Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akrobatik Sang Putra Mahkota Saudi (Oleh : Dr. Abdul Mutaali, Universitas Indonesia)

Rana Setiawan - Senin, 6 November 2017 - 16:54 WIB

Senin, 6 November 2017 - 16:54 WIB

138 Views

Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia (UI) Abdul Muta'ali.

(File)

Oleh: Dr. Abdul Mutaali, Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia

Terkait penangkapan 11 Pangeran dan empat menteri oleh komite anti-korupsi Kerajaan Saudi Arabia (KSA), saya melihatnya dari beberapa perspektif.

Pertama, penegakan hukum terkait kejahatan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Putra Mahkota KSA Mohammed bin Salman adalah langkah yang harus diapresiasi, terlepas kemungkinan adanya motif politis. Dalam sistem keuangan KSA agak sulit dibedakan antara uang rakyat dengan kerajaan. Karena hal itu pulalah, aturan perundangan-undangan tidak secara tegas membuat segregasi itu.

Ekonomi Arab Saudi saat ini yang masih “sakit” perlu dipertanyakan. Ke mana saja hasil minyak dan keuntungan dari transaksi pelaksanaan haji dan umrah. Mohammed bin Salman melakukan reformasi birokrasi dan penegakan hukum, hemat saya dalam melihat ketimpangan “hasil” dan “kenyataan” ekonomi nasional. Ditangkapnya beberapa pangeran dan menteri sebetulnya menyiratkan pesan, “hati-hati kalian dengan uang negara”.

Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam

Kedua, Mohammed bin Salman, sedang melakukan testimoni legalitas dan kemampuannya sebagai calon Raja Saudi. Ia tidak ingin diremehkan. Itu sebabnya kenapa tokoh sekaliber Alwaleed bin Talal ikut ditangkap, konglomerat terkaya di Timur Tengah. Mohammed hendak membuktikan kepemimpinannya. Pada saat yang sama Mohammed sedang mencari partner loyalis yang bisa diajak bersama dalam membangun Saudi baru dengan visi Saudi 2030.

Ketiga, langkah sang Putra Mahkota ini dilakukan beberapa bulan setelah penandatangan kucuran dana dari IMF. Sebuah ironi negeri petro dolar ikut dimanjakan lembaga ribawi terbesar di planet bumi. Hal ini membuktikan bahwa Rezim King Salman tidak mampu mengendalikan gurita bisnis para pangeran. Andaikan saja, para Pangeran yang menguasi banyak sumber keuangan bisa berkolaborasi dengan kerajaan, kemungkinan Pemerintah Salman tidak akan kontrak dengan IMF.

Keempat, Mohammed bin Salman adalah sejarah baru bagi Saudi. Kelak jika sang Ayah mangkat, Saudi akan dipimpin oleh generasi ketiga bukan lagi putra Abdul Aziz melainkan cucu. Dengan sendirinya hal ini akan menjadi dinamika baru. Padahal masih ada Paman beliau. Dinamika internal kerajaan akan sulit terhindarkan walaupun ia keturunan Sudairi yang sangat dihormati. Namun terlepas dari itu semua, koalisi non Sudairi mungkin akan membangun koalisi. Belum lagi usia Sang Putra Mahkota yang sangat belia 32 tahun, kecemburuan kelas dewa yang sulit dibendung. Biasanya raja-raja Saudi dilantik di usia Matahari Terbenam (Sunset). Berbeda dengan Mohammed bin Salman yang mulai berkuasa di saat Mmatahari Terbit (sunrise).

Kelima, penegakan hukum yang dimotori Sang Putra Mahkota sulit tidak membangun konfrontasi terbuka. Gejolak akan muncul. Namun hemat saya, Mohammed bin Salman akan memenangkan permainan ini. Pasalnya, konfrontasi ini tidak akan berujung pada disintegtasi nasional Saudi. Terlalu mahal harga yang dibayar bukan hanya oleh Rezim Salman tapi juga para pangeran dan keluarga kerajaan non Sudairi jika sampai mengubah monarcy Saudi.

Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina

Keenam, Sebelum melakukan reformasi ini Mohammed sudah terlebih dahulu konsultasi dengan Amerika Serikat. Inilah jaminan politis yang didapatkan oleh Sang Putra Mahkota.

Ketujuh, kunci terakhir reformasi yang dibangun oleh Mohammed bin Salman akan berhasil jika didukung oleh lembaga ulama Saudi. Ulama tidak bisa dipandang sebelah mata. Terlebih bagi Saudi. Sejarah mencatat, Keluarga Saud berhasil merdeka dari Othoman karena menggandeng ulama. Walaupun paham Wahabi sudah melakukan persuasi setelah modernisasi oleh Kerajaan dengan diperbolehkannya wanita mengemudi mobil, namun hal ini bukan berarti lembaga ulama akan ditinggalkan. Sebuah kesalahan besar, ketika Mohammed membangun konfrontasi dengan ulama. Jika hal itu terjadi, justru reformasi ini hanya akan memukul dirinya sendiri.

Pondok Labu, 5 November 2017

(R01/P1)

Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Dunia Islam
Indonesia
Dunia Islam
Indonesia
Dunia Islam
Bendera Palestina dikibarkan di komplek Masjid Al-Aqsa (Sumber: Anadolu Agency)
Palestina