Al-Jama’ah dan Kewajiban Menetapinya (tulisan akhir dari 2 tulisan)

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Berikut ini adalah artikel lanjutan dari tulisan sebelumnya yang berjudul Al-Jama’ah dan Kewajiban Menetapinya.

Kedua, hadits dari Hudzaifah bin Yaman Radliallahu ‘anhu yang berkata,

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْيُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّفَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَنَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِدَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُمِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْدُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيهَاقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَاوَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَقَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْلَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْتَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ.

Artinya, “Adalah orang-orang (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang kebaikan dan saya bertanya kepada Rasulullah tentang kejahatan. Saya khawatir kejahatan itu menimpa diriku, maka saya bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada di dalam Jahiliyah dan kejahatan, maka Allah mendatangkan kepada kami dengan kebaikan ini (Islam). Apakah sesudah kebaikan ini timbul kejahatan?

Rasulullah menjawab, “Benar!” Saya bertanya, “Apakah sesudah kejahatan itu datang kebaikan?”Rasulullah menjawab, “Benar, tetapi di dalamnya ada kekeruhan (dakhan).” Saya bertanya, “Apakah kekeruhannya itu?” Rasulullah menjawab, “Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. (dalam riwayat Muslim) dikatakan, “Kaum yang berperilaku bukan dari Sunnahku dan orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari.” Aku bertanya, “Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi keburukan?”

Rasulullah menjawab, “Ya, yaitu adanya penyeru-penyeru yang mengajak ke pintu-pintu Jahannam. Siapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka melemparkannya ke dalam Jahannam itu.” Aku bertanya, “Ya Rasulullah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.” Rasulullah menjawab,“Mereka itu dari kulit-kulit kita dan berbicara menurut lidah-lidah (bahasa) kita.”

Aku bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menjumpai keadaan yang demikian?” Rasulullah bersabda, “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka!”Aku bertanya, “Jika tidak ada bagi mereka Jama’ah dan Imaam?” Rasulullah bersabda, “Hendaklah engkau keluar menjauhi firqah-firqah itu semuanya, walaupun engkau sampai menggigit akar kayu hingga kematian menjumpaimu, engkau tetap demikian.” (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan: IX/65, Muslim, Shahih Muslim: II/134-135 dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah: II/475. Lafadz Al-Bukhari).

Semakin jelas tentunya bagi seorang Muslim yang lurus imannya, tentang dalil yang disampaikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab pertanyaan sahabat Hudzaifah bin Yaman di atas. Lalu, masihkah ada  yang meragukan kewajiban menetapi Al-Jama’ah?

Ketiga, untuk menambah tebal keyakinan kita tentang wajibnya hidup ber-Jama’ah bagi seorang Muslim laki-laki dan perempuan, maka perhatikan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini,

إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثًا يَرْضَىلَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِاللَّهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ ولاَّهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْوَيَسْخَطُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ

“Sesungguhnya Allah itu ridha kepada kamu pada tiga perkara dan benci kepada tiga perkara. Adapun (3 perkara) yang menjadikan Allah ridha kepada kamu adalah: 1). Hendaklah kamu mengibadati-Nya dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, 2). Hendaklah kamu berpegang-teguh dengan tali Allah seraya ber-Jama’ah dan janganlah kamu ber-firqah-firqah, 3). Dan hendaklah kamu senantiasa menasihati kepada seseorang yang Allah telah menyerahkan kepemimpinan kepadanya dalam urusanmu. Dan Allah membenci kepadamu 3 perkara; 1). Dikatakan mengatakan (mengatakan sesuatu yang belum jelas kebenarannya), 2). Menghambur-hamburkan harta benda, 3). Banyak bertanya (yang tidak berfaidah).” (HR. Ahmad, Musnad Imam Ahmad dalam Musnad Abu Hurairah, Muslim, Shahih Muslim: II/6. Lafadz Ahmad)

Salah satu poin dalam hadits di atas yang menjadikan Allah ridha kepada hamba-Nya adalah hidup ber-Jama’ah di bawah pimpinan seorang imam, atau amir. Allah melarang hamba-Nya untuk hidup berpecah-belah dan saling membanggakan kelompoknya masing-masing. Sampai di sini, masihkah kita meragukan tentang kewajiban hidup ber-Jama’ah?

Keempat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَنَا أّمُرُكْم بِخَمْسٍ أَللهُ أَمَرَنِى بِهِنَّ : بِاْلجَمَاعَةِوَالسَّمْعِ وَ الطَّاعَةِ وَ الْهِجْرَةِ وَ اْلجِهَادِ فِى سَبِيْلِ اللهِ ،فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ اْلجَمَاعَةِ قِيْدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَاْلإِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ إِلَى اَنْ يَرْجِعَ وَمَنْ دَعَا بِدَعْوَىاْلجَاهِلِيَّةِ فَهُوَ مِنْ جُثَاءِ جَهَنَّمَ، قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ اِنْصَامَ وَصَلَّى ، قَالَ وَاِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌفَادْعُوا اْلمُسْلِمِيْنَ بِمَا سَمَّاهُمُ اْلمُسْلِمِيْنَ اْلمُؤْمِنِيْنَ عِبَادَاللهِ عَزَّ وَ جَلَّ

“Aku perintahkan kepada kamu sekalian (muslimin) lima perkara, seperti Allah telah memerintahkanku dengan lima perkara itu, yakini; ber-Jama’ahmendengarthaathijrah dan jihadfie sabilillah. Siapa yang keluar dari Al-Jama’ah sekedar sejengkal, maka sungguh terlepas ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali bertaubat. Dan siapa yang menyeru dengan seruan Jahiliyyah, maka ia termasuk golongan orang yang bertekuk lutut dalam Jahannam.”

Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, jika ia shaum dan shalat?” Rasul bersabda, “Sekalipun ia shaum dan shalat dan mengaku dirinya seorang Muslim, maka panggillah olehmu orang-orang Muslim itu dengan nama yang Allah telah berikan kepada mereka; “Al-Muslimin, Al Mukminin, hamba-hamba Allah ‘Azza wa jalla.” (HR. Ahmad bin Hambal dari Haris Al-Asy’ari, Musnad Ahmad: IV/202, At-Tirmidzi Sunan At-Tirmidzi Kitabul Amtsal, bab Maa Jaa’a fi matsalis Shalati wa shiyami wa shodaqoti: V/148-149 No. 2263. Lafadz Ahmad).

Kelima perkara dalam hadits di atas yang manakah yang sudah kita amalkan? Bukankah kita seorang Muslim? Sudahkah kita hidup ber-Jama’ah? Sam’i (mendengar) untuk selalu menuntut ilmu, menaati Allah, Rasul dan Ulil Amri (Qs. An Nisa: 59), Hijrah, dari kondisi hidup tanpa ber-Jama’ah kepada hidup ber-Jama’ah? Dan menguatkan niat untuk mempersiapkan diri berjihad di jalan Allah?

Kelima, karena pentingnya hidup ber-Jama’ah itu, sampai Khalifah Umar bin Al-Khattab pernah berkata,

إِنَّهُ لاَ إِسْلاَمَ إِلاَّ بِجَمَاعَةٍ وَلاَ جَمَاعَةَ إِلاَّ بِإِمَارَةٍ وَلاَإِمَارَةَ إِلاَّ بِطَاعَةٍ فَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى الْفِقْهِ كَانَ حَيَاةًلَهُ وَلَهُمْ وَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى غَيْرِ فِقْهٍ كَانَ هَلاَكًا لَهُوَلَهُمْ

Artinya, “Sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan ber-Jama’ah, dan tidak ada Jama’ah kecuali dengan kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ditaati, maka siapa yang kaum itu mengangkatnya sebagai pemimpin atas dasar kefahaman, maka kesejahteraan baginya dan bagi kaum tersebut tetapi siapa yang kaum itu mengangkatnya bukan atas dasar kefahaman, maka kerusakan baginya dan bagi mereka.” (HR. Ad-Darimi Sunan Ad-Darimi dalam bab Dzihabul ‘ilmi: I/79).

Perkataan Umar di atas, syarat akan makna. Sampai ia mengatakan tidaklah ada Islam jika tidak diamalkan dengan cara hidup ber-Jama’ah. Dan bukanlah sebuah Jama’ah bila tidak ada pemimpinnya. Dan apa artinya ada seorang pemimpin bila tidak ditaati. Sungguh beruntung orang-orang yang hidup ber-Jama’ah dan mengangkat pemimpin yang faham tentang agama Allah ini.

Keenam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

… فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ اْلقَاصِيَةِ

“…maka wajib atas kamu ber-Jama’ah, karena sesungguhnya srigala itu makan kambing yang sendirian.” (HR. Abu Dawud dari Abi Darda, Sunan Abi Daud dalam Kitabus Shalah: I/150 No. 547).

Secara logika sederhana, seekor Domba atau Kambing yang menyendiri dari kelompoknya, maka tentu saja ia menjadi incaran Harimau, Serigala dan binatang pemangsa lainnya. Namun sebaliknya, selemah apa pun seekor Domba, bila ia berda dalam kesatuan kelompoknya, maka Harimau dan Srigala pun berfikir dua kali untuk memangsanya.

Begitu pula kondisi kita sebagai seorang Muslim. Fitnah akan terus berdatangan, silih berganti menimpa, bahkan mungkin ancaman demi ancaman pun akan datang, bila hidupnya tidak ber-Jama’ah, tidak bersatu padu dalam sebuah wadah Al-Jama’ah.

Semoga dengan penjelasan yang bersumber dari al Qur’an, al Hadits dan atsar para sahabat mulia di atas, setiap Muslim memantapkan hatinya untuk segera bersama-sama menetapi Al-Jama’ah. Masihkah ada keraguan pada ayat al Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam? Wallahua’alam. (A/RS3/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.