WANITA SURIAH TUA DI AUSTRALIA : AKU RINDU SURIAH YANG DAMAI

Amina Srio, 62. (ABC News/Margaret Burin)
Amina Srio, 62. (ABC News/Margaret Burin)

Seorang warga yang kini tinggal di Australia, Amina Srio, 62, mengaku merindukan kehidupan dan di Suriah seperti sebelum perang saudara meletus di tanah airnya. Muslimah asal kota tua Aleppo itu merasa “syurga” fananya di dunia telah direnggut oleh perang.

Di Suriah, dulu, Amina memiliki pusat bahasa pribadi. Pemerintah memperbolehkan pembukaan pusat bahasa itu. Asalkan foto Presiden dipajang di setiap ruangan. Hampir setiap malam, Amina dan keluarganya juga sering makan atau nyanyi bersama.

“Aleppo merupakan kota yang tidak pernah tidur,” kata Amina kepada ABC News, dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA). “Kadang, kami sekeluarga juga berlibur ke tempat wisata seperti ke wilayah pegunungan atau pantai,” tambahnya.

Setiap aroma khas, baik sabun ataupun sayur-sayuran, yang hanya ada di pasar Aleppo juga masih melekat kuat di kepala Amina. “Suriah negeriku sangat indah. Saya tidak pernah terpikir akan pergi dari tanah air saya sendiri,” terang Amina.

Sampai pada suatu hari, beberapa orang bersenjata melepaskan tembakkan senjata api terhadap para penumpang bus yang juga dinaikki Amina. Sejak peristiwa itu, Amina menjadi tramua. Dia bahkan tidak enak hanya untuk makan atau minum.

“Saat itu, saya tidak tahu apa yang terjadi. Tapi, ketika saya mengangkat kepala, saya melihat seorang perempuan di samping saya sudah meninggal tanpa kepala. Tubuhnya dilumuri darah. Saya pun menjadi histeris,” terang Amina.

Awalnya, Amina enggan pergi ke Australia, sekalipun anaknya Majd dan Rasheed sering meminta ibunya ikut ke Australia. Sebab, dia sudah menemukan kehidupan yang nyaman di Suriah. Dia memiliki bisnis, rumah, dan mobil. Dia hidup bahagia.

Amina mengaku Presiden Assad tidak pernah mengganggu atau mengintervensi kualitas kehidupan warganya, meski hidup di Suriah tidak sebebas di Australia atau Indonesia. Justru perang saudara yang telah merusak kehidupan di Suriah secara total.

“Sejak perang saudara pada 2011, kami mulai berpindah-pindah tempat tinggal. Saya pergi ke Lebanon, tapi anak perempuan saya tetap tinggal di Suriah karena anaknya tidak memiliki passport, akhirnya saya memutuskan pindah ke Australia,” tutur Amina. “Saya mencemaskan anak  saya dan rindu Suriah,” katanya sendu. (T/P020/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0