Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ambisi “Israel Raya” Netanyahu, Bahaya Bagi Palestina, Ancaman Bagi Dunia

Widi Kusnadi Editor : Arif R - 21 detik yang lalu

21 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi: Orang-orang Yahudi saat merayakan peringatan 50 tahun pendudukan Israel atas Yerusalem Timur di Gerbang Damaskus di Yerusalem. (Foto: Anadolu Agency)

DALAM wawancara terbarunya dengan media i24 News pada 12 Agustus 2025 lalu, Pemimpin penjajah Zionis Israel Benjamin Netanyahu menggemakan kembali cita-cita ekspansionis “Israel Raya” yang menuai kemarahan dunia Arab dan internasional.

Netanyahu menyebut dirinya berada dalam “misi sejarah dan spiritual” dan merasa “sangat terhubung” dengan visi Tanah Perjanjian dan konsep “Israel Raya.” Pernyataan terbuka ini membuat banyak pihak cemas, karena mengisyaratkan keinginan memperluas wilayah Israel melampaui perbatasan saat ini.

Konsep Berbahaya ‘Israel Raya

Istilah Israel Raya merujuk klaim wilayah yang sangat luas berdasarkan interpretasi sejarah dan agama Yahudi. Setelah Perang Enam Hari 1967, istilah ini dipakai untuk menggambarkan Israel beserta wilayah yang direbut saat itu – termasuk Yerusalem Timur, Tepi Barat, Jalur Gaza, Semenanjung Sinai, dan Dataran Tinggi Golan.

Baca Juga: Solidaritas 80 Tahun HUT RI, Bersama Sumud Flotilla Tembus Blokade Gaza

Beberapa tokoh Zionis awal, seperti Ze’ev Jabotinsky – pendiri aliran Zionisme Revisionis – bahkan membayangkan “Israel Raya” mencakup wilayah sekarang Israel, Gaza, Tepi Barat, dan bahkan negara Yordania saat ini.

Dalam perspektif keagamaan, para nasionalis sayap kanan Israel (relijius maupun sekuler) memandang tanah ini sebagai “Tanah Perjanjian” yang telah dijanjikan kepada bangsa Yahudi.

Media The Guardian menulis, bagi mereka gagasan “Israel Raya” berarti memenuhi “perintah ilahi” dan menciptakan “fakta di lapangan” demi keamanan Israel. Berbagai ideologi dalam politik Israel secara historis memandang “Israel Raya” sebagai tujuan jangka panjang.

Reaksi Internasional, Dunia Arab dan Sekitarnya

Baca Juga: Merawat Rahmat Kemerdekaan Republik Indonesia

Pernyataan Netanyahu itu memicu kecaman keras dari hampir seluruh negara Arab dan organisasi regional. Bahkan, mayoritas negara dunia dan lembaga internasional menganggap sebagian besar pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan sebagai tindakan ilegal menurut hukum internasional.

Kementerian Luar Negeri Saudi menegaskan bahwa rakyat Palestina memiliki hak historis dan hukum untuk membentuk negara merdeka, dan memperingatkan komunitas internasional agar menghadang pelanggaran Israel yang merusak legitimasi internasional, kedaulatan negara, dan keamanan serta perdamaian dunia.

Pemerintah Palestina mengecam pernyataan itu sebagai pengabaian serius terhadap hak-hak Palestina, bahkan menyebutnya “provokasi berbahaya” yang mengancam keamanan kawasan.

Qatar juga mengecam pernyataan Netanyahu sebagai gambaran sebuah kesombongan yang mengganggu kedaulatan negara dan memicu konflik.

Baca Juga: Megah di Panggung, Hampa Substansi, Kritik atas Pertemuan Trump–Putin di Alaska

Menteri Luar Negeri Yordania menyebut klaim Israel Raya sebagai “eskalasi berbahaya dan provokatif” yang memperlihatkan “delusi yang absurd” para pejabat Tel Aviv.

Mesir, melalui pernyataan resminya meminta klarifikasi karena menilai pernyataan itu hanya memicu ketidakstabilan dan menolak perdamaian di kawasan.

Yaman juga menegaskan dukungannya kepada Palestina dengan menuntut segera tindakan PBB untuk menghentikan pelanggaran berkelanjutan IsraeL.

Organisasi regional seperti Liga Arab dan OKI secara terpisah mengecam Netanyahu dengan nada keras. Liga Arab menyatakan pernyataan tersebut merupakan pengabaian kedaulatan Arab dan serangan serius terhadap keamanan kolektif.

Baca Juga: Delapan Agenda Prioritas Prabowo, Antara Ambisi dan Tantangan Implementasi

Sementara pernyataan resmi OKI menilainya sebagai retorika ekstremis yang melanggar hukum internasional. Secara ringkas, hampir tidak ada negara Arab yang diam. Semua menyatakan bahwa visi “Israel Raya” adalah ancaman nyata bagi keamanan, stabilitas, dan prinsip keadilan internasional.

Reaksi Komunitas Internasional dan Barat

Selain dunia Arab, komunitas internasional menyampaikan kecaman melalui berbagai saluran resmi. Sekretaris Jenderal PBB dan badan-badannya menegaskan bahwa pembangunan pemukiman atau aneksasi wilayah pendudukan bertentangan dengan hukum internasional.

