Luanda, Angola, 26 Muharram 1435/30 November 2013 (MINA) – Pemerintah Angola mengatakan, pihaknya telah menolak pendaftaran sejumlah kelompok agama Islam dan masjid ilegal, karena mereka tidak mematuhi hukum nasional, tetapi membantah melakukan penganiayaan terhadap umat Islam.
Pemerintah produsen minyak kedua di Afrika itu telah menghadapi badai kritik setelah beberapa media internasional melaporkan negara itu melarang Islam.
Angola harus menanggung malu sebagai anggota OPEC yang didominasi oleh negara-negara Muslim, News 24 melaporkan yang diberitakan Mi’raj News Agency (MINA).
Protes itu menyusul pengumuman Departemen Kehakiman Angola awal bulan ini yang menolak 194 daftar yang meminta “pengakuan agama”, di antaranya Komunitas Islam Angola (ICA).
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
Permintaan dari sejumlah Kristen evangelis dan kelompok-kelompok non-Muslim lainnya juga ditolak.
Dalam pengarahan kepada para diplomat pada Jumat (29/11), Menteri Luar Negeri Angola, Georges Chikoti mengatakan, telah terjadi “kesalahpahaman” tentang tindakan pemerintah.
“Tidak ada Muslim dianiaya,” kata Chikoti.
Chikoti mengatakan, konstitusi Angola membela hak kebebasan beragama, tetapi hukum mengharuskan kelompok agama memenuhi kriteria hukum untuk diakui.
Baca Juga: Rwanda Kirim 19 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Setelah dikonfirmasi oleh MINA, Konselor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Namibia merangkap Angola, Pramudya Sulaksono melaporkan, penghancuran dan penutupan masjid di berbagai daerah di Angola dikarenakan belum mendapat perizinan mendirikan bangunan dan Islam belum diakui sebagai aliran kepercayaan yang sah di negara itu.
Dia juga melaporkan, sejauh ini tidak terdapat laporan adanya penganiayaan terhadap umat Islam dan gerakan anti Islam di negara Afrika bagian barat daya itu.
“Menurut informasi yang kami dapatkan termasuk dari Warga Negara Indonesia (WNI) di Angola, sejauh ini tidak terdapat laporan adanya penganiayaan terhadap umat Islam dan gerakan anti Islam di Angola,” kata Pramudya saat dihubungi wartawan Mi’raj News Agency (MINA) melalui telepon, Rabu (27/11) malam waktu Jakarta.
Hukum Nasional Jadi Alasan Pelarangan
Baca Juga: Korban Tewas Ledakan Truk Tangki di Nigeria Tambah Jadi 181 Jiwa
Pemimpin Komunitas Islam Angola (Islamic Community of Angola/ICA), David Ja mengatakan kepada kantor berita internasional, pihak berwenang telah menutup puluhan masjid dan menghancurkan beberapa tempat ibadat Islam di 18 provinsi di Angola.
David Ja melaporkan, sekitar 900 ribu orang Muslim di negara itu merasa argumen pemerintah menolak menganiaya dan menyebut hanya persyaratan hukum nasional itu sebagai alasan untuk melarang Islam.
Dia mengungkapkan, organisasinya memiliki cukup anggota dan menutupi wilayah yang disyaratkan. “Ini adalah cara untuk melarang agama yang mereka pikir mengancam budaya Angola,” katanya.
Islam di Angola adalah agama minoritas, diperkirakan berjumlah antara 80 ribu-90 ribu Muslim (hasil survei 1998), merupakan dua setengah persen dari 18,5 juta penduduk Angola, yang sebagian besar memeluk kepercayaan adat tradisional (47 persen), sementara 38 persen penduduk Angola memeluk Katolik Roma dan 15 persen lainnya memeluk Kristen Protestan.
Baca Juga: Presiden Afsel Minta Dunia Tekan Israel Hentikan Serangan di Gaza
Jumlah penduduk muslim di Angola saat ini terus bertambah mengingat masuknya gelombang imigran yang besar dan banyak dari umat Islam di negara Afrika Barat maupun lainnya.
Pejabat ICA itu juga menambahkan, siapa saja yang mempraktekkan Islam atau mengenakan jilbab, risiko dinyatakan bersalah karena tidak mematuhi hukum pidana Angola.
Keluhan Komunitas Islam di Angola (ICA) didukung oleh Rafael Marques de Morais, seorang aktivis politik dan wartawan investigasi terkemuka di Angola, On Islam melaporkan.
“Saya telah melihat perintah yang mengatakan umat Islam harus menghancurkan masjid sendiri dan membersihkan puing-puingnya, atau mereka akan dikenakan biaya untuk biaya penghancuran,” kata Morais.
Baca Juga: Uni Eropa untuk Pertama Kali Kirim Vaksin Mpox ke Kongo
Organisasi perlu memiliki lebih dari 100 ribu anggota dewasa dan memiliki kehadiran di lebih dari dua pertiga wilayah negara untuk dipertimbangkan badan hukumnya.
Sebagian besar dari 18 juta penduduk Angola adalah Katolik, warisan dari pemerintahan kolonial Portugis yang berakhir tahun 1975.
Banyak Muslim menetap di Angola setelah tiba dari negara-negara Afrika Barat sejak tahun 1992, ketika pemerintah Angola yang dipimpin Presiden Jose Eduardo dos Santos meninggalkan ideologi Marxisme. (T/P09).
Mi’raj News Agency (MINA).
Baca Juga: Permainan Angklung Meriahkan Resepsi Diplomatik HUT RI ke-79 di KBRI Nairobi