Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Al-Aqsa dan Istiqlal: Dua Pilar Kesadaran dan Kemerdekaan Umat Islam

Rana Setiawan Editor : Widi Kusnadi - 17 detik yang lalu

17 detik yang lalu

0 Views

Kawasan sekitar Masjid Al-Aqsa di Baitul Maqdis Kota Al-Quds (Yerusalem), Palestina.(Foto: IST)

BAYANGKAN sejenak dua masjid suci yang, meski berjauhan ribuan kilometer, saling terhubung oleh napas panjang sejarah dan keyakinan umat Islam, Masjid Al-Aqsa di Yerusalem dan Masjid Istiqlal di Jakarta. Al-Aqsa, yang memanggil umat lewat gema azan di langit kota kuno, dan Istiqlal, yang berdiri dengan gagah di jantung ibu kota republik terbesar berpenduduk Muslim, adalah dua simbol merdeka, merdeka iman dan merdeka bangsa. Mengapa kedua tempat itu memiliki daya tarik universal? Bagaimana mereka meneguhkan semangat umat di masing-masing konteksnya? Inilah dualitas gemilang yang akan kita telusuri.

Masjid Al-Aqsa: Gemuruh Sejarah dan Kerinduan Umat

Masjid Al-Aqsa bukan sekadar bangunan; ia adalah sanubari spiritual umat Islam sedunia. Terletak di kompleks Baitul Maqdis, Kota Al-Quds (Yerusalem), Palestina, Al-Aqsa adalah kiblat pertama umat Islam sebelum Ka’bah, peralihan yang menegaskan betapa masjid ini mengakar jauh dalam sejarah ajaran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, termasuk kisah Isra’ Mi’raj.

Jejak perjalanan Rasulullah menapakkan eksistensi Al-Aqsa sebagai tempat yang diberkahi dan tak tergantikan dalam batin Muslim. Sejak berabad lamanya, umat Islam memandangnya sebagai simbol persatuan, pengorbanan, dan keteguhan, dan kisah Nabi membebaskan hati akan makna langit dan batas antara fana dan ilahi.

Baca Juga: Catatan Rencana Pengobatan Warga Gaza di Pulau Galang

Namun, status Al-Aqsa tak pernah lepas dari konflik dan ketegangan geopolitik. Sebagai titik api politik di tengah sengketa sejarah atas Yerusalem, ia menjadi simbol perjuangan, sebuah gerbang yang tak hanya menyimpan doa, tapi juga hasrat kebebasan dan keadilan.

Wacana soal kedaulatan Al-Aqsa sering kali menjadi barometer ketegangan regional, sekaligus panggilan kolektif diaspora dan umat global. Di situlah, tiap azan yang berkumandang dari sana mengetuk pintu hati tentang keadilan, martabat, dan harapan universal atas perdamaian.

Masjid Istiqlal: Lambang Kebangkitan dan Kemerdekaan Bangsa

Istiqlal.jpg" alt="" width="750" height="420" /> Masjid Istiqlal di Jakarta.(Foto: Jakarta Tourism)

Bergerak ribuan kilometer ke timur, kita disambut sebuah monumen gagah yang bernama: Masjid Istiqlal. Terletak di Jakarta, Masjid Istiqlal dibangun tak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga peringatan atas kemerdekaan Indonesia, kemerdekaan yang diraih melalui perjuangan panjang melawan penjajahan.

Baca Juga: Kaitan Gunung Muria di Kudus dan Moriah di Palestina

Namanya sendiri, Istiqlal, adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti “kemerdekaan”. Di sini, arsitektur modern berpadu dengan simbolisme religius: kubah besar menjulang, pintu-pintu terbuka lebar, dan halaman luas yang menampung puluhan ribu jamaah.

Sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara, Istiqlal menampung lebih dari 200.000 jamaah, menjadi pusat kegiatan keagamaan, pendidikan, dan kebangsaan. Di setiap lantainya, gema shalat, syukur, dan silaturahim menggambarkan harmoni antara Islam dan semangat kebangsaan. Di tengah pluralitas Indonesia, Istiqlal berdiri sebagai pohon yang merangkul semua, sebuah simbol inklusifitas dan perlawanan terhadap perpecahan.

