London, MINA – Aktivis dan Ketua Organisasi Rohingya Myanmar Inggris (Burmese Rohingya Organisation UK/BROUK) Tun Khin mendesak Malaysia memimpin ASEAN dalam mengatasi krisis Rohingya.
Tun Khin merujuk pada Malaysia sebagai ketua KTT ASEAN yang akan datang pada tahun 2025.
Dia meminta Malaysia untuk mengambil peran utama dalam menangani krisis kemanusiaan dan melindungi hak-hak dan kehidupan masyarakat mayoritas Muslim Rohingya di Myanmar. MINA mengutip The Star, Jumat (19/7).
Dia mengatakan, meskipun ada langkah-langkah sementara dari Mahkamah Internasional (ICJ) yang dimaksudkan untuk melindungi penduduk Rohingya, tindakan-tindakan perlindungan ini terbukti tidak cukup.
Baca Juga: Iran dan Arab Saudi Tegaskan Komitmen Perkuat Hubungan di Bawah Mediasi Tiongkok
“Sebagai negara anggota ASEAN, kami membutuhkan Malaysia, sebagai ketua KTT ASEAN yang akan datang pada tahun 2025, untuk mengatasi krisis darurat yang dihadapi Rohingya. Malaysia harus berani memimpin upaya untuk menghentikan genosida dan pembunuhan di luar hukum yang menargetkan Rohingya,” desaknya.
Tun Khin mengatakan, situasi di Myanmar sangat mengerikan, dengan militer yang melemah, sementara kelompok-kelompok revolusioner semakin kuat dari hari ke hari.
Komunitas Rohingya awalnya mendukung kelompok revolusioner yang berperang melawan kediktatoran militer di Myanmar. Namun ironisnya tragis, kekuatan revolusioner itu, terutama Tentara Arakan, sekarang melakukan kekerasan terhadap Rohingya dengan dalih perekrutan paksa.
Rohingya yang telah menjadi korban genosida akibat kekejaman yang dilakukan oleh militer Myanmar pada tahun 2017, kini menghadapi gelombang teror baru.
Baca Juga: Kemlu Yordania: Pengeboman Sekolah UNRWA Pelanggaran terhadap Hukum Internasional
Menurut Tun Khin, 600.000 orang Rohingya di negara bagian Rakhine hidup dalam situasi yang genting, dengan setidaknya 2.000 orang terbunuh dalam dua bulan terakhir oleh militer Myanmar dan Tentara Arakan.
Dia menegaskan, kekerasan ini terutama terjadi di daerah Buthidaung, yang memiliki populasi Rohingya yang cukup besar.
“Rohingya terjebak di tengah-tengah pertempuran antara Tentara Arakan dan militer Myanmar. Mereka menjadi sasaran perekrutan paksa dan menghadapi ancaman terus-menerus terhadap kehidupan dan rumah mereka,” jelasnya.
Dia menekankan, Rohingya mencari hak kewarganegaraan mereka, hak-hak adat, dan semua hak-hak lain yang dirampas oleh kediktatoran militer Myanmar.
Baca Juga: Parlemen Arab Minta Dunia Internasional Terus Beri Dukungan untuk Palestina
Tun Khin menegaskan bahwa komunitas Rohingya berkomitmen terhadap pembentukan persatuan federal yang inklusif, dan mewnekankan Rohingya harus diikutsertakan dalam proses tersebut sebagai sebuah kelompok etnis. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ribuan Warga Yordania Tolak Pembubaran UNRWA