Washington , 21 Rabi’ul Awwal 1435 / 23 Januari 2014 ( MINA ) – Calon anggota Konggres AS dari Partai Republik, Joshua Black mengatakan Presiden Obama adalah penjahat perang karena pemerintahnya mengoperasikan pesawat tanpa awak (drone) di Pakistan dan Afghanistan yang menyebabkan ratusan warga sipil menjadi korban.
Laporan Amnesty internasional yang diberitakan Radio Nasional AS (National Public Radio) dan CNN, juga mengatakan, pengoperasian drone yang mengakibatkan kematian ratusan warga sipil itu, merupakan kejahatan perang dan harus diproses dengan hukum internasional. Press tv melaporkan seperti dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Kamis.
Sebelumnya Presiden AS, Barack Obama, dalam pidato di National Defense University, Washington DC, Mei 2013 lalu, menyatakan kebijakannya menghadapi teroris akan berubah dari penempatan militer secara besar-besaran di daerah seperti Afganistan, Irak, diubah dengan meningkatkan penggunaan pesawat-pesawat drone, termasuk untuk melawan teroris yang berada di negara tetangga, seperti Taliban yang beroperasi dari Pakistan.
Baca Juga: AS Pertimbangkan Hapus HTS dari Daftar Teroris
Senator Amerika Serikat Lindsey Graham menyatakan, sekitar 4.700 orang termasuk sejumlah warga sipil tewas dalam serangkaian serangan bom maupun serangan rudal udara yang dilakukan oleh pesawat tanpa awak (drone) AS di beberapa wilayah seperti Pakistan, Afghanistan maupun di Yaman.
Selain itu sebuah laporan Lembaga New America yang berbasis di Washington, melaporkan, telah terjadi 350 serangan sejak 2004, sebagian besar dari jumlah itu terjadi pada masa kepresidenan Obama. Lembaga itu memperkirakan jumlah korban tewas antara 1.963 hingga 3.293 orang, dengan 261-305 warga sipil ikut tewas.
Biro Jurnalisme Investigatif yang berbasis di London, juga menemukan perkiraan jumlah korban serangan drone AS yang besar di Pakistan sejak 2004, yakni antara 2.627 sampai 3.457 orang, termasuk 475 hingga 900 warga sipil. Jumlah korban ini hanya merupakan perkiraan karena dilakukan dalam operasi-operasi rahasia yang dilakukan badan intelijen AS, CIA. Beda dengan perkiraan korban serangan drone di di Afganistan yang dilakukan otoritas militer AS sehingga tidak diselubungi kerahasiaan.
Pada 14 Januari lalu, upaya Presiden Barack Obama untuk mengalihkan pengoperasian drone dari Dinas Intelijen CIA (Central Intelligence Agency) jadi sepenuhnya dioperasikan Kementerian Pertahanan (Pentagon), digagalkan Kongres (Dewan Perwakilan Rakyat).
Baca Juga: Mahasiswa Yale Ukir Sejarah: Referendum Divestasi ke Israel Disahkan
Suratkabar terkemuka AS, Washington Post , sehari kemudian 15 Januari, mengungkapkan, Kongres memasukkan lampiran yang bersifat rahasia dalam Undang Undang APBN 2014 yang membatasi pendanaan untuk mengoperasikan drone dan mengesahan pengalihan drone dari CIA ke Pentagon.
Presiden Obama, di bawah tekanan besar dari kelompok kiri atas kematian warga sipil akibat program drone, beberapa waktu lalu mencari cara untuk menjauhkan diri dari pengoperasian drone yang kontroversial karena dianggap banyak fihak sebagai pelanggaran hukum internasional.
Senator Dianne Feinstein, sama-sama Demokrat dengan presiden, yang juga Ketua Komite Intelijen Senat menolak memberi komentar tentang sikap Kongres ikhwal drone ini. Tapi tahun lalu ia pernah mengatakan, ia melihat CIA sudah teruji dalam mencegah kerusakan besar akibat drone dan dia “benar-benar yakin bahwa militer akan mengoperasikan drone dengan baik.”( T/P04 /IR/ mirajnews.com )
Mi’raj Islamic News Agency ( MINA )
Baca Juga: Israel Caplok Golan, PBB Sebut Itu Pelanggaran