Agar Rumah Tangga Tidak Kehilangan Rasa

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Akhir-akhir ini tidak sedikit wanita (istri) atau pria (suami) yang merasa tangganya kehilangan . Rasa itu membuat rumah tangganya terasa garing, kering seperti tak bermakna, meskipun harta dan keturunan sudah ada.

Secara fisik suami istri berdekatan, bahkan satu atap. Hanya saja, rasa itu entah mengapa seolah seperti hilang diterpa angin. Hilang entah pergi kemana.

Apa jadinya jika istri tak punya lagi ‘rasa’ kepada suaminya. Tentu ada yang salah dengan istri atau bisa juga sebabnya adalah si suami.

Sebaliknya, suami yang sudah tak lagi punya ‘rasa’ pada sang istri juga akan memberi dampak buruk pada jiwa istri. Bisa jadi penyebabnya karena suami tak lagi peduli dengan kondisi istri. Atau bisa jadi sebaliknya, istri yang sudah tak lagi mengindahkan ketaatan pada suami.

Bicara tentang rasa, sejatinya yang harus selalu diperbaiki dan dibangun dalam hubungan suami istri adalah rasa tauhid keduanya kepada Allah Ta’ala. Membangung rasa tauhid di awal pernikahan tentu saja jauh lebih mudah bdibanding menjaganya saat biduk rumah itu sudah berjalan.

Memiliki rasa akan tauhid bagi pasangan suami istri adalah hal penting yang harus lebih dulu dibangun. Dari bangunan tauhid yang lurus itulah suami istri bisa membangun dan mewujudkan rasa bahagia, rasa damai, rasa kesetiaan dan rasa—asa lainnya.

Manfaat mempelajari tauhid

Kunci kebahagiaan dalam sebuah rumah tangga adalah jika rumah tangga itu dibangun di atas pondasi tauhid. Artinya, sejak awal pernikahan, hingga kedua pasangan itu berkomitmen seiya sekata, sehidup sesurga membangun rumah tangganya di atas pondasi tauhid, maka kebahagiaan akan diraih.

Setidaknya, suami istri yang mempelajari tauhid lalu berniat untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan rumah tangga, maka keduanya tidak akan kehilangan ‘rasa’. Bahkan, rasa bahagia, nyaman, damai, tentram dan sejahtera akan dirasakan oleh suami istri, sebab tauhid sudah menjadi landasannya.

Ketika ada prahara dalam rumah tangga, maka semua akan diserahkan kepada Allah dalam menyelesaikannya. Ketika ada sedikit ujian dalam rumah tangganya, maka al Qur’an dan as Sunnah akan menjadi rujukan keduanya  dalam menyelesaikan masalah.

Ilmu tauhid adalah ilmu yang paling pertama harus dipelajari oleh seorang Muslim terlebih jika dia sudah berumah tangga.

Ilmu tauhid mengajarkan keesaan kepada Allah SWT. Ada banyak manfaat yang bisa didapatkan dari mempelajari ilmu tauhid. Berikut ini setidaknya beberapa yang bisa dirasakan bagi siapapun yang mempelajari ilmu tauhid.

Pertama, menjalankan tujuan hidup yang sebenarnya. Allah menciptakan manusia tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Allah berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”  (QS. Adz-Dzariyat: 56).

Kedua, mendapat surga. Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ ، أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ ، وَرُوحٌ مِنْهُ ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ

Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya; begitu juga bersaksi bahwa ‘Isa adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, serta kalimat-Nya (yaitu Allah menciptakan Isa dengan kalimat ‘kun’, -pen) yang disampaikan pada Maryam dan ruh dari-Nya; juga bersaksi bahwa surga dan neraka benar adanya; maka Allah akan memasukkan-Nya dalam surga apa pun amalnya.” (HR. Bukhari, no. 3435 dan Muslim, no. 28).

