Rakhine, MINA – Organisasi HAM Amnesty Internasional pada Senin (12/10) mengumumkan, telah menemukan bukti baru penyerangan terhadap warga sipil Rohingya di Negara bagian Rakhine saat terjadi konflik senjata antara Militer Myamar dan Tentara Arakan.
Bukti tersebut menunjukan, Militer Myanmar membakar perkampungan-perkampungan, membunuh dan melukai warga sipil Rakhine.
“Ini didasarkan pada kesaksian langsung, foto dan video yang diperoleh dari dalam Rakhine dan analisis citra satelit serta laporan media dan sumber masyarakat sipil,” kata Amnesty dalam sebuah laporan seperti dikutip dari Anadolu Agency, Selasa (13/10).
Organisasi HAM itu juga prihatin atas laporan baru-baru ini tentang peningkatan kehadiran pasukan Myanmar di sepanjang perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh.
Baca Juga: Diboikot, Starbucks Tutup 50 Gerai di Malaysia
Gambar ranjau anti-personil yang baru-baru ini ditemukan di daerah sipil, oleh ahli senjata diidentifikasi sebagai ranjau darat tipe MM2 yang sering digunakan oleh militer Myanmar.
Beberapa warga terluka dan meninggal akibat terkena ranjau tersebut. Hal itu dilaporkan dari sumber yang kredibel oleh masyarakat dan media lokal di negara bagian Rakhine serta Chin.
Salah satu kelompok masyarakat lokal melaporkan, jumlah warga terbunuh akibat konflik yang terjadi di Rakhine dan Chin sejak Desember 2018 itu diperkirakan mencapai 289 orang, sedangkan 641 terluka.
Angka sebenarnya tidak dapat diverifikasi secara independen karena penutupan internet seluler dan tindakan keras pemerintah terhadap pelaporan media telah menghambat upaya dokumentasi di daerah yang terkena dampak konflik.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Pada 14 September, Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Michelle Bachelet mengatakan kepada Dewan HAM, dalam beberapa kasus baru-baru ini di Rakhine, warga sipil tampaknya telah menjadi sasaran atau diserang tanpa pandang bulu, yang mungkin merupakan kejahatan perang lebih lanjut atau bahkan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Analisis citra satelit yang dilakukan oleh Amnesty menemukan, lebih dari 120 bangunan di desa berpenduduk etnis Rakhine di Taung Pauk dan Hpa Yar Paung di kotapraja Kyauktaw tampak terbakar habis dalam citra yang diambil pada 10 September 2020.
Angka baru dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UNOCHA) menunjukkan, 89.564 orang mengungsi ke 180 lokasi di Rakhine antara Januari 2019 dan 7 September 2020.
Hal itu menambah krisis perpindahan massal yang ada di Rakhine yang lebih dari 130.000 Rohingya telah ditahan di kamp-kamp sejak 2012.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
Pemadaman internet telah menghambat pengiriman bantuan kemanusiaan dan akses ke informasi penting tentang konflik serta pandemi COVID-19 yang semakin menyebar ke seluruh Myanmar sejak pertengahan Agustus, termasuk dan khususnya di Rakhine.
Pada 11 September 2020, militer Myanmar mengakui, tiga tentaranya telah memperkosa seorang wanita etnis Rakhine selama operasi di kotapraja Rathedaung pada 30 Juni, meskipun mereka menyangkal langsung ketika tuduhan tersebut pertama kali diajukan pada Juli.
“Tidak ada tanda-tanda konflik antara Tentara Arakan dan Militer Myanmar mereda dan warga sipil terus menanggung beban,” kata Ming Yu Hah, Wakil Direktur Regional untuk Kampanye Amnesty International. (T/RE1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai