Al Khansa, Ibundanya Para Syuhada

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam hiduplah seorang shohabiyah yang jiwa raganya ia serahkan untuk berjuang di jalan Allah. Bahkan, seluruh anaknya berjumlah empat orang dia serahkan untuk Allah dan Nabinya.

Al Khansa adalah wanita Arab pertama yang pandai bersyair. Para sejarawan sepakat bahwa sejarah tak pernah mengenal wanita yang lebih pandai bersyair dari pada Al Khansa’, sebelum maupun sepeninggal dirinya. Konon dia bukanlah wanita yang pandai bersyair kecuali hanya bisa melantunkan dua atau tiga bait saja.

Al Khansa adalah julukan seorang wanita yang bernama Tumazhir binti ‘Amru bin Sulami. Lafazh Al Khansa’ (muannats) diambil dari kata kha-na-sa (Al Khanas), artinya hidung yang pipih, dan agak menungging ke atas. Jadi, Al Khansa’adalah julukan bagi wanita yang hidungnya seperti itu. [lihat: Wafayatul A’yan 6/34]

Namun di zaman jahiliyah, tatkala saudara kandungnya yang bernama Mu’awiyah bin Amru as -Sulami terbunuh, ia meratapi kematiannya dalam beberapa bait syair. Lalu menyusullah saudara seayahnya yang terbunuh pula, namanya Shakhr. Konon Al Khansa’ amat mencintai saudaranya yang satu ini, karena ia amat penyabar, penyantun, dan penuh perhatian terhadap keluarga. Kematiannya menyebabkan Al Khansa sangat terpukul, lalu muncullah bakat bersyairnya yang selama ini terpendam. Dan mulailah ia melantunkan bait demi baik meratapi kematian saudaranya. Semenjak itulah ia mulai banyak bersyair dan syairnya semakin indah.

Keislaman Al Khansa’

Tatkala mendengar dakwah Islam, Al Khansa’ datang bersama kaumnya —Bani Sulaim— menghadap Rasulullah dan menyatakan keislaman mereka. Ahli-ahli sejarah menceritakan bahwa pernah suatu ketika Rasulullah menyuruhnya melantunkan syair, kemudian karena kagum keindahan syairnya, Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam, “Ayo teruskan, tambah lagi syairnya, wahai Khansa’!” sambil mengisyaratkan dengan telunjuk beliau.

Wasiat Al Khansa’, bagi keempat anaknya dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Al Khansa’ dan keempat putranya ikut serta dalam perang al-Qadisiyyah. Menjelang malam pertama mereka di al-Qadisiyyah, Al Khansa berwasiat kepada putera-puteranya, “Wahai anak-anakku, kalian telah masuk Islam dengan taat dan berhijrah dengan penuh kerelaan. Demi Allah yang tiada ilah yang haq selain Dia. Kalian adalah putera dari laki-laki yang satu sebagaimana kalian juga putera dari wanita yang satu. Aku tak pernah mengkhianati ayah kalian, tak pernah mempermalukan kalian, tak pernah mempermalukan nenek moyang kalian, dan tak pernah menyamarkan nasab kalian.

Kalian semua tahu betapa besar pahala yang Allah siapkan bagi orang-orang yang beriman ketika berjihad melawan orang-orang kafir. Ketahuilah bahwa negeri akhirat yang kekal jauh lebih baik dari negeri dunia yang fana. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (Qs. Ali Imran: 200)

Andaikata esok kalian masih diberi kesehatan oleh Allah, maka perangilah musuh kalian dengan gagah berani, mintalah kemenangan atas musuhmu dari Ilahi.

Apabila pertempuran mulai sengit dan api peperangan mulai menyala, terjunlah kalian ke jantung musuh, habisilah pemimpin mereka saat perang tengah berkecamuk, mudah-mudahan kalian meraih ghanimah dan kemuliaan di negeri yang kekal dan penuh kenikmatan.”

Empat anaknya adalah mujahid

Termotivasi oleh nasehat ibunya, maka keempat puteranya tampil dengan berani ke medan perang. Mereka bangkit dengan gagah untuk mewujudkan impian sang bunda. Mereka bangkit demi mewujudkan impian sang ibunda. Dan tatkala fajar menyingsing, majulah keempat puteranya menuju kamp-kamp musuh.

Sesaat kemudian, dengan pedang terhunus anak pertama memulai serangannya sambil bersyair, “Saudaraku, ingatlah pesan ibumu tatkala ia menasehatimu di waktu malam.. Nasehatnya sungguh jelas dan tegas, “Majulah dengan geram dan wajah muram!” Yang kalian hadapi nanti hanyalah anjing-anjing yang mengaum geram. Mereka telah yakin akan kehancurannya, maka pilihlah antara kehidupan yang tenteram atau kematian yang penuh keberuntungan.”

Ibarat anak panah, anak pertama melesat ke tengah-tengah musuh dan berperang mati-matian hingga akhirnya gugur. Semoga Allah merahmatinya. Berikutnya, giliran yang kedua maju menyerang sembari melantunkan syairnya, “Ibunda adalah wanita yang hebat dan tabah, pendapatnya sungguh tepat dan bijaksana. Ia perintahkan kita dengan penuh bijaksana, sebagai nasihat yang tulus bagi puteranya. Majulah tanpa pusingkan jumlah mereka dan raihlah kemenangan yang nyata. Atau kematian yang sungguh mulia di jannatul Firdaus yang kekal selamanya.

Kemudian ia bertempur hingga titik darah yang penghabisan menyusul saudaranya ke alam baka. Semoga Allah merahmatinya.

Lalu yang ketiga ambil bagian. Ia maju mengikuti jejak saudaranya, seraya bersyair, “Demi Allah, takkan kudurhakai perintah ibu, perintah yang sarat dengan rasa kasih sayang Sebagai kebaktian nan tulus dan kejujuran, maka majulah dengan gagah ke medan perang… hingga pasukan Kisra terpukul mundur atau biarkan mereka tahu, bagaimana cara berjuang. Janganlah mundur karena itu tanda kelemahan raihlah kemenangan meski maut menghadang.

Kemudian ia terus bertempur hingga mati terbunuh. Semoga Allah merahmatinya.

Lalu tibalah giliran anak terakhir yang menyerang. Ia maju seraya melantunkan syair, “Aku bukanlah anak si Khansa’ maupun Akhram tidak juga Umar atau leluhur yang mulia, Jika aku tak menghalau pasukan Ajam, melawan bahaya dan menyibak barisan tentara Demi kemenangan yang menanti, dan kejayaan ataulah kematian, di jalan yang lebih mulia.

Lalu ia pun bertempur habis-habisan hingga gugur. Semoga Allah meridhainya beserta ketiga saudaranya.

Tatkala berita gugurnya keempat anaknya tadi sampai telinga ’, ia hanya tabah sembari mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang memuliakanku dengan kematian mereka. Aku berharap kepada-Nya agar mengumpulkanku bersama mereka dalam naungan rahmat-Nya.”(A/RS3/P2))

(Sumber: Buku, Ibunda Para Ulama, Penerbit Wafa Press)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.