Dalam sebuah riwayat Al Hasan pernah berkata kepada Al Farazdaq, ketika ia sedang menguburkan istrinya:

ما أعددتَ لهذا اليوم ؟ قال : شهادة أن لا إله إلا الله منذ سبعين سنة، فقال الحسن : “نعم العدة لكن لـِ « لا إله إلا الله » شروطاً ؛ فإياك وقذف المحصنات

Apa yang engkau persiapkan untuk hari ini (hari kematianmu kelak)? Al Farazdaq berkata: Syahadat Laa ilaaha illallah sejak 70 tahun yang lalu. Lalu Al Hasan berkata: iya benar, itulah bekal. Namun Laa ilaaha illallah memiliki syarat-syarat. Maka hendaknya engkau jauhi perbuatan menuduh zina wanita yang baik-baik.“ (Majmu’ Rasail Ibnu Rajab, 3/47).

Wahab bin Munabbih rahimahullah ditanya, “Bukanlah kunci surga itu adalah Laa ilaaha illallah?”, ia menjawab,

بلى ؛ ولكن ما من مفتاح إلا له أسنان ، فإن أتيت بمفتاح له أسنان فُتح لك ، وإلا لم يُفتح لك ” ، يشير بالأسنان إلى شروط «لا إله إلا الله» الواجب التزامها على كل مكلف

iya benar, namun setiap kunci itu pasti ada giginya. Jika engkau datang membawa kunci yang memiliki gigi, maka akan terbuka. Namun jika tidak ada giginya, maka tidak akan terbuka.

Ketiga, diberikan kecukupan dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3)

Rasul bersabda,

مَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ

Barangsiapa yang mencari ridha Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan cukupkan dia dari beban manusia. Barangsiapa yang mencari ridha manusia namun Allah itu murka, maka Allah akan biarkan dia bergantung kepada manusia.” (HR. Tirmidzi, no. 2414. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Kelima, syarat diterimanya amalan. Allah Ta’ala berfirman,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. Al-Kahfi: 110).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen.).

Dan “Janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya”, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:201-202).

Kelima, jauh dari dosa besar. Salah satu dosa besar dan tidak terampuni dalam Islam adalah dosa syirik. Dengan mempelajari ilmu tauhid, maka kita akan terhindar dari dosa besar tersebut.

Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am: 82).

Ketika turun ayat tersebut, para sahabat pun menanyakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata,

أَيُّنَا لاَ يَظْلِمُ نَفْسَهُ

“Siapa yang tidak menzalimi dirinya sendiri?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata,

لَيْسَ هُوَ كَمَا تَظُنُّونَ إِنَّمَا هُوَ كَمَا قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِيَا بُنَىَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Itu bukan seperti yang kalian sangkakan. Yang dimaksud dengan zalim di situ adalah seperti perkataan Lukman pada anaknya, “Wahai anakku, janganlah engkau berbuat syirik pada Allah karena syirik adalah kezaliman yang amat besar.“ (HR. Bukhari, no. 4776 dan Muslim, no. 124).

Keenam, mendapat syafaat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuberkata, ada yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يا رسولَ اللهِ ، مَن أسعَدُ الناسِ بشَفاعتِك يومَ القيامةِ ؟ قال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : لقد ظنَنتُ – يا أبا هُرَيرَةَ – أن لا يَسأَلَني عن هذا الحديثِ أحدٌ أولَ منك ، لمِا رأيتُ من حِرصِك على الحديثِ ، أسعَدُ الناسِ بشَفاعَتي يومَ القيامةِ ، مَن قال لا إلهَ إلا اللهُ ، خالصًا من قلبِه ، أو نفسِه.

“Katakanlah wahai Rasulullah, siapa yang berbahagia karena mendapat syafa’atmu pada hari kiamat kelak?”  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab, “Wahai Abu Hurairah, aku merasa tidak ada yang bertanya kepadaku tentang hal ini selain engkau. Yang aku lihat, ini karena semangatmu mempelajari hadits. Yang berbahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat nanti adalah yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya.” (HR. Bukhari, no. 99).

Semoga Allah memudahkan setiap suami istri untuk menumbuhkan berbagai ‘rasa’ kebaikan dan kebahagiaan yang dibalut dengan rasa sakinah mawaddah dan rahmah, aamiin.(A/RS3/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.