Juru bicara PBB Stéphane Dujarric memperingatkan bahwa rencana tersebut akan mengakhiri prospek solusi dua negara dan menegaskan bahwa pemukiman Israel di wilayah pendudukan bertentangan dengan hukum internasional.

Baca Juga: Kemerdekaan Indonesia, Palestina, dan Keadilan Global

Uni Eropa menegaskan bahwa setiap perubahan teritorial tanpa kesepakatan dua pihak adalah ilegal menurut Piagam PBB. Demikian pula, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menyatakan pihaknya sangat menentang Visi Israel Raya tersebut.

Dewan Hak Asasi PBB mengatakan bahwa tindakan memindahkan penduduk secara paksa ke wilayah pendudukan merupakan kejahatan perang. Kantor HAM PBB juga menyebut proyek pembangunan pemukiman di dekat Yerusalem Timur itu ilegal menurut hukum internasional dan dapat memicu penggusuran paksa.

Reaksi Indonesia

Pemerintah Indonesia ikut menyuarakan penolakan keras atas visi ekspansionis ini. Melalui pernyataan resmi di akun X (Twitter) Kemlu RI, Indonesia menyatakan menolak dan mengecam keras visi “Israel Raya” Netanyahu.

Baca Juga: Andil Pemimpin Negara Dalam Krisis Global

Jubir Kemlu menegaskan Indonesia menyerukan kepada komunitas dunia, khususnya Dewan Keamanan PBB, untuk menolak semua bentuk aneksasi dan pendudukan permanen Israel, serta mengambil langkah konkret menghentikan kebijakan yang merusak perdamaian.

Posisi Indonesia yang konsisten mendukung negara Palestina merdeka serta solusi dua-negara berdasar parameter internasional yang telah disepakati. Secara lebih luas, organisasi masyarakat sipil (NGO) dan LSM HAM di Indonesia juga memprotes wacana Israel Raya sebagai bentuk agresi yang menyalahi prinsip keadilan dan hak asasi.

Implikasi Politik dan Hukum

Gagasan “Israel Raya” yang diusung Netanyahu membawa implikasi serius bagi politik regional dan tatanan hukum internasional. Dari sisi hukum, aneksasi wilayah pendudukan secara permanen melanggar Piagam PBB dan Konvensi Jenewa ke-4, yang melarang suatu pihak memindahkan populasi penduduknya ke wilayah yang didudukinya.

Baca Juga: Kemerdekaan Indonesia dan Janji untuk Palestina

Bahkan beberapa negara sekutu Israel sendiri (Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru) telah memberlakukan sanksi terhadap pejabat sayap kanan Israel karena kebijakan melanjutkan ekspansi.

Secara politik strategis, ide ekspansionis seperti ini membahayakan stabilitas kawasan Timur Tengah. Pemimpin regional menganggap pernyataan Netanyahu sebagai ancaman langsung terhadap keamanan kolektif Arab.

Sekjen Liga Arab menyatakan pernyataan itu melanggar Piagam PBB, menimbulkan ketegangan baru, dan mengarahkan propaganda yang bisa memicu krisis besar di kawasan.

Bagi Israel sendiri, visi “Israel Raya” dapat menimbulkan konsekuensi politik dalam negeri dan internasional yang kontraproduktif. Walaupun sayap kanan mungkin mendapat dukungan domestik tertentu, banyak warga dunia menilai kebijakan ekspansionis ini merusak kredibilitas Israel.

Baca Juga: Ulama Asal Palestina Dikirim oleh Turki Utsmani ke Aceh

Salah satu contoh konkret adalah laporan Reuters bahwa rencana pemukiman baru di E1 (yang kerap dikaitkan dengan gagasan Israel Raya) langsung membuat Sekjen PBB mencibirnya sebagai pelanggaran hukum.

Hal ini dapat memicu kecaman global yang lebih besar, mempersulit hubungan diplomatik, dan membuat Israel makin terisolasi secara politik.

Visi “Israel Raya” yang diumbar Netanyahu lebih dari sekadar retorika ekstremis. Dengan latar sejarah Zionis dan klaim keagamaan yang kompleks, gagasan ekspansi ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip perdamaian dan hukum internasional.

Pernyataan Netanyahu telah memicu reaksi keras di dunia Arab, menambah jarak dialog Palestina-Israel, dan menekan Israel ke sudut diplomatik internasional. Bagi masyarakat global, penting untuk memahami konteks sejarah ideologi ini agar tidak terjebak propaganda, sekaligus menekankan bahwa solusi adil dan tahan lama hanya bisa dicapai dengan menghormati kedaulatan semua pihak dan aturan internasional yang berlaku.

Baca Juga: Al-Aqsa dan Istiqlal: Dua Pilar Kesadaran dan Kemerdekaan Umat Islam

Semua pemimpin negara seharusnya bersatu menghapus kedzaliman, penindasan dan penjajahan serta menegakkan keadilan bagi dunia, bukan visi sekelompok ektremis yang mengobarkan konflik dan permusuhan global. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Catatan Rencana Pengobatan Warga Gaza di Pulau Galang

Rekomendasi untuk Anda