Bagdad, MINA – Organisasi Dunia untuk Hak Asasi Manusia, Amnesty International pada Ahad (10/11) menyerukan kepada semua pihak, khususnya pemerintah Irak untuk dapat mengendalikan pasukan keamanan dan mengakhiri “pertumpahan darah” di tengah aksi protes yang menentang beberapa kebijakan pemerintah.
Pada Sabtu (9/11) lalu, setidaknya tujuh pengunjuk rasa tewas ketika pasukan keamanan berusaha untuk membersihkan demonstran di Lapangan Tahrir di Baghdad. Anadolu melaporkan.
“Otoritas Irak harus segera memerintahkan pasukannya untuk menghentikan penggunaan kekuatan secara berlebihan sehingga dapat melanggar hukum dan HAM,” Heba Morayef, Direktur Amnesty Internasional untuk wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
“Sekarang sudah ada setidaknya 264 pengunjuk rasa dari seluruh negeri yang meninggal dalam aksi demonstrasi. Pemerintah melalui pasukan keamanan bersikap represif kepada pengunjuk rasa,” katanya.
Baca Juga: Netanyahu Tiba di AS untuk Bertemu dengan Trump
Organisasi yang berbasis di London mengatakan telah mendokumentasikan setidaknya sembilan kasus penggunaan gas air mata dan granat asap oleh aparat terhadap pengunjuk rasa hingga menewaskan ratusan orang di Baghdad sejak 25 Oktober lalu.
Beberapa pengamat menyebut, aksi demonstrasi dilakukan masyarakat seiring meningkatnya pengangguran dan korupsi yang merajalela di kalangan pemerintah. Selain itu, rakyat Irak juga merasakan krisis listrik dan air bersih.
Pengangguran pemuda Irak saat ini mencapai 25 persen, menurut angka Bank Dunia. Negara itu juga menempati urutan ke-12 negara paling korup di dunia, menurut beberapa organisasi internasional yang memantau transparansi pemerintah. (T/P2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Dua Tentara Cadangan Israel Ditangkap Atas Dugaan ‘Mata-Mata Iran’