lantas apa perbedaan antara cinta dan kasih sayang? Cinta dan kasih sayang tentu saja dua hal yang berbeda, namun keduanya sama-sama berhubungan soal hati. Cinta terkesan lebih intens soal perasaan, lebih menjerumus menuju jenjang keseriusan dalam hubungan.
Namun tidak dengan kasih sayang. Ada sebuah pepatah mengatakan bahwa “cinta sudah pasti sayang, namun sayang belum tentu cinta”. Kasih sayang terkesan lebih lembut. Biasanya orang yang sayang selalu ingin melindungi sesuatu yang disayangi dengan memakai perasaannya. Beda lagi dengan cinta, karena cinta terkadang lebih menggunakan perlakuan agresif.
Baca Juga: Amalan Yang Baik bagi Orang Beriman
Bentuk rasa cinta dan kasih sayang seorang muslim kepada Allah adalah dengan mengesakannya. Dengan menjadikan Allah sebagai Rabb satu-satunya di alam semesta. Tidak menyekutukan-Nya, mematuhi aturan-Nya, serta tak melanggar perintah-Nya. Begitupun dengan cinta kepada Rasul, menngakui bahwa Rasul adalah utusan Allah.
Kategori cinta terbagi dua, yaitu cinta yang tulus dan cinta yang palsu. Cinta yang tulus adalah cinta yang ikhlas dan benar-benar dari hati tanpa memaksakan kehendak lawannya. Sedangkan cinta yang palsu hanyalah sebuah bentuk pengakuan namun memiliki tujuan yang dicapainya. Contohnya seperti terlalu banyak mengakui mencintai, tetapi sebenarnya hanya memanfaatkan hartanya.
Mencintai Allah dan Rasul pun ada yang tulus dan ada juga yang palsu. Cinta tulus kepada Allah seperti hal diatas. Mematuhi aturan dan perintah-Nya. Namun cinta palsu seorang muslim adalah dengan melanggar seluruh aturan dan perintah-Nya. Meskipun ia tetap beribadah, namun masih melanggar aturan dan perintah-Nya mengapa masih terus mengaku bahwa ia mencintai Allah?
Bukankah adanya aturan dan perintah untuk mengatur kehidupan menjadi lebih baik? Namun mengapa mereka sia-siakan? Itulah manusia. Mudah terhasut nikmat dunia yang sementara, tanpa memikirkan bagaimana nasibnya di akhirat kelak.
Baca Juga: Inilah Tanda Orang Baik, Inspirasi dari Kisah Nabi Musa Belajar kepada Khidir
Selagi nafsu dan nikmat, mengapa tidak dilakukan? Cara pandang seperti itulah yang salah. Karena menimbulkan kemudharatan dan merugikan diri pribadi. Buktikanlah bahwa kita bukanlah seorang muslim yang mencintai Allah dan Rasulnya dengan cara yang keliru, salah dan palsu. []