Menyilang Jejak: Perbedaan, Kemajemukan, dan Keselarasan

Kedua masjid ini memang berada dalam konteks dan geografi yang sangat berbeda, Al-Aqsa di Timur Tengah dengan sejarah ribuan tahun, Istiqlal di Asia Tenggara dengan semangat kemerdekaan modern. Al-Aqsa adalah jejak spiritual awal perjalanan Islam, Istiqlal merupakan hasil lahirnya bangsa merdeka yang menjadikan agama sebagai pengikat persatuan.

Baca Juga: Sunan Kudus Mendirikan Masjidil Aqsa Menara Kudus

Dari sudut pandang yang lebih mendalam, Al-Aqsa dan Istiqlal bagaikan dua cermin yang memantulkan hakikat iman dan kemerdekaan. Keduanya sama-sama menjadi ruang suci yang melampaui sekat geografis, menghubungkan manusia dengan Tuhan melalui kekhusyukan ibadah.

Al-Aqsa mengikat umat pada sejarah dan doa yang tak putus sejak berabad-abad, sementara Istiqlal merangkul persatuan dalam semangat kebangsaan dan spiritualitas. Meski berdiri di dua benua berbeda, keduanya dirancang untuk memayungi lautan manusia yang haus akan keteduhan ilahi.

Dalam setiap lantai, halaman, dan gema azan, keduanya mengajarkan bahwa iman bukan hanya penguat di tengah ujian dan penjajahan, tetapi juga fondasi untuk membangun kemerdekaan yang bermartabat dan kesejahteraan yang berkelanjutan.

Keaktualan dan Tantangan Global

Baca Juga: Tantangan Parenting di Era Serba Digital

Di era kini, di mana konflik berkepanjangan terus menjalar, dan pluralitas semakin diuji, Al-Aqsa dan Istiqlal menjadi pijakan strategis dalam narasi global tentang Islam yang damai dan progresif.

Al-Aqsa, dengan segala daya tarik keagungan, dapat menjadi jembatan antarperadaban, kalau saja digunakan untuk membangun dialog, bukan menjadikannya alat legitimasi politik sempit.

Istiqlal, sebagai simbol integrasi Islam dan kehidupan modern, bisa menjadi model bagaimana umat dapat merawat iman sambil menghadapi tantangan zaman: perubahan sosial, digitalisasi, dan dinamika global.

Keduanya mengundang umat, dan masyarakat internasional, untuk memikirkan ulang bagaimana simbol-simbol keagamaan tak hanya ditafsirkan sebagai warisan masa lalu, tetapi sebagai jembatan masa depan.

Baca Juga: Sunan Kudus Menantu Ulama Palestina

Al-Aqsa merangkai keabadian spiritual, Istiqlal mengabadikan semangat kebangsaan. Bersama, mereka menawarkan cetak biru kohesi: antara iman dan kebebasan, antara sejarah dan harapan.

Al-Aqsa dan Istiqlal adalah dua wajah keimanan Muslim: yang satu melintasi waktu hingga zaman silam, yang lain mencerminkan gelora merdeka yang baru. Dengan mendalami kisah mereka, kita tak hanya meneguhkan penghormatan terhadap warisan umat, tapi juga memperkuat komitmen terhadap pluralitas, keadilan, dan perdamaian global.

Mari kita jadikan Al-Aqsa dan Istiqlal bukan sekadar monumen yang dikagumi dari jauh, tetapi suara bersama yang hidup di hati umat. Suara itu mengajak dunia menjaga transparansi dalam pelestarian situs suci dan sejarahnya, memastikan warisan ini tetap utuh untuk generasi mendatang. Ia menyeru pendidikan lintas budaya yang menumbuhkan toleransi sejati, bukan sekadar slogan. Ia mengundang dialog antarumat beragama yang berakar pada empati dan saling menghormati, bukan basa-basi diplomasi. Dan yang terpenting, ia memanggil solidaritas global bagi mereka yang menundukkan kepala di bawah langit penuh perpecahan, agar doa mereka menjelma menjadi fondasi perdamaian dunia, bukan hanya kenangan akan luka dan kehilangan.

Semoga Al-Aqsa dan Istiqlal terus menyalakan obor harapan, yakni kebebasan yang mulia, iman yang mempersatukan, dan masa depan yang damai bagi umat manusia.[]

Baca Juga: Mengapa Zionis Ingin Duduki Gaza Sepenuhnya?

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Menjadi Orang Tua Cerdas di Tengah Arus Teknologi

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
Palestina
Indonesia
Indonesia
Dunia Islam