Oleh: DR (C). Hilmy Wahdi, M.Psi *
Sejujurnya saya agak tergelitik dengan judul tulisan seorang sarjana psikologi yang lagi viral. Tulisan itu menolak wacana memperbanyak anjuran berpikir positif sebagai senjata menghadapi wabah. Bahkan penulis berpendapat pendekatan itu berbahaya.
Saya mencoba membaca tulisannya dengan seksama. Saya baca bolak balik .. oh ternyata ada kekeliruan mendasar dalam kerangka berpikirnya
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
- Penulis tidak menjelaskan apa yang dia maksud anjuran berpikir positif itu seperti apa, dalam hal apa dan subyek seperti apa yang kita berikan anjuran berpikir positif. Terlalu general asumsinya
- Penulis mencampur-adukkan antara langkah edukasi, pencegahan, langkah penegakan aturan dan langkah penyembuhan, penguatan mental atau terapi bagi penderita atau warga yang sudah panik.
Langkah edukasi pencegahan jelas tidak sepadan dibandingkan dengan jargon “berpikir positif’, meski bisa jadi berpikir positif bagian dari edukasi pencegahan. Dalam edukasi pencegahan, data fakta harus ditampilkan sesuai dengan proporsi dan intensinya.
Tampilkan apa itu wabah, dampaknya, akibatnya. Juga diberikan bagaimana cara mencegahnya. apa yang harus dilakukan, sampai ke teknis yang rinci seperti physical distancing, cara cuci tangan, gunakan masker, apa akibatnya jika tidak melakukan itu, termasuk sikap waspada sekaligus berpikir positif dan lain lain. Hal ini agar masyarakat terbangun “awareness“nya. Itu adalah edukasi. Ditujukan bagi seluruh warga tak terkecuali.
Setelah masyarakat sadar, maka tugas pemerintah pusat maupun daerah harus membuat regulasi (entah PSBB atau karantina wilayah) dan aksi cepat tanggap yang dapat mencegah wabah makin meluas. Hal ini penting agar masyarakat terjaga, terkondisikan, terfasilitasi baik sukarela maupun ” dipaksa”, untuk secara komunal bersama-sama mencegah meluasnya penularan wabah.
Penegakan hukum di sini juga bisa berlaku karena bisa jadi ada warga yang membandel atau menganggap enteng. Selain juga memberikan fasilitas yang mencukupi bagi warga akibat regulasi ini.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
- Langkah berikutnya adalah menyembuhkan yang sakit, baik fisik maupun psikisnya. Pengobatan yang tepat, cepat dan mumpuni menjadi hal yang mendasar. Covid 19 adalah penyakit fisik yang belum ada obatnya secara definitif. Para ahli bersepakat bahwa hanya imunitas saja-lah yang menjadi obat cespleng bagi kesembuhan penderita Covid 19.
Para dokter ahli, pakar kesehatan, psikolog sepakat bahwa imunitas seseorang sangat tergantung pada asupan gizi nya dan kondisi psikis orang tersebut. Nah .. bicara masalah kaitan psikis dengan imunitas seseorang, semua pakar kesehatan sepakat hal itu dipengaruhi sejauh mana orang itu bahagia atau tidak, optimis atau tidak,yakin atau tidak ( Dipar Sarkar, Rutger University, science daily 2012)
Ada hormon penting yang mempengaruhi imunitas seseorang tapi produksi hormon itu sangat dipengaruhi oleh level kebahagiaannya. Hormon itu dikenal sebagai hormon endorfin. Berpikir positif akan meningkatkan optimisme dan level kebahagiaan yang akan menggenjot produksi endorfin di tubuh kita, yang pada akhirnya meningkatkan imunitas tubuh melawan atau mencegah virus. Sehingga dalam konteks pencegahan pun anjuran berpikir positif harus digalakkan. Karena kepanikan akan mendegradasi imunitas tubuh kita.
Jadi kesimpulannya, saya memandang tak seharusnya penulis itu membenturkan positive thingking therapy, yang hakekatnya hal yang baik, yang terbukti berpengaruh terhadap imunitas tubuh melawan virus, dengan asumsi pribadi yang sebenarnya lebih tepat ditujukan dalam konteks lain.
Saya pribadi mengamati testimoni dan juga interview dengan Whatsapp ke pasien Covid 19 yang sembuh, semuanya punya pendapat sama, kabar positif menguatkan mereka, bahkan yang tidak kena Covid pun ikut terbantu.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Saya menduga penulis itu ingin “mengkritik” pemerintah yang dianggap lambat, namun dengan cara hati-hati sekali, dan mengkompensasi-nya dengan strategi “berpikir positif”. Namun sebaiknya berhati-hati pula dalam memberikan opini, di mana akibat opininya, hal yang baik, yang bagus, efektif jadi salah sama sekali.
Anjuran berpikir positif banyak dianjurkan oleh banyak ahli kesehatan, dokter, psikolog bahkan oleh para nabi, ulama, motivator, juga filsuf.
Yang tidak tepat adalah jika anjuran berpikir positif digunakan hanya sebagai lips service dari ketidakmapuan / keterlambatan pihak berwenang. Itu saya tidak setuju. (A/AR/P1)
Hilmy Wahdi adalah:
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
- Psikolog Alumnus UI
- Peneliti di Puslit Pranata UI
- Ketua Iluni UI.