Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ANCAMAN BESAR DI BALIK E-KTP

Rudi Hendrik - Kamis, 20 November 2014 - 19:08 WIB

Kamis, 20 November 2014 - 19:08 WIB

3726 Views

Melalui e-KTP, data penduduk Indonesia dikuasai negara asing.

E-KTP-300x166.jpg" alt="Melalui e-KTP, data penduduk Indonesia dikuasai negara asing." width="300" height="166" /> Melalui e-KTP, data penduduk Indonesia dikuasai negara asing.

Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Jika Anda adalah salah satu penduduk Indonesia yang belum mengurus dan memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) hingga 2014, maka Anda tergolong orang yang beruntung. Pasalnya, data setiap penduduk Indonesia yang telah tercatat dalam chip e-KTP, ternyata disimpan dalam server yang tak jelas keberadaanya, apakah di Belanda atau India. Buruknya, data tersebut bisa saja menyebar dan disalah-gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Apakah data Anda sudah masuk ke dalam server e-KTP tersebut?

 

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Pemerintah menjual aset bangsa

Keseluruhan informasi prinsipil yang terdapat dalam server e-KTP berupa data kelahiran, agama, pendidikan, alamat, nomor induk kependudukan, serta sidik jari perorangan.

Menurut pakar teknologi informasi asal Institut Teknologi Bandung (ITB) Deddy Syafwan, jika data-data tersebut ‘dititipkan’ pada server yang tidak dikelola oleh bangsa Indonesia sendiri, maka berarti kita sudah menjual aset milik sendiri ke pihak asing.

“Semua ini adalah data prinsipil kita. Buat apa kita hidup, kalau kerahasiaan data kita sudah tidak ada? Pihak asing akan sangat mudah memetakan kondisi demografi kita, dan yang terpenting E-KTP sudah tidak aman lagi,”  katanya.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Pemangku proyek, Kementerian Dalam Negeri era pemerintahan sebelumnya menjamin  e-KTP ala Indonesia tidak akan dapat ditembus serta disalahgunakan. Keyakinan itu mereka wujudkan dengan melibatkan bantuan dari 15 lembaga seperti BIN, BPPT, ITB, dan Lembaga Sandi Negara.

Pertanyaannya kini, bagaimanakah jika penyalahgunaan data e-KTP dilakukan negara?

Satu hal yang mungkin belum menjadi perhatian publik dalam kaitan dengan e-KTP adalah keterlibatan L-1 Identity Solutions sebagai penyuplai perangkat perekam sidik jari atau AFIS (Automated Fingerprint Identification System) dalam proyek e-KTP di Indonesia.

Perhatian publik selama ini tertuju pada dugaan adanya kolusi dan korupsi dalam tender pengadaan e-KTP. Seperti pernah dilaporkan secara khusus oleh sebuah media nasional, pemenang tender sudah dirancang sedari awal. Sejumlah rapat, yang dihadiri pihak penawar (yang kemudian menjadi pemenang), sejumlah vendor (termasuk perwakilan L-1), dan pemilik tender (pemerintah) terjadi jauh sebelum pemenang tender diumumkan.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

 

Mengenal penyuplai perangkat perekam sidik jari

Perangkat L-1 Edentity Solutions merekam sidik jari penduduk Indonesia.

Perangkat L-1 Edentity Solutions merekam sidik jari penduduk Indonesia.

L-1 Identity Solutions adalah penyuplai perangkat perekam sidik jari e-KTP. Keberadaan L-1 dalam proyek e-KTP, bukan dalam konteks kolusi proyek tapi terkait keamanan nasional. L-1 mengutus seorang Lead Solution Architect ke Indonesia selama pengadaan e-KTP.

