Oleh: Ir. Heri Budianto, MT., Dosen Sekolah Tinggi Shuffah Al-Qur’an Abdullah Bin Mas’ud (STSQABM)
Sebenarnya tidak ada pertentangan antara pendidikan agama dan dunia. Pengertian anak sholeh adalah anak yang taat dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah kepada Allah dilandasi keikhlasan (dipersembahkan hanya untuk Allah bukan mengharapkan balasan dunia).
Ibadah sendiri adalah tunduk merendahkan dan menghinakan diri kepada dan di hadapan Allah. Agama Islam memerintahkan seluruh aktifitas muslim haruslah bernilai ibadah sebagaimana tujuannya utama diciptakan manusia “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. Al-Zariyat/51:56).
Jadi tidak boleh kita membatasi keahlian ilmu sebagai bekal ibadah hanya sebatas ubudiyah mahdha seperti sholat puasa, baca Al-Quran, haji, dan lain-lain. Ibadah hablun minallah lainya tetapi harus juga mempunyai keahlian ilmu mengatur urusan urusan dunia dalam membina nilai ibadah hablun minannas.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Pemilahan seperti ini mendapat ancaman dari Allah “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereja berada. Kecuali jika mereka melakukan hubungan baik kepada Allah (hablum minallah) dan hubungan baik dengan manusia (hablum minan naas)” QS. Ali Imran ayat 112.
Inilah yang dihadapi manusia sekarang berbagai multi krisis karena bidang-bidang pengaturan ilmu-ilmu dunia dikuasai saudara-saudara kita nonmuslim atau jauh dari pemahaman agama.
Adanya anggapan bahwa anak sholeh cukup dicetak dengan pendidikan agama sampai jadi ahli agama pelajaran ilmu dunia seakan bukan bagian dari ibadah. Akhirnya lahirlah generasi yang mengatur urusan dunia tidak lagi dikaitkan dengan Allah (beribadah) tetapi karena tuntutan profesi dunia semata kalaupun ibadah baru pada tataran retorika, karena ciri khas kalau pelayanan dunia bernilai ibadah orang yang dilayani akan merasakan tenang atau tenteram, timbul rasa saling mencintai karena Allah dan otomatis timbul rasa saling menyayangi.
Inilah fitrah ibadah. Bukan sebaliknya mempersulit,memberatkan atau membisniskan pelayanan di mana rasa hormat manusia kepadanya hanya basa basi. Profesionalisme dihitung dengan pola materialistik, sebagai besar bayaran semakin serius membantu atau membagikan ilmunya. Sehingga ikatan hanya ikatan dunia/uang. Akibat memutus aktifitas dunia dengan Allah Kita juga sering menyaksikan dampak dari memilah syariat ibadah ini banyak yang rajin ibadah tetapi terlibat juga kepada kemaksyiatan seperti korupsi, pungli bahkan prilaku amoral.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Jadi sebagaimana kita bangga memiliki anak yang hapal Al Quran dan ahli sholat mari kita juga bangga bila anak sukses dalam hal ilmu dunia (Kedokteran, Teknologi, Hukum, TNI/Polri, Ekonomi, dll). Tetapi sampaikan bahwa agar orang tuanya nanti bahagia di hadapan Allah menggunakan ilmu-ilmu tersebut ketika di masyarakat untuk dipersembahkan kepada Allah membantu masyarakat sehingga masyarakat merasa tenteram, bahagia dan sejahtera dengan kehadirannya.
Agar setelah kita dipanggil Allah amal amal kebaikan anak kita tetap terus mengalir menemani kita dialam kubur dan akhirat kelak (anak sholeh)
Sesuai dengan janji kita “Inna Sholati wanusuki wanahyaya wamamati lillahirabil alamin” yang artinya “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.”(AK/R1/P2)
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan