Oleh: Bahron Ansori, Wartawan MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Ngakunya sih akhwat. Tapi sayang, pakaiannya masih jauh dari unsur syar’i (tuntunan berpakaian menurut Allah dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam). Tonjolan sana sini di tubuhnya justeru mengundang decak kagum dari para lelaki ‘pemuja’ syahwat. Sebaliknya, wanita-wanita itu pun senang jika ada lelaki yang memandanginya dengan pakaian ketat ala spiderman itu.
Zaman semakin tua. Perzinaan di mana-mana. Pamer aurat menjadi kebanggaan sebagian besar kaum wanita modern. Pornografi pun kian marak. Bahkan, ide gila untuk melembagakan prostitusi (pelacuran) pun semakin gencar. Tontonan-tontonan berbau porno sudah menjadi tuntunan dalam hidup sebagian generasi muda, bahkan hal itu tak hanya digandrungi oleh orang dewasa, namun juga anak-anak. Lebih parah lagi, terakhir ini yang sudah membuat penulis semakin greget, tidak sadar-sadarnya wanita berjilbab tapi telanjang.
Era ini memang bukan masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat. Zaman ini, para wanita (akhwat gaul) sudah banyak yang mulai membuka aurat. Bukan hanya kepala yang dibuka atau telapak kaki, di mana kedua bagian ini wajib ditutupi. Namun sekarang sudah banyak wanita Islam yang berani membuka aurat dengan memakai celana atau rok setinggi betis.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Tanda benarnya sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128).
Hadits ini merupakan tanda mukjizat kenabian. Kedua golongan ini sudah ada di zaman kita saat ini. Hadits ini sangat mencela dua golongan semacam ini. Kerusakan seperti ini tidak muncul di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sucinya zaman beliau, namun kerusakan ini baru terjadi setelah masa beliau hidup (Lihat Syarh Muslim, 9/240 dan Faidul Qodir, 4/275). Wahai Rabbku. Dan zaman ini lebih nyata lagi terjadi dan kerusakannya lebih parah.
Saudariku, pahamilah makna ‘kasiyatun ‘ariyatun’. An Nawawi dalam Syarh Muslim ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan bahwa ada beberapa makna kasiyatun ‘ariyatun.
Makna pertama, wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan bersyukur kepadaNya. Kedua, wanita yang mengenakan pakaian, namun kosong dari amalan kebaikan dan tidak mau mengutamakan akhiratnya serta enggan melakukan ketaatan kepada Allah.
Baca Juga: Dibalik Hijab, Ada Cinta
Ketiga, wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.
Keempat, wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)
Pengertian yang disampaikan An-Nawawi di atas, ada yang bermakna konkrit dan ada yang bermakna maknawi (abstrak). Begitu pula dijelaskan oleh ulama lainnya sebagai berikut.
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Muslimah, 125-126).
Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa
Al Munawi dalam Faidul Qodir mengatakan mengenai makna kasiyatun ‘ariyatun, “Senyatanya memang wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya dia telanjang. Karena wanita tersebut mengenakan pakaian yang tipis sehingga dapat menampakkan kulitnya. Makna lainnya adalah dia menampakkan perhia-sannya, namun tidak mau mengenakan pakaian takwa.
Makna lainnya adalah dia mendapat-kan nikmat, namun enggan untuk bersyukur pada Allah. Makna lainnya lagi adalah dia berpakaian, namun kosong dari amalan kebaikan. Makna lainnya lagi adalah dia menutup sebagian badannya, namun dia membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutupi) untuk menampakkan keindahan dirinya.” (Faidul Qodir, 4/275)
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnul Jauziy. Ia mengatakan bahwa makna kasiyatun ‘ariyatun ada tiga makna. Pertama, wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita seperti ini memang memakai jilbab, namun sebenarnya dia telanjang.
Kedua, wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutup). Wanita ini sebenarnya telanjang. Ketiga, wanita yang mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari syukur kepadaNya. (Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, 1/1031)
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Jadi adalah kasiyatun ‘ariyat dapat kita maknakan: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya dan wanita yang membuka sebagian aurat yang wajib dia tutup.
Ancaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasalam
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengancam siapa saja wanita yang memakai pakaian tetapi sebenarnya telanjang, ia bersabda, “Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”
Saudariku, tentu ancaman itu bukan ancaman biasa. Dosanya pun bukan hanya dosa kecil. Wanita seperti ini dikatakan tidak akan masuk surga dan bau surga saja tidak akan dicium. Tidakkah kita takut dengan ancaman seperti ini?
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ‘wanita tersebut tidak akan masuk surga’. Inti dari penjelasan beliau rahimahullah, “Jika wanita tersebut menghalalkan perbuatan ini yang sebenarnya haram dan dia pun sudah mengetahui keharaman hal ini, namun masih menganggap halal untuk mem-buka anggota tubuhnya yang wajib ditutup (atau menghalalkan memakai pakaian yang tipis), maka wanita seperti ini kafir, kekal dalam neraka dan dia tidak akan masuk surga selamanya.
Dapat kita maknakan juga bahwa wanita seperti ini tidak akan masuk surga untuk pertama kalinya. Jika memang dia ahlu tauhid, dia nantinya juga akan masuk surga. (Syarh Muslim, 9/240).
Jika ancaman ini telah jelas, lalu mengapa sebagian wanita Muslim masih membuka auratnya di khalayak ramai dengan memakai rok hanya setinggi betis? Mengapa mereka begitu senang memamerkan auratnya di depan orang lain?
Beginilah kondisi umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di akhir zaman. Banyak manusia yang mengaku Allah Ta’ala sebagai Rabb (Tuhan)nya, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai nabinya, Al Qur’an sebagai kitab sucinya, namun dalam praktek, sedikit sekali yang punya komitmen untuk mewujudkan ikrar lisannya itu. Begitu juga fitrah seorang wanita Islam, berpakaian sesuai dengan syariat Islam, bukan mengekor dan mengikuti perubahan zaman atau supaya dikatakan trendi. Wallahu’alam. (R02/P4)
Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)