L-1 Identity Solutions Inc. adalah perusahaan besar dengan nama besar, tapi kredibilitasnya meragukan. L-1 yang berbasis di Stamford, Connecticut, Amerika Serikat (AS), adalah salah satu kontraktor pertahanan terbesar. Perusahaan yang berdiri pada Agustus 2006 ini, mengambil spesialisasi dalam bidang teknologi identifikasi biometrik (seperti sidik jari, retina, dan DNA). L-1 juga menyediakan jasa konsultan dalam bidang intelijen.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Jika melihat siapa di balik L-1, maka kita tak perlu heran melihat prestasi “bebas-hambatan” di atas. Manajemen puncak L-1, secara khusus, memiliki sejarah hubungan dekat dengan CIA, FBI, dan organisasi pertahanan AS lainnya. Mereka pada umumnya, memiliki latar belakang dan rekam jejak yang seharusnya membuat kita tidak nyaman.

Tokoh-tokoh intelijen AS di L-1

George Tenet, mantan Direktur CIA punya jabatan di dalam Dewan Direktur. Pada 2006, CEO L-1, Robert V LaPenta pernah berujar, “Anda tahu, kami tertarik dengan CIA, dan kami memiliki Tenet.”

Tenet terkenal kemahirannya berdusta. Dia terungkap memberi informasi intelijen palsu kepada diplomat AS soal keberadaan senjata pemusnah massal di Irak, yang kemudian berujung pada invasi Irak 2003.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Laksamana James M Loy sebagai direktur. Karir Loy merentang dari komandan US Cost Guard (1998-2002), Wakil Menteri untuk Keamanan Transportasi (2002-2003), dan Wakil Menteri Keamanan Dalam Negeri (2003-2005).

Robert S Gelbard, salah satu anggota Dewan Direktur, pernah menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden AS untuk Balkan pada masa pemerintahan Bill Clinton. Yang lebih menarik, mantan Wakil Menteri Luar Negeri 1993-1997 itu pernah bertugas di Indonesia sebagai duta besar pada 1999-2001.

BG (Buddy) Beck sebagai direktur, bekas anggota Dewan Sains Pertahanan (DBS), yang memberi rekomendasi perkara iptek kepada militer AS.

Milton E Cooper, mantan kepala Dewan Penasehat Sains Nasional, lembaga yang menginduk kepada militer. Dan Louis H Freeh, mantan direktur FBI (1993-2001).

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Perusahaan Safran Morpho, pemilik baru L-1 juga tak terlalu ‘bersih’ dalam urusan figur kontroversial. Di sana duduk Michael Chertoff sebagai penasehat strategis. Ia mantan Menteri Keamanan Dalam Negeri AS pada masa pemerintahan George W Bush.

Chertoff adalah salah seorang perancang USA PATRIOT Act, undang-undang yang menumbuh-suburkan pengawasan dan penyadapan oleh FBI terhadap telepon, e-mail, dan data pribadi lainnya.

Chertoff juga pendukung maniak pemindaian seluruh tubuh (full body scanning), teknologi yang diterapkan AS dan mampu menunjukkan permukaan telanjang kulit di bawah pakaian. Bahkan, versi terbaru dilaporkan bisa menghadirkan gambar full color.

Nama-nama di atas tentu saja tak bisa secara langsung dihubungkan dengan potensi ancaman e-KTP terhadap keamanan nasional Indonesia. Namun, kedekatan mereka dengan intelijen dan militer negara Paman Sam sudah seharusnya menjadi perhatian.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Di AS sendiri, muncul gerakan publik “Stop Real ID”. Gerakan itu menolak proyek “Real ID” (semacam e-KTP). Demikian pula di India. Koalisi LSM pemerhati hak sipil membentuk gerakan yang menolak proyek Unique Identity Number (UID) yang disebut “Aadhaar”. Gerakan itu mereka sebut “Say No to Aadhaar”. Baik Real ID di AS maupun Aadhaar di India melibatkan L-1 Identity Solutions sebagai vendor dan konsultan. (T/P001/R01)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Sumber: rumahku.com dan globalmuslim.web.id

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Rekomendasi untuk Anda

Internasional
Amerika
Internasional