PADA bulan Juli 2007, jeritan terdengar dan air mata mengalir di seluruh Irak. Tangisan itu bukan derita tentang perang dan kekejaman militer, namun emosional yang tinggi dari rakyat Irak saat merayakan kemenangan untuk pertama kalinya dalam sejarah negeri itu, kemenangan tim sepak bola nasional Irak di Piala Asia.
Kelompok Syiah, Sunni, dan Kristen dengan gembira merayakan pencapaian tim sepak bola Irak secara kolektif. Turnamen yang menegangkan dan perjalanan Irak menuju kemenangan menghadirkan kisah yang menarik.
Keadaan politik Irak pada tahun 2009 dan sepak bola Irak sebelum invasi Amerika pada tahun 2003, seolah dilupakan rakyat negeri itu. Kisah legenda sepak bola Irak malah menjadi satu yang dibincangkan rakyat, adalah Ammo Baba sosok pemain dan pelatih bola yang menghadirkan kisah kesengsaraan dan kesuksesan sepak bola Irak.
Profesor Laurent Dubois dalam kanal khusus tentang sepak bola dan politik memberikan beberapa ulsan berkait sejarah sepak bola di Irak dan sosok Ammo Baba.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Situs milik Dubois didedikasikan sebagai wadah bagi para komentator, termasuk mahasiswa kelas “Piala Dunia dan Politik Dunia”, Duke University.
Dalam beberapa ulasan dinarasikan di situs tersebut bahwa Irak meski juara di beberapa kali pertandingan namun mempunyai sejarah menyakitkan dalam penanganan sepak bola di bawah Uday Hussein pada masa pemerintahan Saddam Husein.
Di bawah kendali Uday, sepak bola Irak seperti kisah antara hidup dan mati para pemainnya, redup dan penuh tekanan saat olah raga ini dikelola dengan manajemen politis di era pemerintahan Sadam Husein.
Uday dianggap sebagai diktator yang tidak memahami sepak bola sebagai permainan, namun ia mengurusnya dengan politik tangan besi, tidak boleh ada yang menentangnya.
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Siapa Ammo Baba?
Rakyat Irak merasa kehilangan negaranya, namun kemenangan Piala Asia 2007 membuat rakyat Irak merasa bahwa mereka telah merebut kembali sepak bola yang dipopulerkan oleh Ammo Baba di negeri itu.
Seperti kebanyakan orang yang belajar bermain sepak bola di awal abad ke-20, Baba belajar dari menonton tentara Inggris bermain di markas mereka di Baghdad.
Tumbuh besar dengan bermain sepak bola, Baba adalah atlet berbakat alami yang menjadi salah satu atlet lari 400 meter tercepat di negaranya.
Bernama lengkap Emmanuel Baba Dawud, ia lahir 27 November 1934 di Bagdad, Irak. Ammo Baba ditemukan oleh seorang pelatih muda, dia menghabiskan masa remajanya dengan bermain bola di liga sepak bola Irak. Pada tanggal 30 Januari 1955, di usianya yang baru 20 tahun, Baba memantapkan dirinya di Irak dan Timur Tengah ketika ia dipanggil untuk tim nasional melawan Mesir yang perkasa.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Berposisi menyerang, Baba dikenal sebagai jagoan yang mampu bertarung lewat tekel. Setelah memainkan permainan yang hebat, Baba muda disambut oleh para pemain Mesir yang berbaris untuk menjabat tangannya sebagai tanda penghormatan atas usahanya.
Dua tahun kemudian pada tahun 1957, Baba benar-benar memperkenalkan dirinya kepada dunia. Dalam pertandingan internasional resmi pertama Irak, Baba mencetak gol pertama Irak melawan Maroko.
Pada saat pemain asing jarang ada di liga-liga Inggris, jasa Baba banyak dicari oleh klub-klub seperti Fulham, Liverpool, dan Celtic.
Mantan pelatihnya Ammo Baba, William Cook pernah menawarinya kesempatan bermain di Crewe Alexandra, lalu di Divisi Tiga Inggris dan ada juga tawaran dari Chelsea dan Celtic namun Ammo menolaknya dan memutuskan untuk bertahan dan bermain bola di Irak.
Baca Juga: Menang Lawan Brasil, Indonesia Juara FIFAe World Cup 2024 eFootball
Pada usia 20 tahun, Baba salah satu pencetak gol paling produktif di Irak baik di level lokal maupun internasional, dengan rasio mencetak gol hampir sempurna 100% dari tahun 1955 hingga 1960. Sebagai pemain, ia dapat beradaptasi di posisi mana pun, dan bermain di pertahanan, lini tengah, dan sebagai penyerang dalam karir bermainnya.
Memenangkan kejuaraan Irak bersama tim klubnya pada tahun 1960, Baba kemudian memimpin Irak meraih kemenangan luar biasa dalam Pan-Arab Games yang diadakan di Kairo pada tahun 1967.
Pertandingan ini menjadi salah satu kesuksesan terakhir Baba sebagai pemain. Dia pensiun dari olahraga tersebut pada tahun 1970.
Irak dikenal dengan penggemar sepak bolanya yang penuh gairah dan tim nasional juga dipandang sebagai simbol harapan dan persatuan bagi rakyat Irak.
Baca Juga: Timnas Indonesia Bermain Imbang 3-3 atas Laos di Piala AFF 2024
Tim ini mencapai posisi tertinggi sepanjang masa di peringkat ke-39 dalam Peringkat Dunia FIFA pada bulan Oktober 2004. Irak adalah pemegang Piala Teluk Arab, setelah memenangkan gelar sebagai tuan rumah pada tahun 2023.
Dalam waktu tiga tahun setelah pensiun, Baba mulai melatih, dan pada akhir tahun 1970-an ia menjabat sebagai pelatih kepala tim nasional. Di kemudian hari, Baba tinggal di Bagdad dan mengelola akademi sepak bola untuk pesepakbola di Irak.
Pada tanggal 27 Mei 2009, Baba meninggal karena komplikasi diabetes, pada usia 74 tahun dan seperti yang ia minta saat hidup, Baba diberi kehormatan untuk dimakamkan di Stadion Al-Shaab di Baghdad.
Sebagai pelatih, Baba memimpin Irak meraih kemenangan Piala Teluk pada tahun 1979, 1984, dan 1988, dan juga kemenangan Piala Arab pada tahun 1988. Rakyat Irak bangga karena Baba juga memimpin Irak lolos ke Piala Dunia 1986 dan Olimpiade 1980, 1984, dan 1988.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Baba memenangkan hati masyarakat Irak karena “dia adalah seorang pelatih sepak bola, bukan politisi. Dia adalah seseorang yang hanya tertarik pada permainan, bukan orang-orang yang menjalankan pemerintahan sebuah negara.”
Di tangan Amma Baba, sepak bola Irak menjadi ikon permainan yang menarik dan membanggakan penduduk negeri itu. []
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina