MENJADI akhwat gaul tapi tetap syar’i bukanlah kontradiksi. Justru inilah identitas baru muslimah masa kini: cerdas, percaya diri, komunikatif, aktif di banyak ruang, tapi tetap menjaga diri sesuai tuntunan Islam. Banyak muslimah ingin tampil percaya diri dan mudah bergaul, namun tetap ingin menjaga kehormatan, adab, dan batas-batas syariat. Artikel ini hadir untuk menjelaskan bahwa menjadi “gaul” bukan berarti bebas tanpa aturan, dan menjadi “syar’i” bukan berarti kaku, kuno, atau anti pergaulan. Islam tidak membatasi muslimah untuk berkembang; Islam hanya memberikan pagar agar langkahmu tetap selamat dan berkah.
Pertama, akhwat gaul tapi syar’i adalah mereka yang pandai membawa diri. Mereka tahu kapan harus banyak bicara dan kapan harus diam. Mereka sopan, berwibawa, namun tetap humble. Mereka hadir di tengah masyarakat bukan dengan kesombongan, tetapi dengan aura kebaikan yang menenangkan. Inilah cerminan dari adab Rasulullah SAW yang penuh kelembutan. Syar’i bukan hanya soal pakaian, tetapi sikap dan tutur kata. Seorang muslimah yang mampu berkomunikasi dengan baik, ramah, dan bermanfaat bagi orang lain adalah muslimah yang membawa pesan Islam secara elegan.
Kedua, akhwat gaul tetap menjaga batasan pergaulan. Mereka aktif di banyak kegiatan: organisasi kampus, komunitas dakwah, kegiatan sosial, bisnis online, atau pekerjaan profesional. Namun mereka tahu garis merah yang harus dijaga. Mereka tidak asal chat dengan lawan jenis tanpa keperluan, tidak bercanda berlebihan, tidak memberi sinyal-sinyal yang membuka pintu maksiat. Dalam pergaulan, mereka memegang QS. Al-Ahzab: 53—“Janganlah kalian berbicara dengan mereka (lawan jenis) dengan suara yang menggoda.” Ayat ini mengajarkan bahwa menjadi supel tidak sama dengan menggoda. Menjadi ramah tidak sama dengan membuka peluang fitnah. Akhwat syar’i bisa tegas tetapi tetap santun.
Ketiga, akhwat gaul tapi syar’i punya gaya hidup yang positif dan bermanfaat. Mereka menikmati aktivitas produktif: membaca, menulis, olahraga, traveling halal, ikut kajian, atau mengelola usaha. Mereka tetap mengikuti perkembangan zaman—update teknologi, memahami tren sosial, dan aktif di media digital. Namun mereka tidak larut dalam hal-hal yang merusak identitas muslimah: tidak ikut challenge yang membuka aurat, tidak mengikuti tren fashion yang ketat dan transparan, dan tidak menampilkan diri untuk validasi manusia. Mereka memegang prinsip QS. Al-Isra: 70 bahwa manusia dimuliakan Allah dengan akal dan adab, sehingga jangan merendahkan diri hanya demi “like” dan komentar.
Baca Juga: 3 Dosa Besar Membuka Aurat di Hadapan Non-Mahram
Keempat, akhwat gaul tapi syar’i sangat selektif dalam memilih teman. Dalam dunia yang penuh perubahan, lingkungan sangat memengaruhi karakter. Mereka mencari circle yang membawa pada kebaikan: teman yang saling menasehati, saling mengingatkan pada Allah, saling mendukung dalam prestasi, dan saling mendorong untuk menjaga diri. Mereka menghindari toxic friendship yang penuh gibah, iri dengki, pamer, atau gaya hidup yang jauh dari nilai Islam. Mereka yakin dengan hadis Nabi SAW, “Seseorang akan mengikuti agama temannya. Maka perhatikanlah dengan siapa kamu berteman.” (HR. Abu Dawud). Gaul itu penting, tapi kualitas gaul itu jauh lebih penting.
Kelima, akhwat gaul tapi syar’i percaya diri dengan identitas muslimah. Mereka tidak minder dengan jilbab panjangnya, tidak insecure dengan penampilannya, dan tidak takut dianggap ketinggalan zaman karena menjaga batasan. Mereka tahu bahwa kecantikan muslimah bukan hanya pada rias wajah, tetapi pada cahaya taqwa yang terpancar dari akhlak. Mereka tidak menjadikan pandangan manusia sebagai standar, tetapi ridha Allah sebagai tujuan. Inilah rahasia mengapa akhwat syar’i terlihat menenangkan: karena hatinya penuh keimanan.
Keenam, akhwat gaul tapi syar’i mampu menjadi inspirasi. Dengan sikap lembut, komunikasi santun, dan kemampuan adaptasi yang baik, mereka mudah diterima di lingkungan mana pun. Mereka hadir bukan untuk menghakimi, tetapi untuk memberi teladan. Mereka membuat orang lain berpikir bahwa menjadi muslimah itu indah. Inilah dakwah yang paling halus: dakwah dengan karakter. Seorang muslimah yang baik adabnya lebih mudah menyentuh hati orang lain daripada ribuan kata nasihat. Gaul yang syar’i adalah dakwah yang hidup.
Ketujuh, akhwat gaul tapi syar’i menjaga kebersihan hati dan rutinitas ibadah. Mereka paham bahwa sibuk bukan alasan meninggalkan Al-Qur’an. Padatnya kegiatan bukan dalih untuk meremehkan shalat. Justru dari shalat dan dzikir, mereka mendapatkan energi positif untuk tetap ceria, stabil, dan produktif. Mereka menjaga niat agar setiap aktivitas—belajar, bekerja, bersosialisasi—menjadi ibadah. Ketika hati sibuk dengan Allah, dunia tidak akan mudah menggoyahkan.
Baca Juga: Muslimah Cerdas di Akhir Zaman: Tetap Bersinar di Tengah Badai Fitnah
Akhirnya, menjadi akhwat gaul tapi syar’i adalah jalan tengah yang indah: tetap modern tanpa kehilangan iman, tetap aktif tanpa keluar dari batas syariat, tetap bergaul tanpa mengorbankan kehormatan diri. Jadilah muslimah yang membawa cahaya di mana pun kamu berada. Sebab dunia hari ini membutuhkan lebih banyak wanita tangguh yang lembut hati, luas wawasan, dan tinggi ketakwaannya. Jadilah gaul yang terarah, percaya diri yang beradab, dan modern yang tetap dalam lindungan Allah. Engkaulah representasi terbaik dari keindahan Islam.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Muslimah, Jangan Pernah Meremehkan Doamu
















Mina Indonesia
Mina Arabic